Rabu, 28 Mei 2008

Ijinkan

Ijinkan aku…
bercerita tentang ragam rasa yang menghujam
dalam nuansa yang sulit ku terjemahkan
lebampun seperti hiasan di relung hati
saat gulir waktu tak mampu lagi ku hentikan

Ijinkan aku
menoreh sebait kata..
akan hati yang bertanya
tentang jiwa yang meronta...

Hanya buah keikhlasan yang ingin ku berikan
pada setiap detik langkah
pada setiap hela nafas
pasti tak akan sia-sia
meski tak sempurna

Ijinkan ku titipkan pesanku
melalui jaring mentari yang menghujam bumi
melalui kicau burung yang bernyanyi riang
melalui riak gelombang yang manggulung
aku pergi…

Senin, 26 Mei 2008

Menelusuri asal usulku (??)

mataku masih tertuju pada surat2 yang di jajar ibuku, salah satunya ada kartu keluarga, dengan reflek aku ambil kartu itu, mataku langsung menuju pada sebuah nama, siapa lagi klo bulan namaku Diajeng Roro Sri Mulyani (hehe lagi narsis neh J). di sebelahnya tetera tanggal lahir 3 Juli 1981, sekejap ku terbelalak kaget menatap angka2 itu, setahuku tanggal lahirku 28 februari tentang tahun emang Ibuku dah dari dulu memberi tahu klo Tahun ku di rekayasa / di katrol waktu pendaftaran masuk SD.

aku langsung Tanya sama Ibuku “Mak (panggilan untuk Ibuku)..ini Mak dapet tanggal dari mana? koq aku lahir 3 juli, padahal aku ulang tahun 28 februari. “
Nah itu tanggal lahir kamu yang ada di data kelurahan. Lah kamu dapet dari mana tanggal 28 Februari?? “ Gubraggg…!!!! berarti selama ini Ibu ku tidak pernah membaca Ijazahku yang berjejar dari SD sampai Sarjana?? (emang dari lulus SD aku sekolah dan tinggal jauh dari Ibuku, sehingga Ibuku ga pernah lihat Ijazahku ಜ)
***
Guys.. ada ga yang nonton acara Kick Andy di Metroteve waktu Guest Star nya Bpk. Dahlan Iskan sang empunya Koran Jawa Pos? tau ga seh klo beliau ini sama sekali ga tahu kapan hari dan bulan lahirnya? jadi data yang beliau pakai sampai sekarang itu rekayasa. Bagaimana ceritanya?? ceritanya orang tuanya dulu menulis tanggal lahir anak2nya di balik pintu lemari, nah suatu ketika tuh lemari di jual, jadi ya hilang begitu saja, karena ga ada surat kelahiran atau akte.

ga beda jauh dengan ceritaku, klo cerita Ibuku surat kelahiranku dulu di kumpulkan dengan surat nikah Ortuku dan di taruh di sebuah kotak kayu, dan ternyata surat2 itu habis di makan rayap (kayak jaman Majapahit ya kekeke), tak tersisa sedikitpun. sejak itulah aku kehilangan satu2nya bukti konkrit dan paling akurat ttg tanggal kelahiranku. dan ibuku tidak ingat luar kepala tanggal lahir ku yang beliau inget Cuma tahunnya. sehingga waktu daftar sekolah di datalah tanggal lahirku 28 februari 1979. ini dua penyimpangan sekaligus yang pertama tanggal yang di rekayasa, yang kedua tahun yang di katrol. konon aku masuk sekolah itu dari umur 4 tahun, waktu itu masih ikut2an anak Tk tapi kata guruku yang namanya pak Taryo aku cukup cerdas (hehe..Narsis lagi) tuk bisa mengikuti pelajaran sehingga Pak taryo ini menganjurkan agar aku di masukkan daftar aja tetapi umurnya di katrol. al hasil tahun yang harusnya 1981 jadi 1979

Nah bagaimana dengan tanggal 3 juli itu? aku terbengong2 bagaimana ibuku dapat data itu, hampir tak percaya aku kira sudah tidak ada lagi data yang bisa kulacak untuk menemukan tanggal kelahiranku yang sebenarnya. ternyta masih ada. mau tahu di mana?? di data kelurahan. yaitu dari data Kartu keluarga yang di simpan di kelurahan. Kartu keluarga yang di perbaharui oleh Ibuku itu mengambil data yang sama dari kartu2 keluarga yang sebelumnya yang kata Ibuku berdasarkan Tanggal Lahirku yang sebenernya, mgkn waktu itu surat kelahiranku belum di makan rayap J

Yah begituah ceritanya, liku-liku menemukan tanggal lahir ku. dulu aku suka kesel sama ortuku dengan ga jelasnya tanggal ini, aku pernah bercanda bilang sama Ibu “emang aku ini anak siapa seh mak, koq ga jelas gini tanggal lahirnya” hehe.

Finally, rasanya seneng juga bisa menemukan tanggal ini, walau secara legal formal identitasku memakai tanggal 28 Februari 1979, tetapi secara defacto ternyata aku lahir 3 Juli 1981. dengan bukti surat KK tadi. tapi sungguh di sayangkan untuk urusanku yang membutuhkan KK, data harus di samakan, karena semua Ijazahku memakai tanggal yang salah maka KK pun harus mengikutinya, klo tidak akan jadi masalah di kemudian hari, atau Ijazahku bisa di anggap Invalid (menyedihkan )

Bukannya aku takut cepet tua (hehe) dengan Rekayasa tanggalku itu, tetapi tentunya sebagai seorang yang lahir di dunia ini tentu pingin dunk tahu sejarah hidupnya sedetail mungkin termasuk tanggal lahirku, apalagi tanggal lahir adalah hal yang sangat penting dalam biography seseorang. nah klo nanti aku jadi orang terkenal dan mau bikin buku biography harus pake yang mana ya? hehehe

Kamis, 22 Mei 2008

BLT Vis a Vis Kenaikan BBM

Akhir2 ini berita di berbagai media dipenuhi dengan kabar kenaikan BBM karena kenaikan harga minyak dunia yang kian melambung. keputusan pemerintah ini konon demi menyelamatkan APBN yang bisa jadi deficit dengan anggaran subsidi minyak yang kian tinggi seiring dengan melambungnya harga minyak dunia yang di perkirakan mencapai 10% sehingga pemerintah berkeputusan untuk mencabut subsidi BBM, dana subsidi yang di kurangi akibat kenaikan tersebut sebesar Rp 34,5 triliun. Dari jumlah itu, Rp 18,15 triliun akan dialokasikan untuk bantuan langsung tunai (BLT) bagi 19,1 warga miskin.

Di Jakarta, Kamis (15/5), Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan, Anggito Abimanyu mengatakan selain untuk BLT dan bantuan pangan (BLT Plus), dana subsidi dari kenaikan harga BBM juga akan dialokasikan untuk cadangan risiko fiskal sebesar Rp 15,2 triliun. Begitu pula untuk bantuan kredit usaha rakyat sebesar Rp 1 triliun dan public service obligations seperti angkutan kereta api sebesar 0,15 triliun. (Metrotv News)

dari uraian di atas sebagian besar dana penarikan subsidi itu akan di alokasikan untuk BLT yang sudah berjalan sedangkan program yang lain masih di atas perencanaan. artinya BLT adalah suatu opsi terdepan bagi pemerintah untuk mengantisipasi melonjaknya angka kemiskinan di negeri ini. dengan presumptive bahwa imbas pencabutan subsidi BBM bagi masyarakat bawah bisa ditanggulangi dengan menggantikan dengan program2 di atas juga asumsi bahwa subsidi BBM tidak tepat sasaran karena banyak di berikan justru untuk kalangan menengah di atas. pertanyaannya effective kah program Major pemerintah dalam menghadapi lonjakan harga BBM ini dengan memberikan BLT Plus kepada masyarakat Miskin? mengingat data Orang miskin yang di pakai adalah data tahun 2005 belum lagi data tingkat kemiskinan pun masih simpang siur karena data yang di hasilkan BPS (biro Pusat Statistik) - satu-satunya lembaga yang melakukan pendataan - sering kontradiktive dengan realita di lapangan. juga standarisasi kemiskinan yang sangat rendah. sebagai contoh standarisasi yang di pakai Bapennas. Staf Ahli Meneg PPN/ Kepala Bappenas bidang Sumber Daya Manusia dan Kemiskinan Bambang Widianto mengatakan pemerintah menggunakan definisi penduduk miskin menurut MDGs (millennium development goals) yakni masyarakat berpenghasilan di bawah US$1 per hari, ini hanya separoh dari Standarisasi Bank Dunia yaitu US$2 Perhari. (Jurnal ekonomi 25 Des 2007). di samping itu Kebijakan pemberian BLT menyisakan berbagai argument yang bisa menjadi amunisi kritik masyarakat kepada pemerintah, diantaranya:

BLT Tidak tepat sasaran
BLT ini sudah berlangsung beberapa tahun tetapi tidak bisa di temukan keberhasilan dari program ini, di samping tidak efektive juga sulit untuk meyakinkan bahwa program ini tepat sasaran. karena pemerintah hanya memberikan tugas ini kepada pihak Pemerintah local (setingkat RT/RW) untuk mebagikan kepada warganya, dan faktanya justru banyak keluarga miskin yang harusnya mendapat bantuan ini tetapi tidak dapat dan banyak keluarga yang seharusnya tidak mendapatkan tetapi justru di beri, hal ini di karenakan beberapa hal diantaranya aspek kinship (mengutamakan keluarga terdekat) juga pendataan yang tidak akurat.


BLT tidak future oriented
bantuan BLT ini juga tidak berorientasi jangka panjang, karena pemerintah hanya memberi uang tunai yang akan cepat habis, setelah habis mereka hanya kan menunggu jatah berikutnya, begitu seterusnya. sehingga tidak ada pandangan kedepan harus seperti apa? uang seratus ribu sebulan adalah jumlah yang sangat minim untuk usaha, bahkan untuk membeli beras untuk keperluan sebulan saja sangat pas-pasan. sehingga kebijakan pemerintah ini hanya solusi jangka pendek bantuan ini juga justru memberikan pendidikan yang sama sekali tidak cerdas. sama saja pemerintah mendidik rakyat miskin untuk memiliki mental pengemis. minta di kasih setelah habis minta lagi dan seterusknya, begitulah rantai perjalanan bantuan ini.

BLT bukan solusi.
bisa di bilang bantuan ini hampir tidak bisa di jadikan bahkan hanya salah satu dari solusi kemiskinan yang begitu pelik di negeri ini. dengan memberi uang tunai dan membiarkan rakyat tetap hidup tanpa mata pencaharian yang tetap bahkan tanpa pekerjaan sama saja memberi kan candu yang suatu saat akan menyebabkan ‘kesakauan’. juga membiarkan rakyat hanya mampu mengisi perutnya yang kosong dengan mengabaikan hal-hal lain seperti sanitasi, pendidikan, dan infrastruktur yang lain bisa menjadi upaya pembunuhan yang sistemastis. hal ini tentu bisa di buktikan dengan premis yang sederhana jika menilik keadaan rakyat miskin yang hidup di wilayah2 yang jauh dari kata hygienis.

anggaran BLT plus yang akan di berikan kepada masyaratakat miskin selama setahun di perkirakan mencapai 24 triliun rupiah. sebenernya dengan uang itu banyak hal yang bisa di lakukan pemerintah untuk membantu masyaratkan. membantu plus memberdayakan dan mendidik mental pekerja untuk mereka. misalnya jika uang ini di gunakan untuk membangun infrastruktur di desa yang bisa memperkerjakan masyarakat ini yang digaji dengan profesional. dalam hal ini masyarakat mendapat dua keuntungan yaitu uang gaji berkerja untuk kebutuhan sehari-hari dan juga bisa menikmati infrastruktur desa nantinya. paling tidak ketika uang bantuan itu terhenti masyarakat masih bisa menikmati infrastruktur yang ada. atau pemerintah gunakan untuk program pemberdayaan masyarakat atau memberdayakan lahan2 kosong untuk proyek pertanian dengan mempekerjakan mereka ini dengan hitungan gaji yang profesional. atau bisa dengan memberikan bantuan Usaha kecil menengah kepada mereka dengan lebih dulu memberikan penyusuluhan untuk kewirausahaan, juga follow upnya misalnya. atau berbagai proyek lain yang bisa di alokasikan untuk mengatasi kemiskinan mereka ini.

Intinya solusi kemiskinan adalah pekerjaan, bukan uang. jika pemerintah hanya memberi dana bantuan uang atau bahan yang cepat habis tanpa menyisakan continuanity untuk kehidupan selanjutnya maka ini hanyalah ‘obat’ sesaat, sedangkan menciptakan pekerjaan tentu saja adalah solusi yang lebih future oriented, juga menjanjikan perbaikan di berbagai aspek.

Selasa, 06 Mei 2008

Ujian Nasional dan Terror Intelektual

Beberapa hari yang lalu adek-adek kita yang duduk di kelas tiga SMU mengikuti Ujian Nasional untuk menentukan hasil belajarnya selama tiga tahun yang lalu. Ujian itu hanya untuk menuai keputusan yang sangat tragis antara lulus atau tidak lulus. Bagi yang lulus berarti sukses dan bisa meneruskan ke jenjang selanjutnya dan bagi yang tidak lulus berarti gagal dan harus mengulang atau putus di tengah jalan. Benarkah Ujian Nasional yang hanya mengujikan tiga mata pelajaran - Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahsa Inggris - ini bisa menjadi juri yang adil untuk mementukan kelulusan siswa dari hasil belajarnya selama 3 tahun?

Ujian nasional bahkan lebih cenderung menjadi terror bagi sebagian siswa, betapa tidak? perjuangan nya selama 3 tahun hanya akan di adili dengan waktu 120 menit sementara mata pelajaran dan kegiatan lain seakan tiada guna ketika 3 mata pelajaran saja yang di anggap mampu menampung seluruh isi otak para siswa untuk menentukan kelulusannya. Ironisnya para pelaku pendidikan seperti "menutup mata" pada kekurangan para pendidik atau sistem yang ada. Para pelaku pendidikan juga tidak cermat mengawasi jalannya pendidikan di institusi pendidikan khususnya di daerah yang notabene jauh kualitasnya jika di banding dengan pusat, seakan ‘cuci tangan’ dari kekurangan dan kesalahan yang ada mereka justru menyandarakan seluruh tanggung jawab ketidak lulusan siswa pada sekolah-sekolahnya,dan begitu yakin bahwa ujian Nasional akan menjadi cambuk untuk meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini tanpa mengindahkan berbagai hambatan yang di alami siswa yang sering kali tidak melulu kesalahan siswa. Berbagai hal yang di abaikan di antaranya adalah kualitas pendidik, fasilitas pendidikan dan proses pendidikan itu sendiri yang secara langsung akan menjadi basic dari output yang akan di raih oleh siswa.

UN juga sebagai bentuk penyimpangan dari UU pendidikan nasional yang menyatakan bahwa yang berhak menentukan kelulusan Siswa adalah para pendidik di institusi tempat siswa/i tersebut bersekolah.
Seyogyanya pemerintah atau pihak pelaku pendidikan khususnya, (red: depdiknas) tidak meganggap bahwa pendidikan di sekolah-sekolah di seluruh negeri ini mempunyai kualitas yang sama hingga di nilai dengan cara yang sama, Sebuah SMU di Papua misalnya tentu saja jauh berbeda kualitasnya jika di banding dengan SMU 08 Jakarta, kepincangan kualitas ini di tunjang juga oleh kesenjangan ekonomi juga kondisi sosial setempat. anak jakarta misalnya akan sangat biasa sepulang sekolah belajar, mengikuti Les, Bimbel, dsb berbeda dengan anak-anak sekolah di daerah-daerah terpencil yang sepulang sekolah harus membantu orang tuanya di ladang, mencari nafkah dsb. dari sisi fasilitas sekolah juga, tentu beda antara Sekolah N 06 jakarta dengan sekolah negeri yang ada di Jambi atau daerah lainnya. belum lagi kualitas guru, juga sistemisasi dan kurikulum pengajaran di sekolah. secara legal formal mungkin ada kesamaan kurikulum di seluruh indonesia tetapi pada prakteknya sekolah di daerah sering jauh tertinggal dengan sekolah-sekolah di pusat dalam hal kualitas materi pelajaran.

aku sendiri pernah mengalami ketika SMA dulu mengikuti Ebtanas, soal yang ada dalam lembar2 ujian Ebatanas sangat jauh jika di banding dengan apa yang di pelajari di sekolah, bahkan untuk mata pelajaran Eksakta di kelas nilai nyaris tidak pernah kurang dari delapan, tapi di Ebatanas untuk mendapat nilai 4 saja sudah sangat susah. juga dalamhal penilaian di sekolah, guru di beberapa sekolah ada yang "lebih toleran" kepada muridnya, hingga nilai yang sebenarnya rendah bisa "di katrol" karena rasa kasihan atau kedekatan siswa, penilaian pun sering tidak objective, dan sering melibatkan unsur subyektivitas hal ini juga menjadi faktor lain ketidaksiapan siswa menghadapi UN yang di nilai dengan ‘saklek’ oleh DepDikNas. Sehingga Siswa seakan menghadapi "Shocking event" ketika menghadapi Ujian nasional yang standarnya jauh berbeda dengan apa yang pernah ia alami. hal-hal ini yang seharusnya perlu di cermati dan di benahi terlebih dahulu oleh pemerintah sebelum menerapkan peraturan yang terkesan seperti teror ini.

Seharusnya para pembuat kebijakan ini pun ikut menangis bersama ratusan siswa yang gagal dan di nyatakan tidak lulus hanya karena salah satu mata pelajaran yang di ujikan tidak memenuhi standars nilai. Bayu Taruna dari SMAN 71 misalnya, tidak lulus karena nilai matematika nya 4 (standar kelulusan 4.26) padahal nilai bahasa inggrisnya 9.2 dan nilai bahasa Indonesia nya 8.8, Muhammad Al farisi dari SMA Islam PB Sudirman mengalami nasib yang sama dengan bayu nilai UN bahasa Iindonesia 8, bahasa inggris 7.2 dan matematika 4. dan banyak lagi contoh yang lain.

Penilaian dalam Ujian ini juga tidak fair dengan bakat dan potensi para siswa, karena tidak semua orang suka matematika atau bahasa Inggris, bisa jadi sangat berkompeten di satu bidang dan sangat lemah di bidang yang lain, sehingga ini tidak bisa menjadi acuan keberhasilan siswa. Ujian Nasional ini juga bisa di bilang penilaian yang jauh dari standard moralitas, karena tidak ada penilaian dari segi moral siswa bahkan mata pelajaran agama juga tidak termasuk pelajaran yang di ujikan, cermin dari system yang hanya mengandalkan kecerdasan intellectual tanpa memperhatikan kecerdasan spiritual, sungguh system yang praktis sekuler. Hal ini perlu di pertanyakan apakah kualitas generasi ini hanya di ukur dari nilai matematika, bahasa inggris, dan bahasa Indonesia nya saja. Bisa di jawab bahwa ujian ini sudah mencakup test kecerdasan Koqnitive dan motorik tapi sanggupkan merepresentasikan ahlaq dari para siswa??. Padahal dalam UU No.20 th 2003 tentang Pendidikan Nasional di nyatakan sebagai berikut…

bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang;

juga di BAB I tentang ketentuan Umum pasal satu di nyatakan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
Dan satu hal yang lebih mencengangkan lagi adalah Ujian Nasional telah menjadi tempat tumbuh kembangnya manipulasi sistematis di tubuh institusí pendidikan. Dengan adanya Ujian Nasional ini guru yang banyak tahu seluk beluk siswa tidak punya hak untuk mementukan kelulusan siswanya, al hasil kekhawatiran pun muncul akan banyaknya siswa yang tidak lulus sehingga Timbul inisiatif untuk memanipulasi ujian ini dengan cara membocorkan soal, mengirimkan jawaban melalui sms, bahkan mengisi lembar jawaban di soal-soal yang belum terjawab, hal ini bisa di bilang tragis mengingat lembaga pendidikan adalah lembaga tempat mencetak generasi harapan negeri ini, lalu hasil seperti apa yang akan di berikan dari praktek manipulasi, korupsi? tapi apa boleh buat guru melakukan semua ini bukan atas kehendak pribadi semata tapi juga rasa tanggung jawab bahkan "teror" dari atasan. Sebagai contoh di Garut Bupati mengancam akan memutasikan kepala sekolah yang kelulusan muridnya di bawah 95% (Republika 17 Mei 2006). Hal ini bisa melahirkan generasi yang tidak lagi menghargai proses dan lebih memilih cara pintas tidak perduli lagi halal-haram, atau benar-salah.

Ujian Nasional dengan standar nilai kelulusan tiap mata pelajaran minimal 4.26 dan rata- rata minimal 4.51 seakan menjadi bom waktu yang harus di jumpai oleh murid, dalam kondisi siap ataupun tidak siap. Mau tidak mau pemerintah harus mengakui bahwa kegagalan siswa dalam Ujian bisa jadi karena mereka "terkondisikan untuk gagal" oleh berbagai kekurangan yang seharusnya lebih dulu di benahi.

Jika pemerintah ingin mengukur potensi siswa boleh saja di adakan Ujian semacam Ujian Nasional ini tapi tidak untuk menentukan lulus atau tidak lulus tapi lebih ke arah penelusuran bakat dan potensi, tentang kelulusan bagaimanapun pihak sekolah yang bertahun-tahun mendidik siswa harus di ikut sertakan dalam menentukan kelulusan siswa, sehingga mata pelajaran yang lain tidak di abaikan juga factor moralitas (manner) dan keaktivan siswa bisa dipertimbangkan. kesimpulannya, masih harus di pertanyakan benarkan UN adalah cara yang tepat untuk meningkatkan Kualitas pendidikan di Negeri ini?

Jakarta 02'05'07

Jumat, 02 Mei 2008

Great Book ‘Sang Pemimpi’

Aku masih menekuri halaman2 buku yang aku pegang, melirik jam dinding sudah jam 20.30 tapi belum ada tanda2 ngantuk ku, bahkan tadi dengan setengah buru2 menyelesaikan semua tugas RT ku sepulang dari Al Azhar demi untuk sebuah buku yang aku pegang. tahukah kenapa aku begitu tertarik dengan buku ini?, padahal awalnya aku menganggap cerita yang di tulis penulis adalah hal yang biasa dialami oleh anak2 desa sepertiku, seperti ketertinggalan, ketertindasan ekonomi, kerasnya konsep survival di daerah terpencil, dsb. Hal inipun pernah ku alami di masa-masa kecilku meski tak setragis dan ‘seindah’ cerita di buku ini. anggapan ini muncul ketika novel ini di kupas dalam acara Kick Andy. tapi dengan semarak beberapa temenku aku pun sangat tertarik untuk akhirnya ikut membaca salah satu dari tetralogi ini. (baru satu J )

aku jadi memaklumi kalau novel ini jadi laris manis di pasaran sampai penulisnya jadi ‘buronan’ penggemar. sebenernya aku baru separoh membaca novel yang judulnya “pemimpi” ini tapi aku merasa jatuh cinta dengan cara Mas Andrea (red-penulis) melukiskan karakter dan mencari angel juga penuturan yang cukup menyentuh, hingga tak tahan tuk menulis diblog ku ini J

aku menikmati setiap paragraph yang menyisakan nuansa penuh tanya juga nuansa emosional penuh semangat kadang tertawa geli, kadang tersenyum penuh arti, kadang menangis. seperti ada percikan motivasi di setiap paragrafnya, seperti yang aku baca di FLP ttg pernyataan mas Andrea yang ingin menciptakan Possibility dalam setiap paragraph sebagai satu nilai tambah karyanya, aku rasa ini tidak berlebihan.

selain itu yang lebih menarik Mas Andrea dengan cerdik menyisipkan nilai2 edukasi, nilai2 ‘dakwah’ juga kritik yang pedas yang di kemas dalam naturalisme realitas sehingga tidak menyisakan sebuah ruang untuk di kritisi atau ruang tuduhan akan fanatisme. mas Andrea mengemas dengan apik dalam nuansa universal.

Novel “sang pemimpi” bercerita ttg impian muluk dari seorang yang ringkih yang logically sulit di wujudkan. seandainya ini bukan kisah nyata, mungkin di anggap tak ada beda dengan kisah Cinderella. artinya unsur true story sebagai kisah behind the scene novel ini juga memberikan stimulasi kepercayaan dan semangat yang membara kepada setiap ‘pemimpi’ yang membacanya.

Overall..two tumb up tuk mas Andrea Hirata dengan karyanya yang luar biasa. semoga ini sebagai sign lahirnya sastrawan2 indonesia yang berbobot dan concern dengan nilai-nilai edukasi dan moral.

I love it J

Jakarta 2 May 2008