Kamis, 09 Oktober 2008

~ Laskar Pelangi, The Movie ~

Setelah rencanaku nonton Laskar pelangi dengan teman-teman Britzone ESC-ku tertunda sebelum Ramadan yang lalu, akhirnya tergapai juga cita-citaku untuk menyaksikan film ini bersama teman-teman kost ku –ana, alvi, dan ulin. kami nonton di bioskop 21 Blok M Plaza

Awalnya kami berencana untuk nonton jam 19.00, tetapi ketika kami mencari tiket setelah lebih dulu sholat magrib ternyata tiket telah habis untuk film yang di putar jam 19.00. dan sebagai penggantinya kami harus mengambil pilihan film yang di putar jam 21.00, sempat ragu dan bingung tetapi setelah bernegosiasi dengan suami dan diizinkan akhirnya akupun jadi nonton. ;)

dari awal akulah yang paling antusias mengajak teman-temanku ini untuk nonton, karena aku sangat menyukai Novelnya, sedang teman-temanku ini belum pernah membaca Novelnya, mereka nonton karena hasil provokasiku. Tetapi setelah menonton Filmnya mereka tampak puas dan tertarik untuk membaca novelnya.

Tak satu scene pun ingin aku lewatkan dalam film ini, itulah azamku dari sebelum masuk bioskop ;). hingga aku begitu khidmat menanti detik demi detik di putarnya film dari novel karya penulis favorite ku Andrea Hirata.

film ini berdurasi sekitar 2 jam 15 menit yang berusaha menampilkan isi cerita dari novel Laskar pelangi. aku cukup takjub melihat film ini, karena menurutku sutradara cukup cerdas dalam memilih scene yang esensial dalam pengembaraan ‘dilematis’ dari sekian banyak scene yang harus di tampilkan. di samping itu sutradarapun berhasil menemukan tokoh-tokoh yang hidup dalam film ini. aku sangat terkesan justru pada tokoh2 laskar pelangi kecil kecil, yang menurutku cukup merepresentasikan tokoh aslinya dalam Novel. anak-anak ini cukup pandai menghayati perannya, kemungkinan karena film ini di cover dengan bahasa dan budaya mereka (red: belitong) yang membuat mereka lebih mudah membaur dalam karakter-karakter yang di perankan.

seperti kebanyakkan film yang menggantikan kehadiran novel untuk menjadikannya ‘hidangan’ di layar kaca, Film inipun tak pelak harus mereduksi ataupun mengimprovisasi cerita aslinya. karena memang tidak mudah merepresentasikan sebuah novel dalam sebuah film. Ada pilihan-pilihan dilematis yang harus di pilih sutradara karena keterbatasan waktu untuk meng-cover seluruh isi cerita selain keterbatasan lainnya. Dan dilematis ini telah di akhiri dengan ‘cerdas’ oleh sutradara muda Riri Reza dengan tidak menghilangkan esensi dari film tersebut meskipun di reduksi atau di improvisasai beberapa bagian ceritanya. di sini akan aku paparkan beberapa bagian yang cerita dari novel yang di reduksi atau di improvisasi dalam film ini, beserta asumsiku alasan ‘peng-editan’ tersebut.

1. kisah cinta Ikal dan Aling.
dalam cerita novel, Aling memberikan hadiah kepada Ikal sebelum dia pergi meninggalkan belitong. Hadiah itu berupa sebuah buku tentang cerita negeri bernama Edensor. dalam film ini sutradara menggantikan pemberianAling itu dengan sebuah kotak kaleng dengan gambar menara Eiffel di sisi atasnya. pada satu scene ketika Ikal sedang bertanya tentang gambar di kotak itu kepada lintang sang jenius, dia menerangkan bahwa gambar itu adalah gambar menara Eiffel yang ada di paris, perancis. dari situ sutradara membangun cerita bahwa ikal mendapat inspirasi tentang mimpinya pergi ke negeri perancis dari hadiah tersebut. padahal sebenarnya inspirasi tentang perancis menurut novelnya di hembuskan oleh guru sastranya Pak Balian, yang di novel ini di tiadakan dan diganti dengan munculnya tokoh pak Bakri.

memang sedikit kecewa dengan reduksi dan sedikit rekonstruksi cerita ini, tetapi aku melihat beberapa sisi positif dari hasil reduksi dan rekonstruksi ini. pertama dari sisi make sense yang ingin lebih di kedepankan oleh sutradara. setting cerita ini adalah daerah belitong tahun 1970. seperti kita ketahui Belitong adalah daerah pedalaman yang jauh dari kata modern apalagi di tahun tujuh puluhan. buku Edensor yang di dalam novel di berikan kepada Ikal, mungkin terlalu ‘elit’ untuk anak belitong sekelas Aling dan ikal. mungkin secara logika kasar kita bisa merunut, mungkinkah anak seusia Aling (usia antara 9 – 10 thn) mempuanyai buku sekeren Edensor? dari mana Aling bisa mendapat buku itu di daerah pedalaman seperti belitong?. hal ini mungkin jika settingnya tahun 2000-an tetapi jika keberadaan ini di tahun tujuh puluhan di tanah belitong pula, akan terkesan agak nonsense. atas nama alasan itu makanya cerita ini sedikit di ganti. tetapi ini hanya asumsiku saja.

2. Tokoh pak Balian
begitu juga dengan pak Balian seorang guru bahasa indonesia di SD Muhammadiyah di tempat Ikal dan teman-teman Laskar pelangi bersekolah dalam cerita novelnya adalah sosok yang menginspirasi kota paris pada Ikal dan Arai (lebih dalam tentang cerita ini ada di novel kedua ‘sang pemimpi’). pak Balian selalu memberikan semangat kepada Murid-muridnya untuk menuntut ilmu sampai di Universitas Sorbonne Perancis. dan dari sanalah Ikal dan Arai terinspirasi hingga akhirnya berhasil menjejakkan kaki di altar Sorbonne. cerita ini di hilangkan,kemungkiann dengan alasan yang sama. mungkinkah di sekolah yang demikian sederhana (SD Muhammadiyah Belitong) bisa muncul sosok yang begitu Modernist (setidaknya perancis adalah lambang modernisasi) di tahun tujuh puluhan?. dan mungkinkah pelajaran tentang sastra yang akhirnya menginspirasi Unversitas perancis di ajarkan untuk anak-anak SD di pedalaman itu?. menurut asumsiku issues inilah yang ingin di tackle oleh sutradara dengan menghadirkan cerita yang berbeda.

3. Teori warna dan percobaan cincin Newton
rekonstruksi serupa juga terjadi di cerita cerdas cermat di mana Lintang tokoh Genius dalam laskar pelangi ini berhasil menjawab soal-soal fisika tingkat tinggi selevel SMA, atau bahkan Universitas. Dalam cerita novel Lintang sempat berdebat dengan seorang Guru dari SD PN Timah tentang teori warna dan Percobaan Cincin Newton. dalam film cerita ini diganti dengan scene di mana lintang menjawab sebuah soal matematika berbentuk cerita tentang hubungan Jarak, Waktu dan kecepatan dengan angka decimal yang complicated untuk ukuran anak SD. Jawabannya yang di salahkan oleh Juri, tetapi kemudian justru di bela oleh pak Mahmud seorang guru dari SD PN, karena memang jawaban Lintang benar. selain kesan “make sense” yang ingin di bangun tampaknya sutradara juga ingin memberi kesan ‘manis’ pada semua guru di film ini.


4. Meninggalnya pak Harfan
scene yang di munculkan sebagai hasil improvisasi adalah meninggalnya pak Harfan kepala sekolah SD Muhammadiyah. Aku melihat di hadirkannya scene ini untuk menguatkan pesan yang di sampaikan pak Harfan sebelumnya yaitu “hiduplah untuk sebanyak-banyak memberi bukan sebanyak-banyak menerima” ini di ulangi dua kali dalam film ini. juga meneguhkan perjaungan seorang bu Muslimah – guru yang sangat tulus, dan tegar dalam perjuangannya mendidik anak-anak miskin di belitong.

5. munculnya tokoh pak Zulkarnaen dan Pak Bakri
dalam film ini juga muncul tokoh-tokoh baru seperti pak Zulkarnaen danpak Bakri. penambahan tokoh ini konon menurut sutradaranya-Mira Lesmana hanya untuk menambah nilai dramanya. menurut Bu Muslimah (tokoh dalam kisah nyata) tokoh Pak Zulkarnaen ini ada di kisah nyata-nya yaitu seorang yang sering memberikan sumbangan beras untuk guru di SD Muhammadiyah Belitong.

selain itu, ada juga beberapa scene yang di hilangkan yang sebenernya pingin sekali aku lihat, seprti scene ketika Mahar dan gank nya melakukan perjalanan ke pulau lanung, di tengah laut perahu mereka hampir ditelan ombak, karena badai yang datang tiba-tiba. badai itu berlalu setelah salah seorang dari anggota ekspedisi ini (aku agak lupa siapa yang adzan ya ;)) mengumandangkan adzan. kemungkinan sutradara kesulitan membuat scene ini sehingga di hilangkan ;)

juga scene setelah karnaval laskar pelangi nyebur ke rawa karena gatal yang di sebabkan oleh kalung yang di pakai mereka. yang semua itu adalah ‘kejahatan terencana’ Mahar, sang seniman yang eksentrik. padahal kalau di tampilkan di jamin aku akan tertawa lebih keras kemarin (hehe).

memang sebuah film tidak mungkin memenuhi harapan seluruh pemirsa apalagi film yang diangkat dari sebuah novel best seller dengan jutaan penggemar yang fanatik. tentu akan punya harapan yang berbeda dan dilingkupi harapan kesempurnaan seperti novelnya. tetapi kehebatan film ini dibalik kekurangannya adalah tetap bisa merepresentasikan esensi dari novel aslinya meski mereduksi atau mengimprovisasi cerita aslinya. meski ada bagian yang menurutku cukup penting di hilangkan, yaitu bagian perjuangan Ikal sebelum berhasil meraih - happy ending yaitu Berangkat ke Universitas Sorborne.

di film ini hanya di tampilkan ketika Ikal pulang ke Belitong untuk menghadiri launcing buku karya Mahar itupun di tampilkan dalam bentuk dialog, sekaligus mengabarkan keberhasilannya mendapat beasiswa ke perancis. sedang lintang tetap menjadi buruh namun di ‘permanis’ pesannya dengan menghadirkan anak lintang sebagai penerus kejeniusannya.

Overall, aku cukup puas nonton film ini bahkan dari awal sampai akhir seperti di aduk-aduk gejolak emosionalku, sering tertawa, tapi ada juga scene yang ingin menggerakkan syaraf mataku untuk menangis ;). Seperti Novelnya film inipun menyampaikan hikmah yang banyak dan pesan yang dalam. Pesan yang terkuat ingin di sampaikan dalam novel ini adalah, bahwa pendidikan yang berkualitas bukanlah pendidikan yang berbasis pendekatan materi tetapi pendidikan yang berbasis pendekatan moral yang diberikan dengan ‘hati’ dari para pendidiknya.

menurutku film ini tetap sebuah fabulous Work.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Sayang ya aq nggak bisa menemanimu say? Abis nontonnya pas kk nggak ada hiks..hiks

Anonim mengatakan...

nanti kita nonton lagi sayang klo kkpulang, tapi nontonnya di rumah hehe, (krn udah ga beredar di bioskop :) )

tapi tenang say, sekarang dah muali di rili film dari novel kedua:sang pemimpi, kemungkinan launcing 2009, jadi kita bisa nonton bareng, gmn? :)

Anonim mengatakan...

BUKAN PAK BALIAN
TAPI PAK BALIA
EMANG BEDA BANGET
YANG NAMANYA NOVEL SAMA FILM
KALAU FILM KAN DEMI MENGEJAR KEUNTUNGAN
AKU JUGA UDAH BACA 4 NOVEL LASKAR PELANGI DARI JAMAN KULIAH DULU

DAN SEDIH BANGET KETIKA CINTA IKAL
TAK DI RESTUI BAPAKNYA, NGAPAIN JAUH2 KELILING EROPA DAN AFRIKA DENGAN NGAMEN JADI PATUNG DUYUNG
CUMA UNTUK BERTEMU ALING

MAKANNYA PELAJARAN NOMOR 1 MENURUT SAYA KETIKA SELESAI MEMBACA NOVEL TERSEBUT ADALAH. JANGAN PERNAH MENGUKIR NAMAMU DAN NAMA KEKASIHMU DENGAN GAMBAR HATI YANG BESAR DI VENESIA, TEMPAT SHAKSPARE BIKIN KISAH ROMEO AND JULIET

DAN PENYAKIT GILA YANG KE 44 ADALAH TERLALU FANATIK SAMA NOVEL BISA BUAT KAMU DI JAUHIN. KARENA KETIKA KITA GENCAR2 BILANG BAHWA FILM YANG KITA TONTON TERNYATA BEDA SAMA NOVELNYA. TEMAN KITA AKAN BILANG "MANA GUA NGERTI NOVELNYA GUA BELUM PERNAH BACA"

ADD GUA DI FRIENDSTER ZXONK@YAHOO.COM
SALAM