Selasa, 30 Desember 2008

Maryamah Karpov

aku baru selesai membaca bukunya Mas Andrea Hirata ‘Maryamah Karpov’, karya purna dari Tetralogi Laskar pelanginya yang sudah lama ku tunggu-tunggu. buku terakhir dari tetralogi ini cukup tebal bahkan paling tebal diantara buku yang lainnya, dan harganya pun paling mahal :)tetapi aku bisa membaca dengan gratis karena pinjem dari Tari (Hehe ga modal lagi neh)

cerita dalam maryamah Karpov ini adalah Kisah sang protagonist Ikal atau Andrea sendiri sepulang dari study di prancis juga pencarian lanjut akan cinta ‘sejati’ nya A ling. novel ini juga menggambarkan kebingungan si Ikal sebagai seorang lulusan Master di LN yang masih menjadi pengangguran di negeri nya yang tak mampu menampung dirinya dan ilmu yang telah di dapatnya. dalam novel ini juga banyak di bahas tentang budaya melayu pedalaman – belitong – sehingga sangat lekat dan tampak pendekatan budaya yang di usung Mas Andrea dalam novel ini.

secara keseluruhan novel ini masih menarik dengan gaya cerita Mas Andrea yang tidak pernah kering ide, lucu, konyol dan kadang kala ‘jahil’ dan sering merangsang tawa. tetapi ada beberapa kejanggalan yang menurutku membuat novel ini tak ‘semegah’ novel sebelumnya.

kejanggalan pertama adalah tidak relevannya judul ‘Maryamah Karpov” dengan isi cerita. sampai selesai aku membaca novel ini aku seperti belum menemukan alasan kenapa Mas Andrea memilih judul ini. memang sebuah keniscayaan bahwa judul haruslah mempunyai unsur eye-catching, juga bahwa judul berbeda dengan tema, sehingga judul tidak menyandang ‘beban’ seberat tema yang harus menjadi representasi utuh dari keseluruhan isi cerita. tetapi judul setidaknya bisa menjadi gambaran tentang cerita yang ada di dalamnya meski tidak keseluruhan – dan hal ini sudah Mas Andrea aplikasikan di novel sebelumnya. dan dalam novel ini judul Maryamah Karpov menurutku tidak bisa menggambarkan sedikit pun cerita dalam novel ini. karena nama Maryamah sendiri hanya muncul dua atau tidak lebih dari tiga kali dalam cerita novel, juga tidak mempunyai posisi penting dalam membangun cerita novel ini.

kejanggalan yang lain adalah efek improvisasi imaginasi yang menurutku kurang ‘greget’ sehingga terkesan agak dangkal. seperti dalam pembuatan kapal, dalam pelayaran di selat malaka, bertemu dengan A ling,dsb. yang bisa di lakukan dengan ‘cukup’ mudah. juga cerita cinta heroic Ikal - yang rela bekerja do everything - sampai membuat kapal dan mengarungi selat malaka dengan berbagai ancaman maut hanya untuk menemukan cinta pertamanya A ling justru membuat novel ini tidak unik lagi. kisah cerita heroic serupa sudah banyak diusung oleh main stream. juga kisah ini mendekonstruksi karakter laskar pelangi yang ‘pejuang tangguh’ terkenal dengan sikap kuat, ulet, tegar menjadi terkesan cengeng dalam urusan tetek bengek cinta monyet :).

juga ada semacam ‘transformasi’ karakter di novel Maryamah Karpov ini, seperti karakter Tuk Bayan Tula yang di gambarkan dalam Laskar pelangi begitu wibawa, jahat, sakti mandraguna, yang cenderung seperti pembunuh berdarah dingin di novel ini di gambarkan menjadi seorang dukun yang tiba-tiba cukup ramah dengan orang yang tidak begitu di kenalnya juga menjadi begitu ‘lugu’ sehingga rela bernegoisasi untuk sebuah TV portable hitam putih. mungkin Mas Andrea ingin mengusung kisah sedikit komedi di sini, tetapi aku menangkap sebagai ‘transformsai’ karakter yang jusru menciderai pembangunan karakter yang seharusnya hidup. juga karakter Mahar yang terkesan changeable di novel ini. Mahar yang mula-mula di gambarkan sebagai seorang dukun yang cool dan berwibawa di akhir-akhir cerita menjadi mahar yang seperti sebelumnya menjadi konyol dan lucu.

dalam novel ini juga banyak sekali di explore budaya melayu yang kebanyakan negative sಇದೆnya bahkan jika di banding dengan etnik2 pendatang seperti Hokian, Pho Ho, atau suku Sawang. suku melayu pedalaman di gambarkan sebagai suku yang suka besar bicara dan suka ingkar janji. mungkin ini bentuk ‘kejujuran’ dan kritik Andrea dengan realitas etnisnya juga negeri kita di atas etnis atau Negara lain. tetapi bisa juga ini di artikan sebagai symbol inferiority complex jika di lakukan pendekatan Poscolonialisme.

pernah aku membaca sebuah kritik akan karya Mas Andrea dengan pendekatan posco ini, dan dalam dunia sastra sah-sah saja mengkritik sebuah karya sastra asal dengan metodologi pendekatan yang bisa di terima. dari tinjauan Posco bisa jadi kritik ini benar. tetapi jika di dekati dari socio-culture pun ini bisa membenarkan realitas yang sebenarnya. dan jika ingin ditarik manfaatnya yah paling tidak sebuah kritik tajam ini bisa di jadikan dalil tambahan untuk perbaikan negeri ini.

aku tidak sedang melakukan literary criticism dengan metodologi approach yang seharusnya :) ini hanya pandanganku secara umum saja.

Overall, aku masih suka dengan gaya cerita mas Andrea yang tidak kering dengan kelucuannya, kepolosan juga ‘kejahilan’nya. juga aku masih suka gaya muatan sains dalam novel ini yang di sandingkan dengan dunia metafisik meski harus ku akui kalau novel ini tak sebagus tiga novel sebelumnya. :)

Rabu, 17 Desember 2008

My 'Second' Eyes

Hari minggu pagi frame kaca mataku patah, aku coba-coba berkali untuk di pasang lagi tapi hasilnya nihil. mungkin memang sudah waktunya diganti. Cuma waktunya saat itu tidak memungkinkan, karena aku lagi males banget keluar, gara-gara asam lambungku yang mulai akut lagi.

tapi sorenya aku harus ke bandara, menemui Iqbal adek iparku yang ingin ketemu – pertama kali – juga mengantarkan titipan dari mertuaku yang sangat baik hati (hehe). baru terasa betapa aku sudah tergantung dengan benda yang namanya kaca mata minus itu. walau di rumah aku tidak biasa memakainya karena di rumah aku memandang objek semuanya masih relative dekat (karena rumahku kecil kawan) sehingga tidak ada masalah ketika tidak memakai kacamata, tetapi ketika aku keluar atau ke jalan, aku merasakan pandangan yang tak sempurna. sebenernya minusku belum terlalu parah apalagi kalau di bandingkan dengan mereka yang kena silinder (hehe) tapi ini saja sudah sangat mengganguku. aku memang masih bisa melihat objek atau benda dengan terang tetapi tidak jelas - untuk objek sejauh 3 meter atau lebih. itu yang sangat mengganggu. aku melihat keberadaan objek itu tetapi tidak bisa menyaksikannya dengan detail. sebagai contoh kalau aku ketemu seseorang dari jarak kira-kira 5 meter, aku melihat orang itu, warna bajunya, kulitnya rambutnya tetapi tidak jelas bentuk wajahnya sehingga sering aku tidak mengenali orang yang sebenarnya sudah aku kenal karena penghalang penyakit minusku tadi kecuali aku sangat hafal dengan postur tubuh atau warna pakaiannya. menyedihkan.

kemarin ketika sampai di bandara, aku seperti orang bodoh, atau orang udik yang baru pertama kali ke bandara. aku tidak hafal terminal A – F. dan biasanya kalau kesana aku pasti melihat tanda atau tulisannya, tetapi kemarin karena aku tidak memakai kaca mata aku kebingungan sendiri, sampai aku kebablasan dan akhirnya baru tanya sama sopir juga penumpang di sebelahku. sampai di bandarapun pandangan seperti kabur dan semrawut bahkan membuatku pusing. seperti ketika aku mencari tulisan Toilet/mushola. aku harus mendekati lighting board dan melihat tulisannya dengan jarak yag relative dekat. dan banyak lagi hal ketidak nyamanan yang aku rasakan ketika aku kehilangan ‘mata keduaku’ ini.

kawan diatas adalah keluhanku yang baru minus satu atau mungkin sekarang sudah hampir 1,5. aku tidak bisa membayangkan bagaimana mereka yang menderita kebutaan? baik itu buta sejak lahir ataupun buta karena kecelakaan, penyakit atau sebab lainnya. pasti sangat-sangat tidak nyaman. itulah yang membuatku merasa begitu lebih bodoh kemarin dan menyadari kebodohan itu karena mungkin semua ini – minusku – karena kebodohanku memanfaatkan penglihataan yang diberikan oleh-Nya atau ketidak pedulianku merawatnya dengan baik.

sebelumnya aku pernah punya pengalaman – yang berkaitan dengan penglihatan ini - yang sanggup menggetarkan hatiku, bahkan seakan memaksa mataku untuk memancarkan telaga beningnya. waktu itu aku mendapat kesempatan menjadi salah satu panitia Training motivasi untuk tunanetra. pengikutnya tentunya para tunanetra meski ada sebagian kecil yang belum total blind, masih bisa melihat meski sangat sedikit atau dengan jarak yang sangat dekat.

waktu itu Training diformat hampir layaknya training untuk orang bermata normal dengan berbagai materi, motivasi, games, dsb. semua ditujukan agar mereka mempunyai kepercayaan diri yang sama seperti layaknya manusia normal lainnya. aku salut dan sangat senang karena melihat mereka begitu bersemangat mengikuti setiap permainan, meski dengan susah payah, bahkan kadang saling tabrak atau terjatuh, tapi mereka tidak menganggap itu suatu penderitaan, mereka bahkan tertawa ketika terjatuh atau menabrak temannya yang lain. aku baru tahu bahwa ternyata itulah joke mereka.

pada saat sesi menyanyi, MC memberi kesempatan bagi peserta yang mau menyanyi dan mereka banyak yang mempunyai bakat terpendam menyanyi ini. dan dengan sangat percaya diri mereka menyanyi, tampil dengan gerak sekena mereka, yang menurut mereka mungkin itulah gaya yang biasa di perankan para artis yang mereka dengar tetapi tidak mereka lihat. bagi kita yang normal gaya mereka tentu terkesan kaku dan sedikit aneh, tetapi itulah dunia mereka kawan, dunia yang penuh gulita, sunyi, sepi tanpa warna namun sanggup mereka nikmati dengan segenap rasa. aku salutmelihat semangat mereka.

meski di antara mereka ada juga yang sangat sensitive, tidak mau di ajak bermain, bahkan menangis tanpa sebab – mungkin ini salah satu efek psikologisnya. haru dan pilu aku menyaksikannya

dan ketika waktu sholat datang, mereka dibimbing untuk berwudlu dan sholat. karena keterbatasan panitia sehingga lima atau enam peserta di bimbing oleh satu panitia, dan mereka harus saling berpegangan. saat itu jalan menuju ke mushola serupa jalan setapak sehingga mereka harus berbaris kebelakang memegang pundak teman yang di depannya dan panitia tentu saja sebagai penunjuk arah dibarisan terdepan. ketika ada lubang panitia mengingatkan dan mereka dengan tanpa di perintah mengingatkan kepada temannya yang di belakang. namun ketika mengambil air wudlu mereka seperti sudah terbiasa sehingga tak perlu di bimbing lagi.

selesai sholat mereka sibuk mencari sandal/sepatu masing-masing, kau tahu kawan betapa sedih aku menyaksikan mereka dengan meraba, namun tetap dengan wajah innocent, ceria mereka seakan cuex dan biasa saja dengan keadaannya dengan bertanya ‘mana neh sandalku?” padahal terkadang saat bertanya kawan lain menumburnya dari belakang atau tak sengaja menginjaknya. sedih kawan aku sedih menyaksikan itu, bukan sengaja membiarkan tetapi karena jumlah panitia sangat terbatas sehingga tidak semua peserta ini bisa selalu di dampingi.

tetapi kawan banyak meraka yang punya ‘keistimewaan’ – tunanetra – ini justru prestasinnya jauh melebihi kita yang normal. Hellen Keller, Stevie Wonder adalah contohnya. Dan di Indonesia ada Eko Ramaditya Adikara seorang blogger, penulis, jurnalis, dan juga game music composer. jangan tanya bagaimana caranya, yang pasti semangat dan kerja keras merekalah yang membuat DIA menganugerahkan mereka berbagai kesuksesan itu. bagaimana dengan kita kawan, bukankah seharusnya kita lebih sukses dari mereka? Ach aku tak perlu bertanya padamu, karena aku sendiri harus menanggung malu saat berkaca pada diriku L

sehari itu aku merasa di paksa untuk menangis dalam hati, menangis karena banyak tidak syukurku. menangis karena banyak yang ku lalaikan terutama dengan nikmat penglihatan yang diberikan padaku. menangis karena nikmat ini sering kubalas dengan ketidaktauhan diriku. dan saat itu aku sudah menderita minus yang aku tahu disebabkan oleh kelalaianku tidak memperhatikan ‘kaidah’ membaca dengan baik.

Kawan, tentu kau setuju bahwa penglihatan kita sangat dan sangat berharga. bahkan kita tak akan mungkin menjualnya meski ada yang mau membayarnya 5 milyar sekalipun. namun disadari atau tidak kita sering meremehkan hal ini. kita sering dengan suka-suka hati menggunakannya – yang menurut kita ini hak kita sepenuhnya. sehingga sering hal itu merugikan diri kita sendiri. dan hal lain lagi, kita sering menggunakan mata ini untuk hal-hal yang justru menghianati Dzat yang mengamanahkan mata ini kepada kita.

mungkin waktunya belum terlambat untuk menyadari betapa banyak nikmat yang kita dapat ‘hanya’ dari sepasang mata ini, belum lagi indera kita yang lainnya. semoga kita terutama aku sendiri akan menjadi orang yang tahu berterima kasih.

Jumat, 12 Desember 2008

Patric Suskind’s ‘Perfume’

minggu lalu aku baru selesai membaca novel ‘perfume’ novel yang aku pinjam dari Tari teman kuliahku dua minggu sebelumnya. Novel ini sebenernya terjemahan dari German ke English tetapi masih banyak vocab yang cukup ‘berat’ (masih lebih enak bahasa Shakespeare menurutku) selain bukunya tebal aku lupa berapa halaman tetapi tidak kurang dari 300 halaman

‘perfume’, di tulis oleh penulis German Patrick Suskind pertama kali di terbitkan dalam bahasa German Das Parfum tahun 1985 dan kemudian di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris. novel ini cukup unik karena berusaha mengexplorasi ‘the Sense of Scent’. novel ini juga berbicara tentang masalah psikologi yang berujung pada masalah morality. tahun 2006 novel ini di angkat dalam cerita film yang di sutradai oleh Tom Twyker. Novel ini mengambil setting di Prancis di paruh pertama abad ke delapan belas.

Ringkasan Cerita Perfume.

Grenoullie, sang protaginist dalam novel ini lahir tak di inginkan oleh ibunya. ibu Grenoullie adalah seorang pembunuh 4 anak nya karena beban ekonomi dan psikologis (sebelum grenoullie). dan Grenoullie adalah anak ke-5 yang sudah lama direncanakan untuk dibunuh saat lahir. namun niat nya keburu terbongkar sebelum berhasil membunuh Grenoullie. al-hasil ibu Grenoullie di tangkap dan di hukum pancung.

hidup sejak lahir menjadi yatim piatu adalah awal derita panjang bagi Grenoullie. dia diambil oleh pihak gereja untuk kemudian di serahkan kepada wet nurse (ibu susu). namun malang nasip Grenoullie karena tak ada satu ibu susu pun yang mau mengurus Grenoullie lebih dari dua hari, dengan alasan karena Grenoullie tidak mempunyai aroma/bau (odor) “he doesn’t smell at all” seperti bayi kebanyakan, selain itu Grenoullie juga menyusu dua kali lebih banyak dari bayi normal lainnya “suck twice as much as two babies”. keadaan ini membuat Grenoullie mendapat gelar sebagai ‘possessed by devil’ (keturunan setan)

dari wet nurse akhirnya dia di kembalikan kepada Father Terrier, pengurus gereja namun Father terrier pun tidak mau mengurus Grenoullie karena merasakan keanehan dalam diri Grenoullie seperti yang di katakana oleh wet nurses sebelumnya dan menyerahkannya kepada Madame Gaillard penjaga asrama. Madame Gaillard menerima Grenoullie bukan karena kasihan atau rasa sayang, namun karena itu bagian dari tanggung jawabnya sebagai kepala asrama yang menerima gaji sehingga dia tidak peduli dengan Grenoullie juga keanehan-keanehannya. pada usia 8 tahun Grenoullie di jual oleh Gaillard kepada Grimmal (Seorang Tanner - penyamak kulit). Grenoullie di jual karena Madam Gaillard mulai takut melihat kelebihan atau lebih tepatnya keanehan Grenoullie yang saat itu bisa melihat benda yang tersembunyi hanya melalui indera penciumannya. bersama Grimmal di the rue de la Mortellerie, Grenoullie hidup seperti budak, bekerja sebagai penyamak kulit – tanner – siang dan malam. namun Grenoullie tidak pernah mengeluh atau menolak pekerjaan apapun dan dia merasa senang karena terkadang mempunyai kesempatan untuk bisa keluar mengelilingi kota untuk mengekplore berbagai scent. hingga suatu hari dia menemukan scent - yang menurut dia sebagai divine scent – dari seorang gadis yang membuatnya sangat tergoda untuk memiliki ‘scent’ itu. gadis inilah korban pertamanya yang di bunuh hanya untuk mencium harum tubuhnya atau mendapatkan ‘scent’ nya.

suatu hari Grenoullie berhasil meyakinkan Baldini – salah satu customer Grimal. seorang ahli parfum di perancis bahwa dia bisa membuat Perfume yang lebih bagus dan membuktikannya, hingga akhirnya Baldini membelinya dari Grimal dan mempekerjakannya sebagai apprentice di toko parfumenya. bersama Baldini Grounillie pun hanya di eksploitasi, karena bakat nya membuat perfume yang bahkan tanpa membutuhkan formula telah melambungkan nama Baldini sebagai the best perfumer di paris. namun Grenoullie tidak merasa di rugikan dengan ‘hak intelektual’ nya yang dibajak oleh Baldini. dia cukup senang karena di sanalah dia belajar berbagai cara meramu berbagai perfume melalui bahan-bahan yang tersedia di laboratorium Baldini. disana juga dia tahu bagaimana cara mengawetkan (preserve) ‘scent’ yang nantinya menjadi proyek terbesar dalam hidupnya.

namun setelah Baldini sukses diapun menyuruh Grenoullie pergi dengan menyerahkan semacam surat pengalaman kerja, dengan alasan untuk masa depan Grenoullie. pergi dari Baldini Grenoullie semakin penasaran dengan pencariannya dan ambisinya untuk menjadi ‘the best perfumer in the world” sehingga dia pergi ke kota Grasse untuk observasi lebih lanjut. namun di Grasse, Grenoullie tiba-tiba merasa sangat jijik dengan humans’ scent (bau manusia) hingga diapun pergi mengasingkan diri di sebuah gua di puncak Massif Central. ia bertahan sampai 7 tahun – di temani fantasinya sebagai raja yang di temani invisible assistants. suatu hari dia baru menyadari bahwa dia – yang bisa mencium bahkan benda yang tidak terlihat atau berjarak puluhan mil – tidak bisa mencium aroma/bau tubuhnya sendiri. dia memutuskan untuk meninggalkan gua menuju ke kota.

kemudian Grenoullie bertemu dengan the Marquis de La Taillade-Espinasse, seorang ilmuan amatir yang kemudian memanfaatkannya untuk mendukung thesis nya tentang ‘Fluidal Letale”. di sini Grenoullie mulai mengembangkan bakat membuat perfume dengan formulanya sendiri dengan bahan-bahan yang di temukan di labnya the Marquise, seperti, “cat shit," "cheese," dan"vinegar”, dengan parfume itu dia merasa diterima oleh orang-orang di sekitarnya. tetapi dia mempunyai ambisi yang jauh lebih tinggi yaitu membuat semua orang mengaguminya dengan parfume yang kelak di ciptakannya. hingga suatu hari dia kembali menemukan ‘magical scent’ yang ternyata datang dari seorang gadis bangsawan yang cantik – Laure. dari itu grenoullie berencana untuk membunuhnya dua tahun kemudian untuk menciptakan ‘the greatest parfume’ yang akan di rancang dari scent-nya Laure.

dari sinilah awal yang nyata bagi karirnya sebagai pembunuh. dia berhasil membunuh 24 wanita yang semuanya masih Virgin dan cantik. tujuan pembunuhannya adalah hanya untuk mendapatkan aroma tubuh/scent dari korban-korbannya dengan cara mengambil pakaian dan rambutnya dan mengambil scent yang melekat pada tubuh mereka untuk menjadi bahan dasar greatest parfume yang akan dia ciptakan dari scent-nya Laure.

Grenoullie pun akhirnya tertangkap beberapa minggu setelah berhasil membunuh Laure dan divonis hukuman mati dengan disalib. tetapi suatu hal yang luar biasa terjadi disaat hari eksekusinya. semua orang yag tadinya sangat ingin melihat dia di hukum menjadi sangat iba, dan mengagguminya karena parfume yang telah berhasil dia ciptakan dari aroma tubuh / scent 25 orang gadis cantik termasuk Laure. akhirnya dia di ampuni dan di bebaskan.

Grenoullie merasa sangat bangga karena dia merasa berhasil memanipulasi ’humans’ yang sebenarnya sangat dibencinya. dia memutuskan untuk kembali ke Paris setelah di bebaskan. di paris dia berusaha bergabung dengan kemunitas low-life (para pencuri, pembunuh, pelacur). ternyata merekapun terpancing hasratnya karena parfume yang di ciptakan Grenoullie. hingga untuk melampiaskannya mereka mencabik-cabik tubuh Grenullie. hingga Grenoullie pun mati mengenaskan sebagai korban kanibalisme dari para ‘penggemar’ nya itu.

Teori Freud dalam novel Perfume

Repression.
Grenoullie adalah sosok yang haus kasih sayang, lahir sebagai seorang ‘yang tak di inginkan’ dan besar dalam asuhan orang-orang yang tak pernah menyayanginya. Grenoullie sangat pendiam, tidak pernah punya teman, dan tidak pernah mengekspresikan perasaannya. Grenoullie kecil juga tidak pernah merasakan apa itu kasih sayang dan cinta, karena orang di sekitarnya tidak pernah mengajarkan tentang itu. inilah awal dari kepribadian grenoullie yang ’bizzare’ – tertutup, excusive dan isolated. Grenoullie hanya bisa menerima apa yang di berikan tanpa bisa menuntut, Grenoullie bahkan tidak pernah di libatkan dalam dialog apalagi diskusi oleh orang-orang yang mengasuhnya karena terpaksa. disinilah dalam prespective Freud bahwa Grenoullie sebenarnya mengalami tekanan-tekanan akan keadaannya. dan menggunakan repression sebagai mechanism of defense. Repression adalah usaha untuk melupakan atau membuang pengalaman buruk atau suatu hal yang tidak di sukai untuk mengatasi Anxiety (kecemasan). sebagai contoh seseorang yang pernah mengalami pelecehan seksual misalnya berusaha melupakan atau membuang pengalaman buruk itu. namun sejatinya ingatan atau memory yang di repress itu tetap ada dan tersimpan dalam unconsious mind (alam bawah sadar). efek negatif dari repression adalah suatu saat bisa meledak dengan emosional bawah sadar yang berbahaya.

Repressing: The person pushes painful or threatening memories, thoughts or emotions out of their mind. This is more than just refusing to think about something - the person can blank them out and forget they ever existed. For example, a person who endured an incident of sexual abuse as a child may literally not remember anything about it ... the memory has been totally repressed (although the memory continues to exist, of course, in the unconscious mind). [Peter Lace www.peterlance.com.au]

dalam novel Perfume, Grenoulllie mengalami masa yang penuh dengan pengalaman dan perlakuan buruk sejak lahir sampai dewasa dari orang di sekitarnya. saat itu dia memang tidak memberontak dan merepressnya. hingga suatu saat rasa itu muncul ketika terjadi perdebatan ego (counsious self) dan id (unconsious self) nya yang kemudian di menangkan oleh id nya – hingga dia menjadi pembunuh.

di novel juga di ceritakan bahwa Grenoullie sangat membenci semua orang ’humans’ bahkan ada cita-cita untuk balas dendam dengan membuat perfume yang akan membuat semua orang mengaguminya sedang dia membenci mereka.

Sexual Perversion
Perversion, conversely, are sexual acts which either: 1) extend, anatomically, beyond regions of the body are designed for sexual union [Freud: Three Essays on Sexuality and Other Writings]

suatu hal yang ganjil adalah Grenoullie membunuh 25 orang yang semuanya harus virgin dan cantik bukan untuk mendapatkan kevirginan mereka, namun hanya untuk mendapatkan aroma tubuh /scent mereka. scent mereka bagi Grenoullie adalah suatu yang bisa melampiaskan kesepiannya, sesuatu yang bisa membuatnya bahagia hingga dia ingin mengawetkannya dan menjadikannya perfume pribadinya, karena menurutnya dia sendiri tidak punya scent.

dalam teori psichoanalysis, apa yang di lakukan Grenoullie sesungguhnya adalah pelampiasan hasrat sexual namun di sebut sebagai sexual pervession (penyimpangan seksual) bagian dari sexual inversion. menurut Freud sexual prevession adalah aktivitas sexual (sexual ativities) untuk melampiaskan hasrat sexual tanpa menggunakan dan mengarah pada genital .

The energy of sexuality is far from exclusively genital; it can also be anal or oral,” Freud noted, and “it can also be displaced onto fetish objects or substitutes that replace early desired objects.( Freud. Introductory Lectures on Psychoanalysis.)

Dalam novel di lukiskan betapa Grenoullie sangat menikmati setiap scent dari korbannya.
“He smelled that this was a human being, smelled the sweat of her armpits, the oil in her hair, the fishy odor of her genitals, and smelled it all with the greatest pleasure.”

aktivitas ‘mencium bau’ korban ini di artikan dalam teori Freud sebagai aktivitas sexsual, namun sexual yang menyimpang atau sexual perversion.

the abandonment of the reproductive function is the common feature of all perversions. We actually describe a sexual activity as perverse if it has given up the aim of reproduction and pursues the attainment of pleasure as an aim independent of it.[Freud. Introductory Lectures on Psychoanalysis]

Dalam novel tidak pernah diekpos dialog Grenoullie dengan orang lain kecuali dengan Baldini. Grenoullie memang tidak pernah mengenal orang lain selain orang yang mengasuhnya ‘tanpa cinta’ sehingga keterasingan ini bisa menyebabkan dia merasa asing dengan genital sexuality, dan menemukan penyimpangan ‘scent’ yang sejak lahir menemaninya yang menjadi displacement bagi hasrat sexualnya [Grennoulie di lahirkan di kawasan kumuh yang akrab dengan berbagai smell atau scent, dan dia mempunyai sense of scent yang luar biasa]

Freud tidak menyebutkan (atau aku belum menemukan) sebab Inversion secara spesifik, namun menurut Freud Inversion bisa bersifat Innate (bawaan) atau degenerate. dalam prespective ini Freud berpendapat bahwa Inversion hanya menjangkit orang-orang yang menderita nervous disorder

Freud speculates as to the nature of inversion based upon two suppositions, which are as follows: 1) inversion is innate, and 2) it is also degenerate. From this perspective, inversion can only be perceived of in association to persons who are suffering or appear to be suffering from nervous disorders.

juga menurut Freud Inversion adalah fenomena yang sering di alami oleh orang-orang yang punya ‘antiquity’ atau banyak di derita oleh ras-ras primitive.

inversion was a frequent phenomena among peoples of antiquity, and b) inversion is remarkably widespread among many `savage` [sic] and primitive races, whereas the concept of degeneracy is usually restricted to the states of `higher civilization.` [Freud: Three Essays on Sexuality and Other Writings]

Narcissistic Personality disorders.
Dalam analisa Psychology, Grenoullie juga bisa di kategorikan sebagai seorang yang menderita Narcissistic Personality Disorder atau Egocentrism dimana seorang tidak perduli dengan orang lain tetapi hanya perduli kepada diri sendiri, bangga atau bahkan mengagumi diri sendiri. keadaan psikologis ini juga menyebabkan seseorang ingin di puja oleh orang lain tetapi kurang empati kepada orang atau lingkungan di sekitarnya.

Narcissistic Personality Disorder (NPD) is a
personality disorder, as "a pervasive pattern of grandiosity, need for admiration, and a lack of empathy (www.wikipedia.com)

Grenoullie – karena tidak pernah mengenal cinta dari orang lain – hanya mencintai dirinya sendiri, di samping kebencian terpendamnya kepada manusia. cita-citanya yang ingin menciptakan ‘the best perfume in the world’ untuk membuat semua orang mengaguminya. dia dengan bangga merasa sebagai Grenoullie The Great menjelang akhir hayatnya.

Dan hampir sama na’asnya dengan kisah Narcissus yang akhirnya mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri setelah merasa tidak tampan lagi, Grenoullie pun akhirnya mati di tangan para pengagumnya sebagai korban kanibalisme.

Kesimpulan:
Novel ini cukup unik dan menarik, terutama dalam menghadirkan data fictional yang menyatu dengan plotnya. Patrick Suskind tampaknya sangat hati-hati dalam research nya tentang dunia Perfume,sehingga berusaha menghadirkan efek emosional yang bisa di sebabkan oleh Parfume, sayang sulit untuk mencari teori yang berelasi dengan ini, kecuali melalui research ;). juga research nya tentang setting of Place di novelnya – Prancis abad ke 18, cukup meyakinkan.

Selain itu ada pesan mendalam dari novel ini yaitu kepribadian, karakter seseorang sangat tergantung dari lingkungan yang membentuknya. So be Careful with the environment where your Kids growing

Selasa, 09 Desember 2008

~~ My beloved one ~

Kawan, mungkin kau setuju bahwa salah satu hal yang membuatmu sedih adalah berpisah atau ditinggal orang yang engkau cintai. ;). kesunyian, kesendirian, kenangan kerinduan bercampur menjadi satu dalam menapakai hari-hari perpisahan itu. namun di balik semua itu ada nuansa indah di sana, nuansa indah sebuah kerinduan, sebuah harapan, sebuah kenangan akan kebersamaan dengan orang terkasih meski kadang harus di warnai dengan percik airmata.

dulu masih sulit aku mendefinisikan makna kata cinta, apakah ketika aku begitu mengagumi seseorang karena kelebihan-kelebihannya, ataukah ketika aku begitu rapuh ketika tak mampu ‘memiliki’ orang yang aku kagumi?. aku tidak tahu, apakah itu satu ‘bagian’ dari makna cinta?. dan setelah aku menikah aku merasakan hal yang berbeda dengan perasaan yang dulu mungkin pernah datang dan pergi. dan perasaan ini jauh lebih tulus.

dan betapa besar syukurku karena perasaan itu aku miliki kepada orang yang kini menjadi pendamping hidupku - suamiku. mungkin ini suatu hal yang naïf, atau sangat naïf malah, yang mungkin dialami banyak istri, hanya saja aku menerjemahkan ini suatu hal yang sangat istimewa. kau tahu kawan, sehari sebelum akad nikah masih ada keraguan di hatiku untuk memilih dia menjadi suamiku, mungkin karena proses menuju pernikahan kami tidak diawali dengan perasaan saling cinta? ;). Alhamdulillah kami menikah tanpa proses Dating ;)

cinta menurut filsuf yunani terbagi menjadi 3, yaitu Eros, Phelia dan agape. Eros adalah cinta yang lebih di dominasi erotica, dan nafsu. sedangkan Phelia cinta yang dimana derajat nafsu mulai terkikis sedangkan Agape adalah puncak keindahan cinta yang lebih di sebabkan keinginan untuk melakukan take and give

di step pacaran, kebanyakan orang masih di kubangan cinta Eros ini, dan di pernikahan orang mulai menginjak tahap cinta phelia karena hubungan yang tidak hanya berdasarkan ‘kesenangan’ semata tetapi lebih jauh kepada tanggung jawab. sedangkan tahap agape mampu di wujudkan oleh seorang yang tulus ikhlas mencintai tanpa menuntut seperti cintanya Khadijah kepada Rosulullah SAW. mugkin kah suatu saat aku bisa menggapai tingkatan cinta ini? Hopefully, Amiin ya Robb


aku mengaminkan bukunya Salim A Fillah “nikmatnya pacaran setelah pernikahan (NPSP)” karena aku merasakannya. indah kawan, sungguh indah pacaran setelah menikah. aku yakin sangat berbeda dengan pacaran pra-nikah yang sering di warnai dengan nafsu dan perasaan menggebu. pacaran pasca menikah lebih bertanggung jawab, tulus, apa adanya dan yang terpenting pastinya Halal, halal untuk melakukan apa saja (hehe)

dan pernikahan telah menyatukan kami – dua insan yang berbeda - baik dalam latar belakang budaya, pendidikan, ataupun karakter. suamiku berasal dari makasar yang terkenal dengan karakter kerasnya, sedang aku dari suku Jawa yang tekenal dengan karakter lembut dan agak mudah tersinggung, sekilas tampak sangat kontras, sehingga pada hari-hari awal pernikahan sering diwarnai dengan pertengkaran-pertengkaran kecil, dan penyebabnya hanya karena belum saling mengerti karakter masing-masing. tetapi hal-hal yang terjadi itu justeru seakan menjadi kenangan indah tersendiri dalam hatiku yang membuatku sering merindukannya. dan dari sini aku tahu bahwa menikah berarti proses mengenal, mengenal untuk bisa memahami.

dari sini juga aku menemukan ‘premis’ bahwa pernikahan bukanlah mempertemukan kecocokan dari dua orang yang berbeda tetapi justru menyatukan perbedaan dari dua insan yang memang berbeda. dan kebahagiaan pernikahan tidak hanya dalam wujud canda tawa dan kemesraaan, bahkan kemarahan, kecemburuan adalah bagian dari kebahagiaan itu sendiri (dalam ukuran proporsional tentunya).

sungguh indah Islam mengatur makna hubungan lawan jenis dalam lembaga yang di namakan pernikahan. Islam mentransformasikan sesuatu yang profan menjadi transenden atau malah menggabungkannya. keindahan, kemesraan, sesaat terlihat sebagai sesuatu yang profan an sich, tetapi tidak jika di lakukan dalam ikatan pernikahan - menjadi suatu ibadah yang bermakna transenden.

selain itu ikatan dalam pernikahan sejatinya menjadi pengikat cinta itu sendiri. karena ‘cinta’ (dalam dimendi profan) bukan suatu hal yang kebal dengan benturan ruang dan waktu. tetapi cinta yang terikat oleh ikatan (dalam hal ini syariat) tidak mudah terkikis arus ruang dan waktu karena sumber dari cinta yang di manifestasikan di sini adalah cinta Sang Pemilik Cinta itu sendiri yang kekal abadi.
.

aku ingat kata-kata Ridwan dalam diskusi BZ - when you like something/someone you accept it unconditionally, you accept -and most importantly understand- the good and the bad of the one – aku menerjemahkan kata like di sini bukan sekedar suka tetapi ‘cinta’ meski dimensinya berbeda tetapi kata ‘cinta’ lebih cocok untuk kontek kalimat di atas.

So cinta bukan berarti kita buta dengan segala kekurangan, kelemahan dan kesalahan orang atau sesuatu yang kita cintai. tetapi cinta berarti mengerti baik dan buruknya, kelemahan dan kelebihannya untuk kemudian menerimanya. sehingga cinta bukan berarti melihat sesuatu yang salah menjadi benar seperti banyak orang assumsikan dalam frase Love is Blind. tetapi cinta bahkan perlu kritik atas kesalahan pasangan kita, tetapi kritik yang membangun yang akan membawa kebaikan.

***
sampai saat ini tak terasa kami sudah 5 bulan berpisah. hanya tiga minggu setelah menikah suamiku harus kembai ke Mesir karena masih ada hal-hal menyangkut pendidikannya yang harus di selesaikan. perpisahan ini sungguh tidak mudah, bahkan tak sanggup kami untuk tidak menitikkan airmata saat kami harus berpisah. seorang yang tampak begitu tegas dan keras itupun menatapku dengan iba, seakan tak sanggup untuk beranjak pergi. namun bagaimanapun ini adalah komitmen kami. komitmen yang telah kami sepakati sebelum menikah, harus berpisah selama 7 bulan.

Namun betapapun berat perpisahan kami, kami tetap ‘bersama’ meski tidak secara fisik. dan dalam kebersamaan inilah kami selalu berdialog. sharing, canda-tawa, kemesraan, cerita, cemburu, kesal bahkan marah kuartikan sebagai dialog jiwa dalam proses saling mengenal diantara kami. dan dialog ini tidak akan berakhir bahkan akan terus berjalan sepanjang kebersamaan kami. dalam dialog itulah kami menemukan benang merah dari perbedaan, baik itu perbedaan karakter, pandangan, pemikiran, kelebihan dan kekurangan. dan dari dialog itulah timbul rasa saling mengerti, memahami, dan menerima dan itulah CINTA.


semoga cinta kami abadi sampai ke syurga nanti. Amiin. ;)

~ Franz Fanon, Black Skin White Mask ~

Black Skin White Mask adalah adalah sebuah buku yang di tulis oleh Frantz Fanon pertama kali di terbitkan dalam bahasa prancis Peau noire, masques blancs tahun 1952. dalam buku ini Frans Seorang Psikiatris Menggunakan teori Psikoalanilis untuk menjelaskan efek spikologi yang di alami kulit hitam di tengah dominasi kulit putih. Selain sebagai seorang psikiater Franz berbicara sebagai secara Subyektif sebagai ’obyek penderita’.

sejarah peradaban dunia yang di dominasi satu golongan atas golongan lain - kolonialisme dan imperialisme bahkan slavery - bagaimanapun meniscayakan sebuah efek yang tidak bisa di hindari.

spesifik dalam sejarah barat, bangsa kulit hitam adalah the dominee (dalam bahasa Marx) sedang bangsa kulit putih sebagai the dominator. di ranah ini tumbuh subur hubungan kesenjangan antara inferior dan superior, bagaimanapun kedua kubu ini [dalam prespective Marx] tidak akan pernah menemukan benang merah atau titik temu, duduk sebangku bersebrangan, berdiri sejajar atau mempunyai hak yang sama.

tidak seperti Marx yang menguraikan teori dan solusi dari sebuah penindasan yang berakhir pada epistemologi revolusi, dalam aplikasi sosialisme - kesetaraaan, penghapusan individual rights, dbs - Franz Fanon seorang tokoh Psikologi dalam buku ini menitik pusatkan penelitiannya pada ’aspek kiri’ dari sebuah kolonialisme.

dalam kamus Franz, kolonialisme kulit putih telah memberi dampak Inferiority complex pada kulit hitam sebagai obyek dari kolonialisasi. inferiority complex adalah perasaan dependend dan tidak percaya diri, menganggap orang lain lebih baik, pintar, tangguh dsb. efek dari inferiority complex sudah barang tentu adalah kemunduran kepribadian, reduksi karakter dan lost of identity (kehilangan identitas).

An inferiority complex, in the fields of psychology and psychoanalysis, is a feeling that one is inferior to others in some way. Such feelings can arise from an imagined or actual inferiority in the afflicted person. It is often subconscious, and is thought to drive afflicted individuals to overcompensate, resulting either in spectacular achievement or extreme antisocial behavior, or both. Unlike a normal feeling of inferiority, which can act as an incentive for achievement, an inferiority complex is an advanced state of discouragement, often resulting in a retreat from difficulties. (www. wikipedia.com)

selain itu kolonialisme itu juga membentuk karakter kecenderungan meniru (imitate) aktor pelaku kolonilisme itu sendiri, dalam bahasan sempit adalah kulit putih. Franz menyebutnya dengan istilah ”Black Skin White Mask” .

keberadaan kulit hitam di bawah dominasi kulit putih telah melahirkan complexion yang berujung pada upaya meniru - Black Skin White Mask - subyek pendominasi (kulit putih). proyek Imitating ini tidak hanya dari kontek fisik tetapi juga non-fisik seperti pola pikir bahkan ideologi.

dalam prespective Fanon perbedaan ras dan Etnisitas bukan sekedar perbedaan yang bersifat alamiah dan terkait dengan faktor-faktor yang askiptif seperti yang di asumsikan oleh teori-teori ras dan etnisitas dalam pendekatan kultural-biologis.

Namun, Pendapat Fanon ini lebih dekat dengan pendekatan Neo-Marxist dalam Sosiologi Etnisitas seperti Oliver Cox, Edna Bonacich, Michael Hecter, Robert Mile, Antonio Gramsci, dan Stuart Hall. Oliver Cox mengatakan bahwa pertentangan antar kelompok etnik dan ras adalah tidak universal namun terjadi dalam konteks sejarah tertentu, dan tarkait dengan asal-usul dan kebutuhan ekonomi politik kapitalis (Milosevic 2004: 32)

Teori Fanon ini tampak relevan dengan apa yang terjadi saat ini, dalam konteks neo- kolonialisme, yang sebagian besar dialami oleh Third World Countries. indonesia sebagai salah satu contoh nyata. kecenderungan negara dunia ketiga untuk keniru ’the colonolizer’ sangat besar, hal ini bisa di lihat dari berbagai adopsi baik dari budaya, sistem, pemikiran, gaya hidup maupun ideologi. ada kecenderungan yang sangat masiv dari masyarakat dunia ketiga untuk merasa bangga dengan berbagai produk yang di hasilkan oleh ’the colonizer’ tersebut. kecenderungan ini menurut prespective Fanon di picu oleh rasa inferiority complex sehingga ada keinginan untuk ’meleburkan diri’.

Senin, 01 Desember 2008

~ Obama dan Inferiority Complex ~

Justeru dari pak Kris aku baru tahu betapa ramainya euphoria kemenangan Obama di Indonesia, ternyata sampai ada yang menonton bersama di hotel berbintang?, bahkan ada yang dengan bangga menyebut Obama sebagai Anak Menteng yang menjadi presiden US.

memang aku ikut senang dengan terpilihnya Obama. tetapi rasa senangku ini hanya sebatas senang karena menurutku Obama lebih baik di banding Mc Chain. sama sekali bukan karena Obama pernah tinggal di Indonesia. aku sempat mengikuti kabar kampanye mereka dan aku juga melihat debat terakhir antara Obama dan Mc chain. dalam kampanye Mc Chain lebih banyak menghalalkan Black Campaign, dengan menuduh Obama berteman dengan teroris, juga merendahkan Obama karena menganggap Obama seorang disguising Muslim. dalam hal ini ada jawaban yang menarik dari Collin Powell mantan Sekretaris Negara di Era kedudukan Bush 2001-2005. saat itu Collin menjawab tentang tuduhan bahwa Obama seorang muslim dengan jawaban seperti ini. Obama is not a Muslim, he is a Christian, but the answer is what if he is? it is a mistake to be a Muslim in US?.

juga di debat terakhir di sesi National Defense yang memfokuskan pembahasan pada Iran, Obama masih lebih baik dari Mc Chain karena masih mempertimbangkan penyelesaian yang lebih cooperative yaitu melalui dialog, sedangkan Mc Chain tidak akan pernah mengambil jalur dialog dengan Iran, juga Obama berjanji akan menarik pasukan dari Irak. hal itulah yang menjadi alasan mengapa aku sedikit senang ketika Obama menang dari Mc Chain-berharap ‘sedikit’ perbaikan pada politik LN AS.

tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa AS adalah Negara besar yang punya ‘platform’ tersendiri yang sangat sulit untuk di terobos, siapapun presidennya. platform ini terkait juga dengan politik LN AS. sejarah mencatat J. F Kennedy sebagai satu-satunya presiden AS yang hendak keluar dari platform AS yang akhirnya mati terbunuh. misteri pembunuhan itupun tidak diterungkap dengan jelas sampai detik ini, tentunya dengan berbagai alasan politis. banyak sumber yang mengatakan bahwa pembunuhan JF Kennedy terkait dengan langkahnya keluar dari platform AS - keberaniannya memberikan tekanan pada PM Israel, dan mendukung warga Kulit Hitam di Amerika.

dan menurutku euphoria yang ada di negeri ini sedikit berlebihan, juga aku sempat sangat kesal ketika melihat acara dialog West-East Connection, yang di gelar si Metrotv hanya beberapa hari setelah Obama Terpilih. Indonesia di wakili oleh Rizal Malarangeng dan Syafii Anwar. aku sangat geram dengan pernyataan-pernyataan mereka kepada pihak AS waktu itu, yang sangat terlihat sekali rasa ‘Wong Cilik’ kita sebagai bangsa Indonesia. Rizal terkesan sangat American Minded dan membeo dengan apa saja yang berbau AS, dan sangat mengharap bantuan-bantuan AS melalui Obama. begitu juga Syafi’i sang pejuang pluralisme ini, sangat getol dengan isu Islam moderatnya dengan ‘mengemis’ dukungan dari AS. menurutku ini adalah Nothing, dan Silly thing. aku lebih senang menonton acara yang sama beberapa waktu sebelumnya, saat itu Amin Rais salah satu yang mewakili Indonesia, waktu itu Amin Rais masih cukup berani menelanjangi kebobrokan kebijakan LN pemerintah Bush.

Adalah suatu keharusan berpositif thinking dan tidak salah bila kita mempunyai harapan begitu juga berharap akan adanya dampak positive bagi indonesia dengan terpilihnya Obama, tetapi Euforia ini sepertinya sedikit berlebihan juga harapan yang terlalu muluk-muluk hanya akan mengafirmasi dependensi kita kepada Negara lain. dan hal yang lebih Ironi bila semua ini adalah cermin dari Inferiority complex kita sebagai sebuah Negara besar di tengah masyarakat dunia. What a sad..!!