Kamis, 30 Oktober 2008

~ Metropolisku ~

Minggu ini Jakarta mulai di guyur hujan, begitu juga pagi kemarin, suasana gerimis membuat udara jakarta lebih dingin dari biasanya. cuaca yang dingin sangat mendukung untuk kembali tidur selesai subuh, apalagi pagi itu waktuku absence untuk masak. begitu waktunya harus bangun dan ke kantor rasa malas mulai mengggodaku. ingin rasanya memanjakan diri, sembunyi di balik selimut, dan kembali tidur. tetapi ketika ingat tanggung jawab pekerjaan maka terpaksalah aku harus bangkit, mandi dan bersiap di kantor. selesai bersiap jam sudah bertengger di angka 7.

aku sering mengamati hal-hal di sekitarku ketika aku berjalan terutama ketika aku berangkat kekantor karena aku harus berjalan sekitar sepuluh menit sebelum sampai di ’halte’ bus, begitu juga pagi itu. hal yang sering ku perhatikan adalah sebuah warung yang terletak di pinggir jalan tanjakan, tidak terlalu jauh dari rumahku. warung ini hanya berukuran kira2 satu kali satu meter. letaknya pas di pinggir jalan yang menanjak sehingga bangunannya menjadi oleng atau miring sebelah. secara logika, orang akan sangat enggan untuk mendirikan warung dengan letak geografis seperti itu, selain tidak strategis, juga sedikit sekali jajanan yang disajikan di warung itu, jika nalar usilku sedang jalan aku menghitung-hitung, mungkin tidak sampai butuh uang seratus ribu untuk memborong apa yang ada di warung kecil itu.

tapi kau tahu kawan, ada yang menarik di sana, setiap pagi aku melihat seorang bapak, sedang membaca koran dengan jarak tidak lebih dari 5cm, pasti si bapak ini mengalami rabun jauh yang cukup akut, atau kelainan mata lainnya. biasanya aku melihat dia duduk di dalam warung yang menyerupai kotak kubus berjendela kaca di satu sisi itu, sehingga aku hanya melihat sebagian badannya. tapi suatu hari aku melihat dia sedang berdiri di luar warung itu, dan saat itu aku baru tahu keadaan fisiknya yang sesungguhnya. kawan dia di anugerahi keistimewaan oleh Allah, dengan satu kaki yang kecil dan bengkok, sehingga sulit untuk berjalan laiknya kita yang normal.

awal-awal aku melihat warung itu, otak usilku sering bertanya-tanya, kenapa orang itu harus mendirikan warung di tempat yang sama sekali tidak strategis?, dengan banguanan yang sama sekali tidak kuat apalagi nyaman, dengan dagangan yang sangat sedikit?. secara logika aku sulit menerima.

tapi hari demi hari aku mengamati, akhirnya aku seperti menemukan jawaban dari pertanyaan2 ’konyol’ ku itu- yaitu Independent willingness. kau tahu kawan, di jakarta ini banyak orang yang memanfaatkan kebaikan orang dengan pura-pura menjadi cacat, bahkan pura-pura menjadi miskin dengan memakai baju compang-camping, tetapi kemudian berganti penampilan parlente ketika ’tugas’ nya selesai?. hal ini sudah menjadi rahasia umum. dan kau tahu kenapa si bapak yang cacat ini begitu setia mempertahankan warung yang menurutku ’illogical’ tadi. menurutku adalah rasa ingin mandiri dan tidak ingin menjadi beban yang mendorongnya untuk tetap berusaha semampunya. meski aku tak bisa membantunya namun pikiran isengku sering menimbang-nimbang, berapa ribu penghasilan dia sehari dengan kondisi warung yang aku ceritakan di atas. namun warung itu masih bertahan sampai saat ini dan mungkin sudah bertahun-tahun di sana.

di sini satu sisi kekagumanku akan keuletan si bapak tadi kawan, melihat kondisi fisiknya dan kemungkinan kondisi ekonomi yang emmprihatinkan tetapi dia sama sekali tak tergerak hati intuk meminta-minta, padahal banyak orang yang memanfaatkan ’moment’ yang di milikinya.

hal lain yang sering aku perhatikan adalah, tukang sapu jalanan. aku biasa berangkat ke kantor jam 7 pagi, nah di saat menunggu bus kopaja aku sering melihat tukang sapu jalanan dengan seragam orange dan menutupi sebagian wajahnya dengan self-made maskernya, sedang sibuk membersihkan bahu jalan. tak peduli saat itu sudah terik atau sedang gerimis, aku sering melihat mereka tetap amanah dengan tugasnya. kau tahu kawan berapa gaji mereka sebulan? aku pernah mendengar beberapa waktu lalu, bahwa gaji tukang sapu jalanan tak sampai 300 ribu sebulan, (correct me if I am wrong). waktu itu aku lihat mereka di wawancara di salah satu statiun TV. tapi aku tidak tahu kalau mungkin sekarang sudah naik menjadi 500 – 600 ribu, Hm..hopefully. dan kebanyakan meraka harus berangkat pagi-pagi buta sebelum jalanan ramai dengan lalu lintas, dan baru selesai ketika matahari sudah mulai tinggi.

dan kau bisa bayangkan kawan, bagaimana hidup di jakarta dengan uang 300 ribu sebulan? apalagi kalau ada keluarga? tentu kau tak perlu survey berapa harga beras, berapa harga minyak goreng dsb.tetapi itulah rezki kawan terkadang tidak bisa di nilai dengan matematika duniawi. tetapi hal yang ingin aku soroti di sini adalah semangat kerja pak tukang sapu tadi. mungkin berangkat dari sebuah keinginan yang sama untuk bisa bertanggung jawab dan tidak ingin menjadi beban, dia rela lakukan pekerjaan yang sangat tidak adil antara waktu, tenaga dan gaji yang di terima. lebih jauh mungkin kita bisa mengamati pekerjaan para kuli panggul, kuli bangunan dan sebagianya, yang semua itu menurutku harus di hargai sebagai sebuah usaha dan kerja keras, untuk sebuah survival dengan memperjuangkan independent willingness tadi atau ketidak inginan menjadi beban orang lain. dan mungkin satu lagi hal yang kuat meraka pegang adalah sebuah prinsip untuk mencari nafkah di jalan yang halal.

***
yah begitulah kawan, aku pun harus berkejaran, berdesakan, bergelantungan dalam bus kota untuk bisa sampai di kantorku. tetapi apa yang aku nikmati saat ini tentu harus lebih jauh aku syukuri jika melihat kondisi mereka-meraka yang aku ceritakan di atas. di antara desakan penumpang, peluh yang mengalir, bercampur bau manusia yang beraneka ragam, aku sering tersenyum melihat pemandangan di sepanjang perjalananku. pemandangan jakarta di pagi hari yang sangat riuh rendah, dengan hiruk-pikuk kehidupan, ketika para karyawan bergerak menuju pusat kota untuk bekerja, ketika para pemilik toko bersiap membuka tokonya, para pemilik warung nasi sibuk menyiapkan masakan di warungnya, para pedangang sayur sibuk berkeliling menjajakan dagangannya, pedagang jamu dengan lemah gemulai berjalan kaki menawarkan jamunya, pemulung yang mulai beroperasi dengan kantong bututnya, para tukang sapu sibuk menylesaikan tugasnya, ataupun para boss yang sibuk membaca koran di mobil mewahnya. dari sini aku melihat geliat kehidupan yang Maha semangat di kota jakarta, aku melihat sosok-sosok pekerja keras yang tak kenal menyerah, aku melihat wajah-wajah penantang nasip yang siap bertaruh untuk bertahan hidup, dan aku mencintai jakarta di titik ini – Kota para pekerja keras..

Aku seperti menemukan satu energi baru untuk setiap langkah kehidupanku, dan secara tidak langsung kehidupan jakarta banyak mengajarkan aku untuk berjuang menjalani hidup, menghadang masalah dan bergelut dengan kesulitan meski hal ini hanya di lihat dari satu corner - ekonomi.

Kawan...ku ingin beritahu, satu hal lagi yang berharga dari perjalanan hidupku adalah menikmati kehidupan dikota metropolitan ini, sepuluh tahun aku berjuang untuk bisa bertahan di kota ini dengan segala suka-dukanya, dengan beragam manis-pahitnya. Meski aku sering kali mengkritik keras berbagai kebijakan yang ada, meski akupun sering tak pernah puas dengan segala fasilitas yang terkadang tak sanggup aku nikmati, dan lain sebagainya. namun bagaimanapun kota ini mengajarkan aku banyak hal. kota ini mengajarkan aku bagaimana mengatasi kerasnya kehidupan, bagaimana memerangi kemalasan.

ach...pasti aku akan sangat merindukan jakarta ketika kelak aku harus pergi meninggalkannya... ;)

Rabu, 22 Oktober 2008

~ Dimana ~

“Jangan pernah kau lepas impian yang kau miliki, atau kau akan menyesal..!!!”

aku begitu menghayati kata-kata ini…

***
kehilangan….ah…kau tahu betapa sulitnya… …
perpisahan…kau tahu betapa perihnya.......

raihlah ia selagi kau mampu
pertahankan ia sebagai fitrah yang suci
jangan nodai ia, jangan hianati ia....

peliharalah dan simpan dengan rapi di sudut hati
meski kadang kau hanya rasai sendiri
andai tak mungkin tersampai
kelak kau akan bertemu jua
di waktu yang lebih indah
mungkin di alam yang berbeda..
ntah dimana...

~ Something I hate ~

Kawan, pasti kau setuju bahwa perpisahan adalah hal yang banyak orang tidak sukai?, yuup…begitu juga aku. rasa sedih,dan kehilangan pasti akan mewarnai yang namanya event perpisahan. walaupun as the time goes by everything will be ok, semua akan kembali seperti adanya – biasa2 aja ;). but I do dislike this spot.

kemarin hari sabtu temanku Teh umi datang ke rumah bersama suaminya. kedatangannya ini untuk mengambil barang2 nya yang ada di rumahku sekaligus pamit untuk menetap di palembang. what a sadness??

Teh umi ini temanku di organisasi TS, DT-LC, juga Al Balagh. hampir dua bulan aku tinggal bersama karena dia menemani aku setelah suamiku harus back to egypt ;). aku memang cukup akrab saat bersama-sama di organisasi. walaupun kami punya sifat yang kontras – sama2 idealist. tetapi uniknya kami tidak pernah berantem di luar forum meski dalam forum aku dan dia sering saling menyerang ide masing- masing.dan aku merasa lebih dekat sekitar 2 bulan yang lalu sejak kami tinggal bareng di rumah. meski selama bersama, tak jarang kamipun larut dengan kesibukan masing-masing. terkadang aku sibuk membaca dan dengerin radio, dia nonton TV atau malah sering tidur. siang hari kami sama2 kerja, cuma hari2 libur dan ketika masak bersama itulah saat-saat ‘reuni’ dan terasa kebersamaannya, karena masing-masing kami orang yang sok sibuk (hehe).

dan menjelang lebaran kemarin suatu berita yang surprise banget (meski aku telah mensinyalir proses ta’arufnya) ketika aku mendengar dia menikah di lampung. saat itu dia cuma izin mau ke rumah temannya di Lenteng Agung, tak di sangka dia di jemput sang arjuna ;) dan langsung menikah di tempat calon suaminya di lampung. – that’s life – Unpredictable, rite?

sejak itulah aku kembali tinggal sendiri lagi di rumah.(hiks). dan minggu kemarin aku harus merasakan rasa kehilangan itu. benar kata pepatah yang mengatakan kebersamaan baru terasa indah setelah kita terpisah. (tapi ini pepatah siapa ya?? – anonymous..hehe). saat dia pamit dan aku melepaskan pelukanku, terasa ada yang hilang. Dengan gaya melankolis aku berpesan kepada suaminya “jagain dia ya”.. padahal ga aku pesan pastilah suaminya menjaganya hehe..

bagaimanapun dibalik rasa kehilanganku, aku senang dia telah menemukan kehidupan baru yang diimpikannya selama ini..semoga bahagia selalu ya Teh..forgive me for being your bad friend ;).

Kamis, 16 Oktober 2008

~ Am I a Feminist ?? ~

Beberapa minggu yang lalu saat temanku codri main ke rumah dia melihat ada beberapa kosmetik di kamarku saat itu dia langsung berkomentar “waduh jadi cewek beneran toh jeng sekarang” biasa aku jawab dengan selorohku “Ya iyalaah, mana mau suamiku kalau aku perempuan jadi-jadian hehe

belum lama waktu berselang Ana sahabatku juga punya komentar yang sama “kemajuan neh jadi cewek”. padahal beberapa jam setelah aku akad nikah beberapa bulan sebelumnya aku sempat di semprot sama Ana karena cara jalanku yang menurutnya ‘gagah’. “kamu itu loh jeng sudah pakai kebaya, kain, jalannya masih aja gagah, feminim sedikit napa”. aku hanya bengong, rasanya aku sudah feminim habis hari itu ;(

hari ini saat tidak ada kerjaan di kantor terfikir untuk cari artikel-artikel tentang kecantikan, ini bukan yang pertama kawan tapi sudah beberapa kali. aku jadi merenungkan kata-kata temanku di atas, kenapa aku jadi begitu ‘genit’ sekarang dan agak berbeda dengan aku yang dulu bahkan teman-temanku yang mendeteksinya.


***
Lebaran kemarin Dian main ke rumah mengalirlah cerita masa lalunya, ternyata aku sama dian punya background yang hampir sama yaitu ‘ex-feminist’. Dian bercerita bagaimana dia dulu sangat tidak ingin di kalahkan oleh laki-laki, bahkan sikapnya sangat di segani oleh teman-temanya bahkan teman-teman lelaki nya. definetly aku punya latar belakang yang tak jauh beda, meski aku tak bertampang sangar kepada makluk yang namanya laki-laki tapi dulu aku sangat anti jika di anggap lemah oleh laki-laki. sehingga aku selalu bertekad apa yang bisa di lakukan laki-laki harus bisa aku lakukan.aku akan sangat bangga jika bisa mandiri dan ‘bebas’ dari bantuan laki-laki dalam berbagai hal. aku sangat membenci ideology patriarchy.

aku tidak tahu pasti dari mana awal munculnya kefeministanku, bahkan menjadi penganut aliran Feminis radikal?, yang jelas dulu aku belum kenal dengan satupun tokoh feminist seperti Voltairine De Cleyre, Margaret Sanger, Carol Hanish apalagi Vandana Shiva. tetapi perasaan tidak suka di rendahkan laki-laki itu muncul begitu saja. bahkan aku ikut oleh raga beladiri waktu SMP dengan harapan agar laki-laki tidak berani ‘kurang ajar’ sama aku..hehe. hal ini juga mempengaruhi Film kegemaranku. dulu aku suka film-film action, film perang, apalagi kalau jagoannya perempuan, dan di jaman SMPku banyak sekali film-film mandarin yang ‘memuaskan’ nafsu feminisku ini. aku akan sangat geram ketika ada film tentang kekerasan terhadap perempuan, saat itu juga ingin rasanya aku melompat masuk ke kotak ajaib hitam itu dan menyelamatkan perempuan ‘lemah’ di dalamnya ;), aku juga tidak suka film-film romantis layaknya kebanyakan teman-tamanku saat itu.

Namun berselang waktu berjalan, perasaan ‘harus sama’ dengan laki-laki itu berangsur berkurang, apalagi semenjak aku mengenal lebih banyak tentang agamaku, banyak hal yang berubah dari style of performance sampai frame of thinking. aku mulai menikmati peranku sebagai seorang perempuan yang tidak harus ngotot ingin seperti laki-laki. aku mulai mau dibantu melakukan tugas-tugas yang menghargaiku sebagai perempuan. juga aku mulai bisa memaafkan ketika harus menyaksikan ‘kelemahan’ perempuan di layar-layar kaca. dan aku tak merasa itu sebagai beban bahwa aku harus meyadarinya. kesadaran itu seperti sebuah cahaya yang datang di lorong pemahamanku yang buram.

Tetapi semua itu tidak serta merta merubah semua paradigma kemaskulinanku. walaupun aku sudah menikmati peran perempuanku tetapi aku tetap sosok yang cuek dengan penampilan. aku ogah di bilang ‘kemayu’ karena melulu memperhatikan kecantikan. aku masih tidak suka kalau perempuan di hargai hanya karena kecantikannya. bagiku otak brilian dan kecantikan dalam (inner beauty) lebih aku hargai dari pada penampilan kasat mata, walaupun aku juga belum memiliki semuanya ;). juga aku tidak suka hal-hal yang riweh, ruwet, rame, seperti kebanyakan cewek sukai. aku suka hal yang simple, sederhana, minimalis tapi cool bo..!!(hehe). aku tidak tahu pasti apakah ini pertanda bahwa porsi ‘maskulin’ ku masih lebih banyak dari perempuan kebanyakan?. Hm..Could be :)

tapi hal positive yang ingin aku kabarkan, banyak hal yang mulai berubah setelah aku menikah, aku jadi lebih peduli dengan penampilanku, kesehatan kulitku, proporsional tubuhku, semua hal yang dulu lebih banyak kuacuhkan. aku jadi sering rajin cari informasi tentang kecantikan, bagaimana mengatasi kulit kering, memperindah rambut dsb. aku jadi menyesal kenapa tidak dari dulu aku lakukan ini?hehe. tetapi aku cukup bersyukur bahwa inilah salah satu hikmah pernikahanku, Aku mulai benar-benar menghayati ‘peranku’. yah aku senang teman, meski aku tak se ‘kemayu’ wanita kebanyakan, tetapi sikap maskulinku lambat laun semakin berkurang dan berganti dengan sikap-sikap femininku. aku tak lagi bersikeras membetulkan atap yang bocor, juga tak lagi bersikeras harus jago taekwondo, harus jadi pendekar wanita, dsb. tetapi aku lebih terobsesi saat ini untuk menjadi ibu yang lembut, cerdas, dan tentunya solehah dan menjadi pendamping terbaik untuk my beloved prince;)

aku yakin ini adalah bagian dari metamorphosis hidupku. tetapi itu bukan berarti bahwa aku mengaminkan kekerasan dan penindasan terhadap perempuan yang sekarang juga masih banyak terjadi di masyarakat, hal yang menjadi alasan pemberontakan kaum feminist. Gerakan feminist menganggap penindasan ini akibat bias gender atau konstruk sosial yang menganggap wanita lebih rendah dari laki-laki.

tentu saja aku menentang apapun bentuk kekerasan dan penindasan tidak hanya bagi wanita tetapi juga bagi seluruh manusia. tetapi aku tidak harus sealiran dengan mayoritas gerakan feminst dalam hal menginterpretasikan arti penindasan dan ketidak setaraan gender.

Feminisme liberal misalnya, Asumsi dasar mereka adalah bahwa kebebasan dan equalitas berakar pada rasionalitas oleh karena itu dasar perjuangan mereka adalah menuntut kesamaan kesempatan dan hak bagi setiap individu termasuk perempuan. Industrualisasi dan modernisasi adalah jalan untuk meningkatkan status perempuan, karena akan mengurangi ketidaksamaan biologis antara laki-laki dan perempuan.(Dr. Mansour Faqih – “Menyoal Feminisme”). pada porsi normal ini bisa di terima tetapi dalam kontek kekinian gerakan ini sering menuntut di atas batas proporsioanal.

atau feminisme Radikal yang menganggap ideology partriarki di mana lelaki di anggap memiliki kekuatan superior dan priveledge ekonomi adalah akar masalah perempuan (Eisentein, 1979, hal. 17). jargon mereka personal is political yang menjadi referensi untuk melakukan revolusi individu dengan merubah gaya hidup, pengalaman atau hubungan mereka sendiri.

atau Feminisme Marxis, yang menganggap penindasan perempuan adalah akibat akumulasi kapital dan divisi kerja dalam system kapitalis. gerakan ini tidak hanya merekomendasikan untuk memutuskan hubungan dengan system kapitalis tetapi yang radikal dalam tuntutan mereka adalah mentransformasikan urusan domestic seperti mengurus RT dan anak menjadi urusan industri. mengutip kalimat Engel “hanya jika urusan mengurus rumah tangga di transformasikan menjadi industri social, dan urusan menjaga dan mendidik anak menjadi urusan umum, maka perempuan akan mencapai equalitas sejati” (apa jadinya dunia?? ;) )

aku punya konsep dan paradigma berbeda tentang penindasan ataupun ketidak setaraan gender dengan mereka. misalnya ketika aku harus pergi di luar jadwal rutinku aku harus memberitahu sekaligus meminta izin pada suamiku, meski suamiku jauh. bagi sebagian besar feminist ini bisa di anggap hal yang merendahkan perempuan atau ketidaksetaraan gender. kenapa harus izin? sedang suami tidak wajib izin?. aku menerjemahkan izin tadi bukan bentuk penindasan atau perbedaan gender tetapi aku lebih melihat pada substansi yang mengantisipasi hal-hal setelahnya. misalnya keselamatanku. suamiku biasanya tidak mengizinkan karena alasan keselamatan bukan karena ingin membatasi gerakku sebagai wanita. juga dalam hal pekerjaan domestic, aku wanita pekerja tapi tidak keberatan meski aku harus juga memasak, mencuci, atau mengerjakan pekerjaan lain. aku tidak menganggap ini sebagai double burden (red: beban ganda). karena bekerja adalah pilihanku, sedang mengurus rumah tangga menurutku juga tanggung jawabku (meski dalam tataran fiqih hal ini hanya di hukumi mubah). hanya saja aku akan bekerja sama dengan suamiku meski dalam ranah domestik. jadi dalam RT kedudukan kita sebenarnya bukan the dominator dan the dominee tetapi, we are a couple, we are a team yang harus bekerja sama untuk mensukseskan cita-cita team kita, dalam hal ini adalah visi keluarga. kedudukan kita adalah saling melengkapi kekurangan satu sama lain, bukan mendominasi atau di dominasi yang lain.

namun aku juga tidak menafikkan realita, bahwa banyak konstruk sosial yang merugikan perempuan berperan di ranah ini, misalnya ada suatu adat, budaya atau pandangan masyarakat yang melarang seorang suami membantu istrinya dalam urusan dapur, ada juga suami yang menganggap bahwa tugas ini mutlak hanya tugas istri sehingga dia merasa gengsi jika harus membantu istrinya dalam urusan domestik. disinilah sering seorang istri mengalami double burden tadi, ketika dia harus bekerja karena membantu memenuhi nafkah keluarga, di samping itu semua tugas rumah mutlak menjadi tanggung jawabnya. padahal rosul kita Muhammad SAW tak pernah enggan membantu istri-istrinya di dapur, beliau bahkan biasa menjahit bajunya sendiri, memperbaiki sandalnya, dsb. Rosulullah SAW mengerjakan apa yang beliau sanggup kerjakan meskipun itu di ranah domestik.
juga masih ada budaya masyarakat yang menganggap wanita memanglah makluk domestic yang melarang sama sekali untuk berperan di ranah public. bahkan masih ada seorang suami yang menganggap istrinya hanya sebagai ‘pembantu’ di rumah, hal-hal seperti ini juga rawan sebagai pemicu kekerasan dalam rumah ತಂಗ್ಗ.

aku setuju dengan pandangan tentang feminismenya dr.Muhammad Tohir dalam analisis Gender dengan pendekatan Biomediknya, yang menegaskan bahwa peran Gender tidak akan bisa lepas dari Sex (jenis kelamin). secara kodrati wanita diciptakan dengan struktur tubuh, baik secara fisik, biologis maupun psikologis berbeda dengan laki-laki ini sudah menjadi konstitusi ilmiah (sunatullah). itulah alasanyanya pembagian peran, misalnya laki-laki diciptakan dengan fisik yang lebih kuat untuk melindungi (bukan menguasai) perempuan. dan wanita di ciptakan lebih lembut sebagai penyeimbangnya. dari sini juga menjadi akar lahirnya perbedaan yang di anggap sebagian golongan tidak adil dalam hukum islam. seperti hukum waris, kepemimpinan, dst.

beliau mengatakan dalam akhir tulisannya ” Tidak boleh melawan sunatullah perempuan tetapi salah bila menganggap peran reproduksi sebagai kepasrahan untuk dibebani dengan peran-peran domestik yang berlebihan sekaligus menutup kesempatan peran-peran sosial yang lebih terhormat. Di butuhkan kearifan dan keikhlasan untuk mencari titik-titik keseimbangan yang proporsional. Proporsional dalam feminisme adalah esensial. Gerakan feminis yang terlalu emosional, tidak realistis dan penuh subyektifitas akan mudah keluar dari rel proporsional” (Menyoal Feminisme, hal.96)

Selasa, 14 Oktober 2008

~ Seroja ~

Tahukah kawan, bahwa kesukaan kitapun bisa bermetamorphosis ;) aku dulu sangat suka dengan lagu-lagunya Linkin Park, Evanescence, Dido, kemudian beralih ke Izzis, Ar ruhul Jadid dan sekelasnya
dan...
sekarang aku lagi gandrung dengan lagu ini ’Seroja’ , setiap aku mendengarnya aku tersenyum-senyum terbayang Mahar saat di film laskar pelangi sedang menyanyikannya ;)

di bawah ini liriknya..indah bukan? ;)

Seroja
Mari menyusun seroja, bunga seroja
hiasan sanggul remaja puteri remaja
rupa yang elok di manja jangan di manja
pujalah ia sekadar, sekadar saja

mengapa engkau bermenung
oh adek berhati bingung
(2x)

jangan kau percaya asmara
dengan asmara
(2x)

sekarang bukan bermenung
zaman bermenung
(2x)

Marilah kita bersama
memetik bunga
(2x)

~ gugusan cahaya duniaku ~

ku tengarai langkah dalam pijakan waktu
melirik segores impian terlantar dalam kutub asa
pernah ku mengagumi, penuh di pojok kalbu
meski tak kuasa menyapa secercah cerah
terpuruk dalam lena, tertutup dalam nyata.

tak pernah rela ku surut langkah
menatap gugusan cahaya di mata duniaku
menggulung risau, perih dari singgasananya
namun, detik itu pernah sangat lambat
mencari ulang asa di belantara nestapa

hingga kelana masih harus terbentang
menantiku dalam kembara panjang
menemaniku dengan berbagai kisah
meski berulang aku luluh
begitu naif mengejewantahkan nyataku
begitu perih mendewakan inginku
Ah...aku tak kan menyerah

~ World Financial Crisis ~


Nowadays, US is struck by severe Financial Crisis which is caused by the paralysis in credit market translated into intense turmoil in the stock markets. But some sources said that the crisis is actually caused by a huge demand of fund to cost the war declared by US leader, Such as war in Iraq, Afghanistan, and Lebanon.

US President George W Bush invited all countries specially the most influential countries in ruling World dynamics of economy, to do everything possible to halt the biggest market disruption since the great depression.

“In an interconnected world, no nation will gain by driving down the fortunes of another," Bush said. "We are in this together. We will come through it together."

Above words seem to be funny when it’s yelled by Bush, if we remember his ‘independent opinion’ to invaded Iraq or other countries that wasn’t in line with his Ideology. Had he listened to the world and not gone alone to Iraq, Afghanistan or Lebanon?

Unfortunately the crisis is spreading out all around the world, including Indonesia. Rupiah has weakened since the last Friday where our president ordered to suspend Indonesia Stock Market and it lasted three days. Today $US 1 is still equal to more than IDR 10.000.

However, our government calmed down us by saying that we shouldn’t be panic because the crisis is still under control and it is definitely different to 1997 severe monetary crisis.
We hope that the Crisis will not strike our country any longer. If it happens to Bush’s ‘house’, it may teach Bush to taken down a peg. ;)


Kamis, 09 Oktober 2008

~ Laskar Pelangi, The Movie ~

Setelah rencanaku nonton Laskar pelangi dengan teman-teman Britzone ESC-ku tertunda sebelum Ramadan yang lalu, akhirnya tergapai juga cita-citaku untuk menyaksikan film ini bersama teman-teman kost ku –ana, alvi, dan ulin. kami nonton di bioskop 21 Blok M Plaza

Awalnya kami berencana untuk nonton jam 19.00, tetapi ketika kami mencari tiket setelah lebih dulu sholat magrib ternyata tiket telah habis untuk film yang di putar jam 19.00. dan sebagai penggantinya kami harus mengambil pilihan film yang di putar jam 21.00, sempat ragu dan bingung tetapi setelah bernegosiasi dengan suami dan diizinkan akhirnya akupun jadi nonton. ;)

dari awal akulah yang paling antusias mengajak teman-temanku ini untuk nonton, karena aku sangat menyukai Novelnya, sedang teman-temanku ini belum pernah membaca Novelnya, mereka nonton karena hasil provokasiku. Tetapi setelah menonton Filmnya mereka tampak puas dan tertarik untuk membaca novelnya.

Tak satu scene pun ingin aku lewatkan dalam film ini, itulah azamku dari sebelum masuk bioskop ;). hingga aku begitu khidmat menanti detik demi detik di putarnya film dari novel karya penulis favorite ku Andrea Hirata.

film ini berdurasi sekitar 2 jam 15 menit yang berusaha menampilkan isi cerita dari novel Laskar pelangi. aku cukup takjub melihat film ini, karena menurutku sutradara cukup cerdas dalam memilih scene yang esensial dalam pengembaraan ‘dilematis’ dari sekian banyak scene yang harus di tampilkan. di samping itu sutradarapun berhasil menemukan tokoh-tokoh yang hidup dalam film ini. aku sangat terkesan justru pada tokoh2 laskar pelangi kecil kecil, yang menurutku cukup merepresentasikan tokoh aslinya dalam Novel. anak-anak ini cukup pandai menghayati perannya, kemungkinan karena film ini di cover dengan bahasa dan budaya mereka (red: belitong) yang membuat mereka lebih mudah membaur dalam karakter-karakter yang di perankan.

seperti kebanyakkan film yang menggantikan kehadiran novel untuk menjadikannya ‘hidangan’ di layar kaca, Film inipun tak pelak harus mereduksi ataupun mengimprovisasi cerita aslinya. karena memang tidak mudah merepresentasikan sebuah novel dalam sebuah film. Ada pilihan-pilihan dilematis yang harus di pilih sutradara karena keterbatasan waktu untuk meng-cover seluruh isi cerita selain keterbatasan lainnya. Dan dilematis ini telah di akhiri dengan ‘cerdas’ oleh sutradara muda Riri Reza dengan tidak menghilangkan esensi dari film tersebut meskipun di reduksi atau di improvisasai beberapa bagian ceritanya. di sini akan aku paparkan beberapa bagian yang cerita dari novel yang di reduksi atau di improvisasi dalam film ini, beserta asumsiku alasan ‘peng-editan’ tersebut.

1. kisah cinta Ikal dan Aling.
dalam cerita novel, Aling memberikan hadiah kepada Ikal sebelum dia pergi meninggalkan belitong. Hadiah itu berupa sebuah buku tentang cerita negeri bernama Edensor. dalam film ini sutradara menggantikan pemberianAling itu dengan sebuah kotak kaleng dengan gambar menara Eiffel di sisi atasnya. pada satu scene ketika Ikal sedang bertanya tentang gambar di kotak itu kepada lintang sang jenius, dia menerangkan bahwa gambar itu adalah gambar menara Eiffel yang ada di paris, perancis. dari situ sutradara membangun cerita bahwa ikal mendapat inspirasi tentang mimpinya pergi ke negeri perancis dari hadiah tersebut. padahal sebenarnya inspirasi tentang perancis menurut novelnya di hembuskan oleh guru sastranya Pak Balian, yang di novel ini di tiadakan dan diganti dengan munculnya tokoh pak Bakri.

memang sedikit kecewa dengan reduksi dan sedikit rekonstruksi cerita ini, tetapi aku melihat beberapa sisi positif dari hasil reduksi dan rekonstruksi ini. pertama dari sisi make sense yang ingin lebih di kedepankan oleh sutradara. setting cerita ini adalah daerah belitong tahun 1970. seperti kita ketahui Belitong adalah daerah pedalaman yang jauh dari kata modern apalagi di tahun tujuh puluhan. buku Edensor yang di dalam novel di berikan kepada Ikal, mungkin terlalu ‘elit’ untuk anak belitong sekelas Aling dan ikal. mungkin secara logika kasar kita bisa merunut, mungkinkah anak seusia Aling (usia antara 9 – 10 thn) mempuanyai buku sekeren Edensor? dari mana Aling bisa mendapat buku itu di daerah pedalaman seperti belitong?. hal ini mungkin jika settingnya tahun 2000-an tetapi jika keberadaan ini di tahun tujuh puluhan di tanah belitong pula, akan terkesan agak nonsense. atas nama alasan itu makanya cerita ini sedikit di ganti. tetapi ini hanya asumsiku saja.

2. Tokoh pak Balian
begitu juga dengan pak Balian seorang guru bahasa indonesia di SD Muhammadiyah di tempat Ikal dan teman-teman Laskar pelangi bersekolah dalam cerita novelnya adalah sosok yang menginspirasi kota paris pada Ikal dan Arai (lebih dalam tentang cerita ini ada di novel kedua ‘sang pemimpi’). pak Balian selalu memberikan semangat kepada Murid-muridnya untuk menuntut ilmu sampai di Universitas Sorbonne Perancis. dan dari sanalah Ikal dan Arai terinspirasi hingga akhirnya berhasil menjejakkan kaki di altar Sorbonne. cerita ini di hilangkan,kemungkiann dengan alasan yang sama. mungkinkah di sekolah yang demikian sederhana (SD Muhammadiyah Belitong) bisa muncul sosok yang begitu Modernist (setidaknya perancis adalah lambang modernisasi) di tahun tujuh puluhan?. dan mungkinkah pelajaran tentang sastra yang akhirnya menginspirasi Unversitas perancis di ajarkan untuk anak-anak SD di pedalaman itu?. menurut asumsiku issues inilah yang ingin di tackle oleh sutradara dengan menghadirkan cerita yang berbeda.

3. Teori warna dan percobaan cincin Newton
rekonstruksi serupa juga terjadi di cerita cerdas cermat di mana Lintang tokoh Genius dalam laskar pelangi ini berhasil menjawab soal-soal fisika tingkat tinggi selevel SMA, atau bahkan Universitas. Dalam cerita novel Lintang sempat berdebat dengan seorang Guru dari SD PN Timah tentang teori warna dan Percobaan Cincin Newton. dalam film cerita ini diganti dengan scene di mana lintang menjawab sebuah soal matematika berbentuk cerita tentang hubungan Jarak, Waktu dan kecepatan dengan angka decimal yang complicated untuk ukuran anak SD. Jawabannya yang di salahkan oleh Juri, tetapi kemudian justru di bela oleh pak Mahmud seorang guru dari SD PN, karena memang jawaban Lintang benar. selain kesan “make sense” yang ingin di bangun tampaknya sutradara juga ingin memberi kesan ‘manis’ pada semua guru di film ini.


4. Meninggalnya pak Harfan
scene yang di munculkan sebagai hasil improvisasi adalah meninggalnya pak Harfan kepala sekolah SD Muhammadiyah. Aku melihat di hadirkannya scene ini untuk menguatkan pesan yang di sampaikan pak Harfan sebelumnya yaitu “hiduplah untuk sebanyak-banyak memberi bukan sebanyak-banyak menerima” ini di ulangi dua kali dalam film ini. juga meneguhkan perjaungan seorang bu Muslimah – guru yang sangat tulus, dan tegar dalam perjuangannya mendidik anak-anak miskin di belitong.

5. munculnya tokoh pak Zulkarnaen dan Pak Bakri
dalam film ini juga muncul tokoh-tokoh baru seperti pak Zulkarnaen danpak Bakri. penambahan tokoh ini konon menurut sutradaranya-Mira Lesmana hanya untuk menambah nilai dramanya. menurut Bu Muslimah (tokoh dalam kisah nyata) tokoh Pak Zulkarnaen ini ada di kisah nyata-nya yaitu seorang yang sering memberikan sumbangan beras untuk guru di SD Muhammadiyah Belitong.

selain itu, ada juga beberapa scene yang di hilangkan yang sebenernya pingin sekali aku lihat, seprti scene ketika Mahar dan gank nya melakukan perjalanan ke pulau lanung, di tengah laut perahu mereka hampir ditelan ombak, karena badai yang datang tiba-tiba. badai itu berlalu setelah salah seorang dari anggota ekspedisi ini (aku agak lupa siapa yang adzan ya ;)) mengumandangkan adzan. kemungkinan sutradara kesulitan membuat scene ini sehingga di hilangkan ;)

juga scene setelah karnaval laskar pelangi nyebur ke rawa karena gatal yang di sebabkan oleh kalung yang di pakai mereka. yang semua itu adalah ‘kejahatan terencana’ Mahar, sang seniman yang eksentrik. padahal kalau di tampilkan di jamin aku akan tertawa lebih keras kemarin (hehe).

memang sebuah film tidak mungkin memenuhi harapan seluruh pemirsa apalagi film yang diangkat dari sebuah novel best seller dengan jutaan penggemar yang fanatik. tentu akan punya harapan yang berbeda dan dilingkupi harapan kesempurnaan seperti novelnya. tetapi kehebatan film ini dibalik kekurangannya adalah tetap bisa merepresentasikan esensi dari novel aslinya meski mereduksi atau mengimprovisasi cerita aslinya. meski ada bagian yang menurutku cukup penting di hilangkan, yaitu bagian perjuangan Ikal sebelum berhasil meraih - happy ending yaitu Berangkat ke Universitas Sorborne.

di film ini hanya di tampilkan ketika Ikal pulang ke Belitong untuk menghadiri launcing buku karya Mahar itupun di tampilkan dalam bentuk dialog, sekaligus mengabarkan keberhasilannya mendapat beasiswa ke perancis. sedang lintang tetap menjadi buruh namun di ‘permanis’ pesannya dengan menghadirkan anak lintang sebagai penerus kejeniusannya.

Overall, aku cukup puas nonton film ini bahkan dari awal sampai akhir seperti di aduk-aduk gejolak emosionalku, sering tertawa, tapi ada juga scene yang ingin menggerakkan syaraf mataku untuk menangis ;). Seperti Novelnya film inipun menyampaikan hikmah yang banyak dan pesan yang dalam. Pesan yang terkuat ingin di sampaikan dalam novel ini adalah, bahwa pendidikan yang berkualitas bukanlah pendidikan yang berbasis pendekatan materi tetapi pendidikan yang berbasis pendekatan moral yang diberikan dengan ‘hati’ dari para pendidiknya.

menurutku film ini tetap sebuah fabulous Work.

Senin, 06 Oktober 2008

~ My “Should be” Idea ~

In our last meeting (before Lebaran), our conductor in Britzone Class (I forget his name, sorry for that ;) ) chose “Self Identity” as our discussion theme.

I came at 11.15..Hm..a bit late, but still got brief introduction about the theme. firstly The conductor told the story of Prophet Yusuf (May Peace be upon Him) and the legend of Narcissus as the gate to bridge the discussion. After giving introduction, the conductor asked the participants to answer a question “Who am I?. As ussual, we were divided into groups, to found the answer and presented before other groups.

Since the beginning I thought that the theme was rather ambiguous, as talking about self Identity will come to the wide ranges of point of views. It can be seen from many sides, such as psychological, philosophical, sociological, or spiritual side.

So do with the question, the answer will depend on the situation when the question needing the answer. For example, when we walk in interview, the Interviewer frequently has us to answer the same questions “who are you? “ even though the redactions are may varied. We usually will start the answer by telling our name, our educational background, our hobby, our previous job and so on. Then, when you are sitting in your philosophical, or psychological class when your lecturer ask you to answer the same question, I bet that you will answer the question base on the pile of theories as your reference before going straight forward to your answer, and the answers of those two situation will completely different.

Most of us in the class answered the above question by mentioning our personal traits, like characters, hobbies, and so on

In the last session before making some reviews the conductor conveyed the reason why he chose the theme. He wanted to remind us to our existence in this world that is not exist by ourselves but because of a thing or something creates us, that is our God, Allah SWT. He analogized the identity with the possession, “suppose you have a bag, than the bag will refer to yours, because the bag is yours. We can apply the same analogy with us, if we say ‘I or me” it should be refer to “Who has me, or who creates me”.

The conclusion actually reminded me to the last lesson given by my mentor Ust Hasan in my TS Training. He also said that the right answer of the question “Who am I? “ is that we are nothing but God’s Creature and servant.

In this discussion, I once thought that way, but because I was confused by the range of discussion, so I just followed others’ ideas, and had the same answer, but I felt so regretful after that, because I couldn’t stand for my ‘should be’ Idea.

~ Eid Mubarak ~



Dear Bloggers…

Met hari raya Idul Fitri…

Smoga Allah SWT berkenan menerima amal ibadah kita selama bulan Ramadhan dan masih mengizinkan kita bertemu dengan Romadhan yang akan datang ...Amiin

Taqobalallahu minna wa minkum, Minal aidin wal faidzinMohon maaf lahir Bathin