Selasa, 13 Januari 2009

Back to Jakarta

Hari ini aku kembali menekuni rutonitas kantorku setelah seminggu yang lalu aku tinggalkan. rasa rindu untuk kembali berkutat dengan berbagai tugas kantor, bercengkrama dengan layar komputer dan berselancar dengan dunia mayaku terasa menggelegak sejak seminggu aku di solo. demikian juga hiruk pikuk kesibukan kota Jakarta ternyata sanggup menyihirku dalam ‘kesepian’ panjang kala aku menghabiskan waktu jauh darinya. ah..selalu saja kebersamaan terasa berarti ketika telah jauh..

jauh di lubuk di hatiku harus ku akui bahwa ternyata aku mencintai Jakarta dengan segaja ‘kejalangan’ nya, dengan segala ‘kekejaman’ nya, dan dengan segala seringai tantangannya.

seminggu lamanya aku harus absent dari kantor dan otomatis harus absent juga berkomunikasi dengan dunia mayaku. tak ada email, tak ada blogging tak ada browsing apalagi surfing..:). itulah tak enaknya tinggal di pelosok desa kawan. aku pulang ke Solo tanggal 2 Januari lalu karena ingin menjenguk Ibuku dan berencana hanya satu hari di sana. tetapi malang tak dapat di tolak dan takdir mengatakan lain aku harus stay satu minggu di kampung halamanku dengan kondisi badan yang cukup mengenaskan - bengkak dan luka memar di wajah tangan dan kakiku.;)

kisah ini berawal saat aku di jemput oleh Bapakku hari sabtu pagi dari terminal Solo. aku sampai terminal jam 2 pagi, setelah istirahat sembari sholat di Masjid belakang terminal Bapak datang tepat jam 3 pagi. aku pun langsung ikut naik motor jemputannya. setengah jam perjalanan, tepatnya di pintu Jembatan Jurug motor yang aku tumpangi menabrak trotoar jembatan. spontan saja tubuhku jatuh tersungkur dengan wajah dan kepala membentur trotoar dan terseret beberapa meter karena gas motor masih dalam keadaan aktif. tak dapat aku ceritakan bagaimana perasaanku saat itu antara syok, takut, dan sakit di sekujur tubuh. beberapa menit setelah kecelakaan itu aku meraba bagian tubuhku terutama mata ku dan aku bersyukur semua anggota tubuhku masih lengkap artinya lukaku tidak terlalu parah. hanya luka di wajah dan benturan di kepala yang membuat ku pusing. sementara bapak luka di bagian dengkul.

suasana jalan masih sepi hanya satu truk yang tak acuh dengan kondisiku. sampai kira-kira 15 menit baru sebuah becak lewat dan aku memanggilnya. tukang becak inilah yang mengantarkan aku ke rumah sakit terdekat yaitu RS. DR. Moewardi Solo. jarak jembatan jurug – RS cukup jauh sekitar 2 km, sehingga cukup lama aku menahan darah yang terus mengalir dari hidung, kening, dan di atas bibirku sembari menahan pening, dan syok yang membuat badanku gemetaran. sampai di RS lukaku di bersihkan dengan cairan alcohol dan betadine yang perihnya ga ketulungan. dan alhamdulillah lukaku ga sampai harus di jahit.

kepalaku sempat pusing berat tetapi masih untung karena aku tidak muntah setelah kecelakaan, dan itu artinya aku selamat dari gejala Gegar otak. tetapi dokter menyarankan aku di oksigen beberapa jam sambil menunggu reaksi kalau-kalau benturan di kepalaku menyebabkan luka yang berbahaya. tetapi dua jam kemudian aku minta pulang karena ingin segera bertemu ibuku. aku pulang naik bus dari solo ke Karang Pandan dan di jemput Wit keponakanku di terminal Karang Pandan.

Saat sampai di rumah Ibuku dah menyambutku dengan tangis, melihatnya berdearai airmata membuat akupun tak sanggup untuk tidak menangis saat di peluknya. aku langsung istirahat dan dalam hitungan menit rumah Ibuku sudah ramai di kunjungi tetangga yang menengok ku.

dan ternyata memang selalu saja ada hikmah di balik kejadian. seminggu di kampung halaman seakan menuai kembali kenangan indah lama bersama ibuku. ibuku tetaplah seperti dulu, yang selalu saja sedih dan panic ketika aku sakit, yang yang selalu memelukku, mengobati lukaku dan menemaniku setiap saat. mungkin hanya dengan cara seperti ini aku bisa tinggal sedikit lebih lama dengan beliau. aku bahagia kawan, sungguh meski harus aku tebus dengan luka-luka di tubuhku aku bahagia bisa kembali melihatnya dan memeluknya.

tujuan aku pulang sebenernya adalah menjenguk Ibuku yang sedang sakit dan berencana mengantar beliau untuk Rongsen, tetapi alih-alih merawat ibuku justru aku yang akhirnya merepotkannya.

tanggal 9 januari aku harus pulang ke Jakarta, terasa berat kakiku melangkah saat akan beranjak pergi meninggalkan Ibuku. tetapi aku memamng harus kembali melanjutkan perjuanganku di kota Jakarta, menantang nasip, melawan waktu. Ach..ibu andai aku bisa ingin setiap saat aku bersamamu…hiks.

Tidak ada komentar: