Kamis, 15 Januari 2009

Unconditional Love

Jika ada cinta ‘vertikal‘ yang tak terbatas, dan tanpa pamrih di dunia ini maka itulah cinta Ibu, jika ada pengorbanan tak menuntut balas di dunia ini, maka jawab pertama adalah pengorbanan ibu. meski dari premis umum ini tentu ada pengecualian, dalam dunia ilmiah ada faktor x yang bisa menyebabkan sebuah ’anomali’ dalam penelitian. begitu juga realitasnya bahwa ada juga ibu yang dengan tega meninggalkan anak-anaknya atu malah membunuh mereka, tetapi ini tentu saja hanya kasus-kasus tertentu yang jumlahnya tentu tidak akan mampu menepis anggapan ’kasih ibu sepanjang masa’ yang selama ini kita yakii dan kita rasakan.

jika ada seorang laki-laki yang berkata pada kekasihnya ”cintaku padamu sebesar dunia dan seisinya” atau juga sering dengan rayuan gombal ”aku mencintaimu dengan seluruh jiwa ragaku” namun setelah sekejap saja di tinggal pergi kekasih nya maka kata itu pun akan terucap untuk wanita lainnya J.jadi jangan percaya bahwa cinta pasangan anda itu sepanjang masa (hehe provokator).

tetapi lihatlah ibu kita pernahkah beliau mengatakan kata-kata itu pada kita? bahkan sangat jarang ada seorang ibu yang dengan secara langsung mengucapkan “aku mencintaimu anakku”. kalaupun seandainya ada rasanya mirip-mirip dunia telenovela. tetapi lihatlah tindakannya tak perlu diumbar dengan segudang kata-kata romantis namun bukti dari tindakannya melebihi kata-kata sastrawan super romantis sedunia – Shakespeare - sekalipun.

Ibu adalah orang yang sanggup menyerahkan nyawanya untuk kita, saat melahirkan dia tidak pikirkan bagaimana resiko yang akan di ambilnya, dia juga tidak perduli dengan sakit tiada tara yang dirasakannya yang ia tutupi dengan senyuman terkembang melihat wajah mungil kita saat lahir kedunia.

selama dalam asuhan kita tidak pernah berhenti menyusahkannya. di tengah malam ketika semua orang larut tertidur Ibu akan dengan sabar mengganti popok kita, menyususi kita, bahkan membujuk kita yang menangis karena popok basah atau cuaca yang kurang nyaman. ketika siang hari saat orang lain lahap makan maka Ibu masih sibuk menyuapi kita. saat orang lain bisa tidur siang maka Ibu juga sibuk membersihkan popok atau menceboki kita.

beranjak besar kita masih terus merepotkannya. saat kita nakal, maka Ibu adalah sasaran utama kita, tak jarang kita lihat seorang anak memukul-mukul ibunya karena kemarahannya pada sesuatu. saat kita nakal dengan anak tetangga maka tak jarang Ibu kita yang kena damprat tetangga.

belum lagi jika kehidupan di himpit kesulitan ekonomi, maka Ibu rela tidak makan asal anak-anaknya kenyang. ibu rela menghutang kesana-kemari meski harus menahan malu bahkan kadang menelan omelan tetangga demi isi perut kita.

beranjak dewasa lulus sekolah, sudah bisa kerja kitapun akan di jemput atau menjemput pasangan kita. kita hidup terpisah atau meninggalkannya karena sudah punya keluarga sendiri. tak jarang kita jadi ‘lupa’ dengan ibu kita, karena sibuk dengan keluraga baru kita. sering kita jadi lupa menjenguknya yang sudah mulai renta. ketika kita mulai punya momongan kadang kita masih merepotkannya lagi, menyuruhnya mengasuh anak kita. menggantikan peran kita.

tetapi itulah kawan, kemuliaan dan kasih sayang seorang Ibu. Ia melakukan semua itu dengan tulus dan tak berharap imbalan dari kita. dia lakukan itu tak perduli apakah kita akan membalasnya dengan kebaikan atau justru sebaliknya. dia tidak akan minta imbalan uang atau emas permata, namun kebahagiaan kita yang ia harapkan, meski kadang ia tidak mengecap kebahagiaan itu, tetapi cukup bahagia jika melihat kita bahagia.

maka jika ada Unconditional love - cinta tanpa syarat - di dunia ini, maka itu hanyalah cinta Ibu kepada anaknya….

***
Malam itu aku tidur di samping ibu yang masih memelukku. aku tak bisa memejamkan mata. hatiku resah, gelisah karena esok aku akan berangkat ke Jakarta lagi meninggalkan ibu. aku tatap wajah ibuku yang sedang lelap tertidur. aku belai pipinya yang mulai keriput. aku tatap dengan seksama wajah orang yang selama ini menyayangiku setulus hati itu. seminggu ini selama aku sakit, ibu yang merawat dan menyiapkan semua untukku. ibu yang mengobati lukaku, memijit seluruh badanku, menyiapkan obatku, menghangatkan air untuk aku mandi, menyiapkan makan bahkan menyuapiku.

kini aku sudah 28 tahun kawan, tetapi perlakuan ibu tidak berubah seperti ketika aku sakit 20 tahun lalu, hanya saja kalau dulu Ibu masih menggendongku maka sekarang tidak mungkin lagi.

tak terasa airmata meleleh di ujung mataku, entah apa yang sudah aku lakukan untuk membalas semua kebaikannya. aku ingat-ingat dan sepertinya tak satupun hal yang telah kulakukan yang membanggakan hatinya. aku belum bisa memberi apa-apa untuk ibuku. tidak prestasi, tidak harta, apalagi emas permata. air mataku semakin deras mengingat semua kebaikan dan pengorbanannya, ingin ku mendekapnya erat dan tak kan pernah meninggalkannya, tetapi keadaan yang belum memungkinkan.

aku hanya bisa berbisik dalam hati, bisik do’a setulus yang ku bisa “ya Robb, ampuni dosa Ibuku, berilah beliau hidayahMu sampai akhir hayatnya, wafatkanlah kelak beliau Khusnul khotimah, dan berikanlah aku kesempatan untuk membahagiakannya”

We Will Not Go Down


WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)
(Composed by Michael Heart)


A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they're dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who's wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Selasa, 13 Januari 2009

Back to Jakarta

Hari ini aku kembali menekuni rutonitas kantorku setelah seminggu yang lalu aku tinggalkan. rasa rindu untuk kembali berkutat dengan berbagai tugas kantor, bercengkrama dengan layar komputer dan berselancar dengan dunia mayaku terasa menggelegak sejak seminggu aku di solo. demikian juga hiruk pikuk kesibukan kota Jakarta ternyata sanggup menyihirku dalam ‘kesepian’ panjang kala aku menghabiskan waktu jauh darinya. ah..selalu saja kebersamaan terasa berarti ketika telah jauh..

jauh di lubuk di hatiku harus ku akui bahwa ternyata aku mencintai Jakarta dengan segaja ‘kejalangan’ nya, dengan segala ‘kekejaman’ nya, dan dengan segala seringai tantangannya.

seminggu lamanya aku harus absent dari kantor dan otomatis harus absent juga berkomunikasi dengan dunia mayaku. tak ada email, tak ada blogging tak ada browsing apalagi surfing..:). itulah tak enaknya tinggal di pelosok desa kawan. aku pulang ke Solo tanggal 2 Januari lalu karena ingin menjenguk Ibuku dan berencana hanya satu hari di sana. tetapi malang tak dapat di tolak dan takdir mengatakan lain aku harus stay satu minggu di kampung halamanku dengan kondisi badan yang cukup mengenaskan - bengkak dan luka memar di wajah tangan dan kakiku.;)

kisah ini berawal saat aku di jemput oleh Bapakku hari sabtu pagi dari terminal Solo. aku sampai terminal jam 2 pagi, setelah istirahat sembari sholat di Masjid belakang terminal Bapak datang tepat jam 3 pagi. aku pun langsung ikut naik motor jemputannya. setengah jam perjalanan, tepatnya di pintu Jembatan Jurug motor yang aku tumpangi menabrak trotoar jembatan. spontan saja tubuhku jatuh tersungkur dengan wajah dan kepala membentur trotoar dan terseret beberapa meter karena gas motor masih dalam keadaan aktif. tak dapat aku ceritakan bagaimana perasaanku saat itu antara syok, takut, dan sakit di sekujur tubuh. beberapa menit setelah kecelakaan itu aku meraba bagian tubuhku terutama mata ku dan aku bersyukur semua anggota tubuhku masih lengkap artinya lukaku tidak terlalu parah. hanya luka di wajah dan benturan di kepala yang membuat ku pusing. sementara bapak luka di bagian dengkul.

suasana jalan masih sepi hanya satu truk yang tak acuh dengan kondisiku. sampai kira-kira 15 menit baru sebuah becak lewat dan aku memanggilnya. tukang becak inilah yang mengantarkan aku ke rumah sakit terdekat yaitu RS. DR. Moewardi Solo. jarak jembatan jurug – RS cukup jauh sekitar 2 km, sehingga cukup lama aku menahan darah yang terus mengalir dari hidung, kening, dan di atas bibirku sembari menahan pening, dan syok yang membuat badanku gemetaran. sampai di RS lukaku di bersihkan dengan cairan alcohol dan betadine yang perihnya ga ketulungan. dan alhamdulillah lukaku ga sampai harus di jahit.

kepalaku sempat pusing berat tetapi masih untung karena aku tidak muntah setelah kecelakaan, dan itu artinya aku selamat dari gejala Gegar otak. tetapi dokter menyarankan aku di oksigen beberapa jam sambil menunggu reaksi kalau-kalau benturan di kepalaku menyebabkan luka yang berbahaya. tetapi dua jam kemudian aku minta pulang karena ingin segera bertemu ibuku. aku pulang naik bus dari solo ke Karang Pandan dan di jemput Wit keponakanku di terminal Karang Pandan.

Saat sampai di rumah Ibuku dah menyambutku dengan tangis, melihatnya berdearai airmata membuat akupun tak sanggup untuk tidak menangis saat di peluknya. aku langsung istirahat dan dalam hitungan menit rumah Ibuku sudah ramai di kunjungi tetangga yang menengok ku.

dan ternyata memang selalu saja ada hikmah di balik kejadian. seminggu di kampung halaman seakan menuai kembali kenangan indah lama bersama ibuku. ibuku tetaplah seperti dulu, yang selalu saja sedih dan panic ketika aku sakit, yang yang selalu memelukku, mengobati lukaku dan menemaniku setiap saat. mungkin hanya dengan cara seperti ini aku bisa tinggal sedikit lebih lama dengan beliau. aku bahagia kawan, sungguh meski harus aku tebus dengan luka-luka di tubuhku aku bahagia bisa kembali melihatnya dan memeluknya.

tujuan aku pulang sebenernya adalah menjenguk Ibuku yang sedang sakit dan berencana mengantar beliau untuk Rongsen, tetapi alih-alih merawat ibuku justru aku yang akhirnya merepotkannya.

tanggal 9 januari aku harus pulang ke Jakarta, terasa berat kakiku melangkah saat akan beranjak pergi meninggalkan Ibuku. tetapi aku memamng harus kembali melanjutkan perjuanganku di kota Jakarta, menantang nasip, melawan waktu. Ach..ibu andai aku bisa ingin setiap saat aku bersamamu…hiks.

Airmata Palestina

Sabtu, 27/12 dunia terhenyak dengan berita ‘kebiadaban’ zionis Israel ke Palestina untuk kesekian kalinya, dan serangan Israel kali ini adalah yang terburuk pada dua puluh tahun terakhir penjajahan Israel atas Palestina. sampai hari ini korban jatuh lebih dari 900 orang dan lebih dari 3.000 korban luka-luka yang kebanyakan korban adalah rakyat sipil – wanita dan anak-anak.

serangan Israel yang membombardir jalur Gaza ini awalnya beralasan untuk membalas serangan roket HAMAS sebelumnya yang menciderai perjanjian gencatan senjata. namun sebenarnya ini hanya alasan yang di buat untuk membenarkan tindakan mereka karena Israel lah yang lebih dulu melanggar gencatan senjata itu. tidak hanya pejuang HAMAS, rakyat sipil, petugas medis dan wartawanpun menjadi sasaran roket dan peluru Israel. sebuah tindakan yang sangat keji dan telah melanggar hukum internasional dan konvensi jenewa yang seharusnya bisa menyeretnya ke pengadilan internasional sebagai penjahat perang.

namun seperti biasa dunia tak mampu berbuat apa-apa dengan aksi brutal Israel. dan PBB sebagai badan tertinggi dunia hanya bisa menghasilkan resolusi yang sama sekali tidak berarti untuk rakyat Palestina karena tidak ada sangsi yang nyata jika Israel menolak resolusi itu. jadi semakin jelas bahwa PBB hanyalah alat AS dan sekutunya untuk melanggengkan kekuasaannya.

dan yang sangat menyedihkan adalah reaksi dari Negara-negara Isalm di timur tengah, yang tak lebih dari mengecam, tanpa tindakan kongkrit. bahkan Mesir sangat terlihat lebih memihak Israel dengan dalih keamaan dalam negeri untuk menutup perbatasan Gaza. padahal Negara2 besar arab itu bisa menghentikan kebiadaban Israel ini dengan sangsi yang tegas, misalnya dengan membatasi penjualan minyak ke Israel dan pendukungnya atau bahkan mengembargo pasokan minyak. meskipun hal ini tentu saja beresiko untuk ‘kenyamanan’ dalam negeri mereka tetapi betapa tega membiarkan Isael membantai saudara2 kita?

dan satu hal yang lagi-lagi memang harus di sadari adalah kelemahan umat ini, saat ini jelas terlihat umat muslim yang jumlahnya milliaran ini tidak di anggap sama sekali oleh yahudi yang jumlahnya jauh di bawahnya. kenapa? karena kita memang hanya menang di kuantitas tetapi kalah dalam hal kualitas. dan kelemahan inilah yang mengakibatkan kita di tindas.

stigma bahwa Islam identik dengan kemunduran, kebodohan, semakin sulit untuk di tepis dengan realita-realita yang ada. rasa marah, kesal, benci bercampur aduk dengan rasa tak berdaya dalam diri bersimpuh luruh dalam jiwa-jiwa tak kuasa kita, melawan kezaliman dan kekejian yang tak terkira. namun apa di kata, kita harus akui bahwa kita tidak punya apa-apa. kita lemah, kita miskin dan kita bodoh..!!!. kita memang harus akui ini, mudah-mudahan hal ini akan membuat kita sadar sebagai acuan bahwa kita harus bangkit dan bersatu.