Kamis, 28 Agustus 2008

~ Nyanyian Hati ~

Keyakinan bertaut erat dalam kalbu
menggenggam jiwa dan seluruh rasaku
meski lara perih di sekeping jiwa yang terpisah
diantara remah-remah sepi
dan dinding yang bernyanyi

seringai malam tundukkan ku dalam pasrah
indah, damai dan perih asa di setiap langkah
kala terbuka mata, kau tersisih jauh...
meski di kalbu kau terendap indah

kau uraikan lara demi tawaku
meski kerlingmu sering resahkanku..
dan...
tawamu, senyumu, lepaskan lelah
di jaring waktu yang panjang..

ku tenggelamkan diri dengan riuh hidupku
ingin ku ingkari keluh yang mendekap erat
aku rindu…
di atara pesona hari yang memikat
dan aura sepi yang menyayat..
aku masih dekap erat..janjiku
hingga putaran waktu
yang tak terhenti pada pusaran usiaku

****

Rabu, 27 Agustus 2008

~ Feeling Blue ~

Diary,

hari ini, fikiranku tidak tenang, aku sedih cemas, etc. ada hal yang sangat meresahkan ku hari ini, tadi pagi ini aku dapat kabar kalau Ibuku di rawat di rumah sakit karena problem gastric yang cukup parah. memang kemarin Ibu telpon memberitahu kalau sakit, tapi tadinya aku fikir hanya sakit biasa, tetapi setelah di bawa ke dokter tidak juga sembuh ternyata Ibu memang harus di rawat karena maagh nya yang parah sehingga tidak bisa masuk makanan.

ada rasa sangat ingin pulang, menemui Ibu, merawat Ibu dan saat perasaan itu datang, air mata seperti tak sanggup aku bendung, rasa rindu, rasa cemas bercampur dari satu. namun saat ini banyak hal yang memang harus aku fikirkan, apalagi Ibu juga melarang aku untuk pulang. beliau meyakinkan akan baik-baik saja. tapi aku tahu itulah Ibuku, tidak mungkin akan menyuruhku pulang kecuali hal yang di ‘anggapnya’ sangat penting…

dan siang ini fikiranku seperti melintas jarak yang sedikian jauh, Jakarta – karanganyar, walau mataku tertuju ke computer di antara lembaran-lembaran tugas, di antara wacana-wacana baru dunia cyberku namun tak sekejap fikiran bisa focus, aku selalu teringat kondisi ibuku ketika sakit, aku sedih, aku ingin menangis….aku ingin pulang dan bla..bla..bla.. hanya lirih do’aku dalam hati

“Ya Robb Berikan kesembuhan pada ibuku”

Senin, 25 Agustus 2008

~ My English Club ~

Gagasanku untuk membentuk English study Club bersama alumni seangakatanku memang belum terwujud, tapi kemarin hari sabtu 23 Agustus, menjadi hari yang cukup menyenangkan bagi ku, karena aku menemukan English Club (EC) di Perpustakaan Diknas yang dulunya British Council, Club di beri nama BritZone.

berawal dari kegelisahan ku mencari komunitas English demi menumpahkan kerinduan akan dunia akademik yang pernah aku terlantarkan, sahabatku Yunita, memberikan Informasi tentang sebuah Club di Perpustakaan Diknas. walau sebulan lebih setelah aku terima informasi ini aku baru bisa mencari tahu tentang hal itu.

rencana awal aku ke diknas sama Elaine teman kuliahku, tapi karena suatu hal dia tidak jadi pergi, So akhirnya aku pergi sendiri, sesampai di Perpustakaan baru jam 10.30, aku langsung Tanya CS nya ttg EC tadi, dan dia bilang mulai jam 11.00 sampai jam 13.00. So aku luangkan waktu untuk masuk perpustakaan. dan aku seperti menemukan Syurga membacaku, senang dengan berbagai literaturenya. sebenernya ini bukan kali pertama aku kesana, dulu waktu proses skripsi aku harus bolak-balik kesana untuk mencari bahan skripsi, tetapi semenjak skripsi selesai,selesai juga kegiatan mengunjungi Perpus ini. dan kemarin seperti menumpahkan kerinduan yang begitu dalam, baru masuk Perpus, aku sudah bertemu Foreigner yang sedang berbicara sesama pengunjung, walau seharusnya menggangu justru seakan mengalirkan suasana akademik dari apa yang aku dengar, aku seakan sedang berada di kelas Mam Wulan atau pak Joe dua tahun yang lalu.

aku juga menemukan buku-buku menarik diantaranya buku tentang feminismenya – jane Freedman juga buku Nuclear Energy nya Raymond L Muray, yang membuatku juga melayang ke kenangan masa SMP, SMA ku saat aku berkutik dengan rumus Energy Kinetik (Ek: ½ m.v) Energy Potensial (Ep: m.g.h). aku sempat membaca lembaran-lembaran awal buku itu yang mengantarkan aku mengenang cita-cita lama. ternyata rumus-rumus sederhana itu menjadi konsep dasar sebuah reactor Nuklir. (sayangnya aku tidak bisa membawa bukunya pulang karena belum jadi anggotaJ )

***
suara terdengar riuh dari awal masuk kelas, aku memandangi wajah-wajah yang ada di kelas itu yang semuanya belum aku kenal, ada sekitar 30 cewek-cowok yang hadir di ruangan itu dengan jumlah yang cukup balance. acara di awali dengan reading oleh seorang peserta yang kemudian aku kenal namanya Mbak Femmi, lalu beberapa orang membaca bergantian, dengan diselingi diskusi singkat seputar materi bacaan. setelah itu acara di handle oleh seorang moderator yang juga salah satu peserta yang bernama Meutia, sekilas dia memaparkan presentasinya untuk kemudian di bahas perkelompok. peserta di bagi menjadi 6 kelompok masing2 kelompok 5 orang. setiap kelompok membahas 2 pertanyaan yaitu “Effective Methods to Study English and the ways to tackle nervousness when we speak English”.

memang fomat EC ini dibuat lebih fun agar tidak membosankan juga juga temanya cukup ringan agar bisa di ikuti oleh pemula dan aku cukup menikmati manfaat dari diskusi ini paling tidak mengaktive kan kembali Englishku yang sekian lama Pasif dengan menemukan patner tuk cas-cis-cus in English. awalnya aku merasa kaku bahkan harus mengalami slipped tongue beberapa kali ketika berbicara.

acara ini asyik banget karena semua active berbicara, bahkan sering di selingi dengan joke-joke oleh peserta yang ternyata cukup ‘gila’. dalam diskusi itu ada seorang peserta yang memakai teorinya Naom Chomski si bapak Linguistic dengan teori Error Analysis, LAD, juga Leninberg dengan Critical Period.

setelah diskusi ada acara perkenalan dari peserta baru termasuk diriku, suasana tenang saat aku memperkenalkan diri, tetapi jadi riuh ketika sampai di pertanyaan terakhir, Formal Question “What’s your status?” semua menanti jawaban dengan ‘khidmat’, aku berhenti sejenak dan ketika aku jawab I am Married.”Yahhh…!!!” terdengar suara-suara mendesah kecewa (hehehe narsis dikit euy)

anyway, It’s really great to be the member of BritZone EC :)

***
benar suatu frase romantic yang mengatakan bahwa rindu biasanya hadir ketika telah jauh (hehe) begitu juga dengan dunia akademikku. dulu aku begitu cuex dengan dunia akademikku, aku menjalani hanya berdasarkan Rule agar aku lulus. akhirnya ketika aku lulus banyak hal-hal yang hilang, dan banyak hal yang tidak bisa aku ulang. hal ini ternyata juga di alami oleh temanku Lestari dan Elaine, kami sama-sama merindukan dunia akandemik, dimana presentsi, dialog, bahkan debat menjadi salah satu ciri jiwa-jiwa kritis. berawal dari itu aku mengusulkan adanya English study Club yang akan membahas hal-hal yang pernah kami bahas ataupun hal-hal yang punya korelasi dengan dunia akademik kami, seperti pemikiran-pemikiran Great Thinkers, atau karya-karya sastrawan dunia. kami sangat rindu membahas filsafatnya Spinoza, JJ Roseau, Rene Decartes, Hobbes Leviathan, Emmanuel Kant atau membaca karya-karya Charles Dicken, Robert Frost, Rudyat Kippling, Ernest Hemingway, etc. tetapi keinginan ini belum mendapat dukungan dari yang lain, karena kesibukan masing-masing. dan aku tetap berharap suatu saat bisa di realisasikan. semoga..semoga…


Jumat, 22 Agustus 2008

~ Ahmad Namanya ~

aku masih menatap wajah kusam dan sayu itu, di atas dipan bambu satu-satunya dipan di rumahnya aku terduduk menatap ujung-ujung kakiku. ada rasa bersalah, haru menyelinap di antara ceritanya yang seolah tanpa derita dengan realita yang membuatku trenyuh. hampir tiga tahun aku bersahabat baru kali ini aku menyempatkan diri menemui dia di rumahnya itupun karena aku akan pergi jauh, ke Jakarta mengejar cita-citaku..

pandangan mataku kembali menyelusuri rumah papan dan lantai tanah dengan perabotan Nir-lux itu, sebuah meja kayu di tengah ruangan di hiasi dengan lampu teplok di atasnya, sebuah gambar orang berjanggut menggelantung di salah satu sisi didiing papan yang banyak di hiasi sarang laba-laba, tidak ada lemari, tidak ada Tv ataupun alat elektronik lainnya. dalam hati aku mengutuki diri, mengapa tidak sedari dulu aku tahu kondisi sahabatku ini. keceriaannya di sekolah telah berhasil menipu ku dan teman-temanku.

Ahmad, nama lelaki itu berusia 17 tahun ketika dia berada di persimangan jalan masa depannya, tinggal di rumah papan reyot yang kini ku kunjungi, bekerja sebagai kuli karet untuk membiayai sekolahnya. aku baru ingat celana dan baju sekolahnya yang dekil yang tak jarang di padu dengan ‘batik’ dari getah karet di sana-sini. tapi Ahmad anak yang ceria, dia bahkan sama sekali tidak pernah mengeluh dengan keadaanya.

Ahmad juga tidak pernah cerita padaku juga teman-teman kalau dia bekerja untuk sekolahnya. seandainya itu terjadi pada Imam yang juga temanku sekelas, aku tidak akan begitu perduli, tetapi Ahmad adalah Einstein di Kelasku, kelas III IPA. kelas yang di anggap berpenghuni para otak encer, meski tak seluruhnya benar. tapi dialah pemegang juara bertahan selama di kelas ini, bahkan tak ada satupun yang bisa mengalahkan prestasinya di kelas ku.

Ahmad Genius, begitulah aku memanggilnya, walau mungkin dia belum selevel siswa Genius di Xaverius, sekolah paling elit di ibukota propinsiku. tapi Ahmad paling genius di antara teman-teman satu kelasku bahkan di saentoro sekolahku. aku menyaksikan sendiri bagaimana dia dengan begitu lincah menguraikan hukum pascal, boyle, Newton atau relativitas Einstein, dalam study kasus untuk menemukan rincian-rincian rumus baru. aku juga menyaksikan ketika dia harus membantu pak Pomo guru matematika kami yang pernah kesulitan menyelesaikan soal-soal Integral di depan kelas. juga dia yang selalu pertama kali mengerjakan soal-soal fisika di pepan tulis, bahkan dia sering berlomba memcahkan soal dengan pak Madali guru Fisika kami.

Ahmad adalah cahaya di kelas IPA kami, setidaknya kelas yang paling di segani karena selalu berkutat dengan rumus dan teori. kelas yang di anggap paling ‘keren’ di antara jurusan lain. dan aku lah ‘sekertaris’ nya ketika dia bereksperimen memecahkan soal-soal ‘ala Einstein’ itu. aku bahkan sulit mengikuti kecepatan nalarnya, kepandaiannya menyimpulkan masalah, untuk kemudian menjalin relasi dengan teori dan menurunkan rumus. itulah Ahmad teman kami yang miskin ini.

“aku akan berangkat ke Jakarta besok mad” ucapku padanya di pagi itu
“mau kuliah ya?” jawabnya seakan ada semangat yang kian luntur dari otak brilliant itu
“mudah-mudahan, aku akan berjuang dulu, setidaknya aku punya akses tuk meneruskan kuliah”
“gimana kabar PMDK mu?”
“aku sudah datang ke rumah pak KepSep menanyakan hal ini, katanya belum ada pengumuman, aku sangsi mungkin aku ga lolos”
“kamu sendiri apa rencanamu?” kataku balik bertanya
”aku tidak tahu, tapi sepertinya aku tidak bisa kuliah lagi”
aku hanya menghela nafas berat, melihat kekecewaan yang tampak nyata di mata temanku ini,tapi aku tak bisa berbuat banyak
“kenapa kamu ga ikut PMDK juga waktu itu?” kamu pasti lolos” tanyaku mencoba merangkai harapan yang telah rapuh
“sebenernya impianku ingin kuliah di UGM jurusan MIPA, di samping sekolah kita tidak dapat jatah PMDK dari sana karena reputasi yang tidak baik dari kakak kelas kita sebelumnya, aku tidak tahu bagaimana aku dapat biaya kalaupun aku di terima” jawabnya sedemikian pasrah
“tapi kamu khan bisa cari biasiswa nantinya”
“kamu tidak tahu keadaanku teman, aku harus membantu menghidupi keluargaku” jawabnya mencoba menyembunyikan riak wajahnya yang kian murung
aku tak bisa lagi memaksakan pendapatku agar dia kuliah karena memang aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantunya. aku tahu Ahmad sangat ingin kuliah, dia ingin masuk fakultas MIPA, bahkan dia pernah bilang pingin membangun indonesia dengan teknologi temuannya, dia sangat mengidolakan Habibie, dia pengagum Einstein. namun semua itu adalah mimpi yang harus di kuburnya dalam-dalam. suatu kenyataan yang tragis ‘Einsten’ di kelas ku itu tidak bisa meneruskan sekolahnya di bangku kuliah lambat laun mimpinya untuk menjadi habibie muda di negeri ini akan pudar, hilang, lenyap dan kelak hanya tinggah sepatah kata ‘seandainya’
“aku pulang ya Mad..doakan aku ya..”
“kamu masih punya harapan..” jawabnya seraya tersenyum getir
tak kuat hati menatap lelaki ringkih itu, lelaki pintar yang tak berdaya, lelaki cerdas yang harus terpuruk dalam mimpi nya.

aku melangkah meninggalkan rumah kecil itu, ku tatap sekali lagi sahabatku yang kusam dengan wajah kuyu dengan tatapan tak pasti, tak pasti dengan masa depannya, tak pasti dengan mimpi yang menghantuinya.

***
sepuluh tahun aku meninggalkan desaku. sebuah desa kecil di kabupaten tebo propinsi jambi. kini aku sudah menyandang gelar sarjana sejak dua tahun yang lalu, meski impian idealku untuk masuk fakultas MIPA harus aku kubur dalam-dalam juga karena faktor biaya, tetapi aku jauh lebih beruntung dari Ahmad sahabatku. meski akupun harus kuliah sambil bekerja, meski hasil kuliahkupun tidak optimal..meski dan meski...lainnya tapi aku masih punya banyak harapan, aku masih punya banyak peluang untuk bisa meneruskan ke jenjang berikutnya, atau berkarir...sedang Ahmad?? mungkin saat ini dia masih tetap menjadi kuli di kebun karet tetangganya, atau mungkin kini dia juga masih susah payah menghidupi keluarga barunya. ntahlah..aku tak pernah lagi mendengar tentangnya sejak pertemuan terakhir itu..

seandainya saja dia mampu meneruskan kuliah mungkin tidak akan susah baginya mencari biasiswa bahkan sampai jenjang S2 atau S3 karena aku tahu kecerdasannya. bahkan mungkin dia bisa mewujudkan angannya untuk menjadi ‘revolusioner’ muda di negeri ini

Ahmad sahabat SMA-ku hanyalah satu dari sekian banyak anak-anak briliant yang tidak mampu di sekolah, mereka mungkin ada di pelosok desa yang sedang sibuk mencangkul di ladang, atau menjadi kuli panggul, mereka mungkin ada di lorong-lorong gang kecil, atau mereka mungkin ada di lapak-lapak pemulung, dan ntah di mana lagi..

sedangkan di sana..di sekolah-sekolah mereka yang dengan bangga hati di sekolahkan orang tuanya, justru membunuh waktu dengan tawuran, dengan nongkrong di jalanan. sungguh ironis. banyak anak yang setengah mati ingin sekolah tetapi tidak mampu, padahal dia cerdas. sedangkan di sisi lain banyak juga anak yang menghamburkan uangnya untuk aktivitas ‘sampingannya’ yang di sebut sekolah itu.

~ Merdeka ?? ~

pekik merdeka membahana
tangan kuat mengepal di udara
tapi kemudian lesu bak tak bertulang
dan wajah kembali kuyu
kembali ke petak-petak kertas…
di tengah jaring-jaring heaven’s door

‘merdeka’ ataukah euforia semata
meski ku salut, takjub, hormat
pada pahlawanku…
sepenuh hati mengabdi
dengan darah dan diri

tapi ku sangsi inikah ‘merdeka’ kini?
ketika ku langkahkan kaki di lorong-lorong sempit
wajah yang naif kelaparan itu
ketika ku melangkah di depan ‘istana’ remaja
wajah beringas marah
dengan samurai itu...

aku terus berjalan...
di instana para ‘raja’ negeri ini
aku keki..marah, benci..
di tengah tangis mereka yang papa
di antara wajah tak berdosa yang lara

dia rampas semua
habis hartaku.....
kering tanahku...
dan kau biarkan penjarah itu

katakan...!!
inikah merdeka ku, pertiwiku??
ketika ku melihat mereka berdarah-darah
ketika ku lihat perut-perut kecil kelaparan
ketika ku saksikan wajah ‘puas’ di atas kerapuhan

sedang aku??
pun menoreh sejarah lesu negeri ini
hanya bisa berkata
maafkan aku ‘cinta’

Rabu, 13 Agustus 2008

~ What a Pity We are ~

pagi ini seperti biasa sesampai di kantor aku cek email, hanya ada satu email yang perlu di jawab, akhirnya aku berselancar mencari berita mengisi kekosongan pagi ini. aku buka jurnal science di site Yahoo. aku menemukan berita yang membuatku sedikit surprised di dunia sains barat yaitu Scientists step closer to developing invisibility cloak. invisibility cloak adalah sebuah benda atau alat yang akan bisa membuat sebuah obyek menjadi invisible (tidak tampak). dulu aku berfikir hal ini hanya terjadi di film fiksi ilmiah barat yangs sering aku lihat, ternyata hal ini bisa terjadi di dunia nyata.

konsep kerja alat ini cukup sederhana yaitu dengan membelokan cahaya dari obyek yang tampak, karena pada prinsipnya kita bisa melihat sesuatu benda karena ada cahaya yang mengenai benda tersebut dan memantulkan ke indera pengelihatan kita. alat ini terbuat dari sebuah materi yang di sebut metamaterials, materi ini bisa membelokkan cahaya, gelombang ataupun radar dari sebuah obyek, seperti air yang mengalir di sela-sela batu di sungai. metamaterial ini terbuat dari campuran logam dan circuit board materials seperti keramik, Teflon atau fiber. dan saat ini saintis masih berusaha mendisain alat ini untuk bisa membelokkan cahaya sehingga melingkari sebuah objek yang di lalui cahaya, sehingga tidak tidak akan menimbulkan pantulan ataupun bayangan objek tersebut. bisa di bayangkan kalau alat ini di gunakan untuk keperluan militer, jelas negeri paman syam akan kian berkibar dengan Jargon “ The Police of the World” nya.

ketika aku cerita ini sama teman kantorku tentang penemuan yang menurutku spektakuler ini, teman ku menjawab bahwa di Indonesia juga ada, dari jaman belanda banyak orang kita yang bisa menghilang atau tidak kelihatan.

aku tergelak sesaat di dalam hati, di jaman modern seperti ini, tidak memungkiri bahwa ilmu supranatural itu masih ada, tetapi aku tersenyum bahwa jawaban temen ku ini semakin mempertajam perbedaan intelektual barat dan timur (Indonesia khususnya). klo barat bisa menciptakan alat untuk ‘menghilang’ (Invisible) dengan melalui teori2 ilmiah, percobaan dan usaha-usaha rasional sehingga menciptakan sebuah penemuan, tetapi saat inidi negeri ini orang bisa jadi invisible kebanyakan karena bantuan Jin, dedemit dan sejenisnya, tidak perlu penelitian, tidak perlu percobaan, Cuma perlu pergi bertapa atau pergi ke dukun, (hehe). what a pity we are..!!!

Selasa, 12 Agustus 2008

~ Road Not Taken ~

~ The Road Not Taken ~
(Robert Frost, 1915)

The Road Not Taken" is a
poem by Robert Frost, published in 1916 in his collection Mountain Interval. It is the first poem in the volume, and the first poem Frost had printed in italics [1]

This poem is usually interpreted as an assertion of individualism, but critic Lawrence Thompson has argued that it is a slightly mocking satire on a perennially hesitant walking partner of Frost's who always wondered what would have happened if he had chosen their path differently.[2]

For better description let’s reveal the hidden meaning in each stanza of this Great Robert Frost’s Poem.

The first Stanza – Prolog to describe the situation

Two roads diverged in a yellow wood,And sorry I could not travel bothAnd be one traveler, long I stoodAnd looked down one as far as I couldTo where it bent in the undergrowth.

The poem consists of four Stanzas, in the first stanza the speaker speaks about the position, where he has been walking in the woods and finds two roads must be decided to be traveled. He would like to take both but he can’t, for long time he thinks while looks down the roads and trying to make decision.


The second Stanza – make decision

Then took the other, as just as fair,And having perhaps the better claim,Because it was grassy and wanted wear;Though as for that the passing there Had worn them really about the same.

In the second stanza the speaker tells us that he has made decision to take one path between two, which he predicts as the better claim, because it’s less traffics and more promising as described in the word “Grassy”. After passing that path he realizes that the two are have similarity, but it’s not the same, asserted by the word “about the same”.


The Third Stanza – description of the Roads

And both that morning equally lay In leaves no step had trodden black.Oh, I kept the first for another day!Yet knowing how way leads on to way,I doubted if I should ever come back.

In this stanza the speaker’s still trapped in the cogitation about those two roads, there might be differences, he wishes has any time to travel one road he had left, but he is uncertain if he would have plenty of time to doing so.

The Forth Stanza – the point

I
shall be telling this with a sigh Somewhere ages and ages hence:Two roads diverged in a wood, and I--I took the one less traveled by,And that has made all the difference.

The last stanza of this poem seems to be the conclusion, or the result of the journey aforementioned by the speaker. the speaker uses the word ‘sigh’ that means take long deep breath as sign of relief, but it can also mean regret, sadness, tiredness. if it is ‘sigh relief’ the speaker says that the journey is nice and he is glad with the road has taken. But if it is ‘sigh’ regret, tiredness, it means that the speaker is regretful by the choice he made. Then the key word would be in the phrase ‘all the difference’. It’s not clear whether the difference is good side or bad side.

By the word “all the different” I think the poet will assert his argument that whatever the choice made by us it will turn out our future with its own end, including, risks and consequences. that’s all about life, that seem to be the mystery of choices that must be taken, and whatever decision we made we will take its ‘fruits’.

So Individually, I interpret that this poem is about the description of life consequences. Life is about choices, in which we never known before have lived it, but it needs vivid selection before decide. It also asserts that whatsoever decisions we made in this life is in our responsibility and may left its consequences whether it is good or bad.

We are the wanderer in this marvelous world, who is endowed mind, brain, feeling, and others ‘weapon’ including Guidance to deals those choices and the choices are really ours.


[1]
www.wikipedia.com
[2] http://poetry.suite101.ಕಂ

Senin, 11 Agustus 2008

~ Read and Read..!! ~

Menulis bisa jadi saat ini menjadi sesuatu yang aku lirik, kalau tidak bisa ku katakan sebagai kegemaran, karena aku bisa menjalaninya masih depend on the mood yang sifatnya ups and down. walau pernah terfikir untuk bisa menjadikan menulis sebuah perofesionalisme, tetapi tentu saja itu bukan proses yang mudah, perlu usaha keras dan panjang. namun aku tetap menikmati ‘setengah’ kegemaranku menulis ini walau hanya untuk hal-hal kecil dan dengan mood yang fluktuative, tetapi berharap bermanfaat.

kegemaran ku menulis ini sebenernya sudah aku mulai dari SMA tetapi saat itu tulisanku hanya seputar Memoar yang merekam kejadian-kejadian tertentu dalam keseharianku dalam sebuah Diary. sewaktu SMA juga aku banyak terkesan dengan puisi-puisi buatan sahabat dekatku partinah namanya, yang sangat lihai memilih diksi untuk kemudian menjadi sebuah puisi abstrak, hal yang sampai saat ini masih sulit aku tiru.

saat ini merebak tanya dalam diriku, mengapa kegemaran menulisku, seperti mandek, tidak ada perkembangan berarti dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan hampir sepuluh tahun? dan aku temukan jawabanya adalah minim input dalam otakku, yang membuatku miskin ide dan miskin diksi. aku sangat percaya bahwa kemampuan menulis harus sangat di tunjang dengan kegemaran membaca, logikanya output selalu membutuhkan input, meski tak selalu berbanding lurus. saat itu menulis bukanlah kegiatan kesengajaan atau rutinitas terencana tetapi hanya kegiatan yang di incindental yang biasanya di picu oleh kejadian yang menarik untuk ku rekam.

dan masa sekolahku bukan masa yang glamour dengan buku, bahkan jauh dari akses buku, dan factor utama adalah lingkungan yang tidak mengkondisikan aku pada budaya membaca. walau di sekolah aku cukup berprestasi tetapi sebenernya aku sangat miskin wawasan saat itu, apa yang ku pelajari hanya apa yang di berikan sekolah padaku, terutama materi-materi yang mau di ujikan. hampir tidak pernah aku membaca buku di luar sekolah atau mencari input lain, selain budaya tadi juga kendala waktu dan biaya. juga konsep ‘ever searching’ itu tidak ditanamkan dalam budaya pendidikan di sekolah ku dulu. tugas sebagai pelajar juga bukan satu-satunya tugas para siswa bahkan bisa di bilang tugas sampingan di antara main duty lainya seperti membantu pekerjaan rumah.

sejatinya aku tidak ingin bernostalgi dengan kondisi masa lalu yang akan membuka ruang kesedihan atau penyesalanku, tetapi ini melahirkan pandangan subjectiveku bahwa membaca adalah salah satu modal utama untuk menjadi seorang yang kaya wawasan, cerdas, juga bisa mengantarkan pada posisi-posisi sukses.
sebagian besar mereka yang brilliant mulai dari ilmuan sampai penulis mempunyai kegemaran membaca, karena buku adalah sumber ilmu di mana pembaca bisa berinteraksi secara virtual dengan intelektualisme penulis. tentunya bukan sembarang buku, tetapi buku-buku yang bergizi yang akan memberikan nutrisi untuk menunjang perkembangan intelektualisme pembacanya. buku juga yang mempengaruhi cakrawala pola pandang (world view) seseorang akan segala sesuatu dalam kehidupannya.seperti kata Rene Decrates:

“… membaca buku yang baik itu bagaikan mengadakan percakapan dengan para cendekiawan yang paling cemerlang dari masa lampau—yakni para penulis buku itu. Ini semua bahkan merupakan percakapan berbobot lantaran dalam buku-buku itu mereka menuangkan gagasan-gagasan mereka yang terbaik semata-mata….”

atau seperti pengalaman Andrea Hirata, pengarang fenomenal yang cukup ‘genius’ di karya perdananya Tetralogi Laskar pelangi. di bawah ini adalah gambaran ‘kerakusan’ nya membaca yang mengantarkan dia menjadi seorang akademisi sukses –dengan beasiswa Sorbornenya – juga seorang penulis yang sangat di gemari saat ini:

“….Bahkan aku membaca sambil membaca. Dinding kamar kosku penuh dengan grafiti rumus-rumus kalkulus, GMAT, dan aturan-aturan tenses. Aku adalah pengunjung perpustakaan LIPI yang paling rajin dan shift sortir subuh yang dulu sangat kubenci, sekarang malah kuminta karena dengan demikian aku dapat pulang lebih awal untuk belajar di rumah. Jika beban pekerjaan demikian tinggi, aku membuat resume bacaanku dalam kertas-kertas kecil. Inilah teknik jembatan keledai yang dulu diajarkan Lintang kepadaku. Kertas-kertas kecil itu kubaca sambil menunggu ketua pos menurunkan kantong-kantong surat dari truk.” (Laskar Pelangi, hlm. 459)

atau penuturan dari Elizabeth Winthrop:
“Kalau Anda ingin menjadi penari profesional, tentu Anda harus berlatih setiap hari. Kalau Anda ingin bermain sepakbola di divisi utama, Anda pun harus latihan menendang dan menggiring bola ratusan kali. Menulis memerlukan hal yang sama. Anda perlu berlatih, artinya Anda harus terus menulis dan membaca.”

akhirnya aku cukup bahagia walau aku menemukan ‘amunisi’ ini setelah umurku lebih dari seperempat abad. mungkin aku tidak akan bisa menjadi penulis profesional, novelist, atau seorang ilmuan,tetapi kegemaran membaca setidaknya membuatku ‘out of the box’ and ‘go beyond’ wawasan sempitku selama ini.

dan di kantorku sekarang aku menemukan ‘syurga’ membaca, tempat ku bisa puas berkelana di antara karya-karya cerdas, atau informasi terkini. aku senang membaca karya yang mengandalkan analisa dan data ilmiah, atau karya-karya fiksi yang akrab dengan informasi teknologi dan pengetahuan ilmiah...dan aku bisa ‘berselancar’ dengan bebas di antara jam kantor ketika sedang ‘bebas’ tugas. mugkin inilah salah satu hikmah aku bekerja di sini.:). dan menurutku perlu break the border dalam hal literature bacaan, karena setiap literature bisa jadi menyediakan ‘asupan gizi’ yang berbeda dari lainnya.

Meski mungkin terlambat untuk diriku, tetapi ini bisa menjadi bekal untuk anak-anakku nanti. aku ingin menciptakan budaya membaca untuk anak-anakku sejak usia dini. semoga..semoga...

Jumat, 08 Agustus 2008

~ Manatap pagi ~

pagi yang cerah menoreh di ambang fajar kota Jakarta, hiruk pikuk kota tak pernah redam bahkan menjadi nyanyian khas para penghuni kota metropolitan ini, setiap pagi jalur rate race akan penuh sesak, berjejal, mobil mewah, metromini pengumbar polusi sampai denga bajaj Butut buatan tahun 60-an.

seperti biasa rutinitas pun menjebakku dalam aktivitas yang sama, pergi ke kantor, berjejal di bus sebelum menemukan kantor nan indah dan nyaman meski penuh nuansa kekecewaan yang tak jauh dari nada ketidak puasan gaji...masalah yang akrab dengan pegawai..O karyawan…!!

pagi ini aku merasa mood ku sedang under standard. ada kemalasan menyeruak tiba2 yang membuat ayun langkahku berat, ternyata memang slalu saja ada ups and down di segala sesuatu.

diantara penumpang yang berjejal, sangat mirip dengan pepes manusia, aku melayangkan pandanganku keluar jendela Kopaja 602 yang aku tumpangi, kopaja ini selalu penuh setiap pagi. jarang sekali tersisa satu saja tempat duduk khusus buatku (siapa Lo??? hehe). ingin sekali aku menikmati perjalanan dengan duduk santai dan membaca buku, sambil mencerahkan isi otak di pagi hari. persis pagi inipun aku tak dapat kesempatan duduk sepeti hari sebelumnya. tapi dalam hitungan menit sebelum aku turun ada satu bangku yang kosong karena di tinggal turun penghuninya, segera aku mengisinya. dengan cepet ku keluarkan buku yang sangat ingin ku baca. (tau ga seh? kalau aku baru baca ‘laskar pelanginya’ andrea hirata” - hiks ketinggalan banget khan??). aku menikmati baris demi baris, paragraph demi paragraph karya penulis yang dengan sesaat lalu menawan hatiku dengan gayanya bertuturnya . tapi aku bukan ingin menulis sebuah resensi buku,hanya saja ada satu baris kata yang menginspirasiku pagi ini, memompa kembali semangatku yang sedang ‘get down’, mengingatkan aku akan mimpi besarku, cita-citaku, yang aku jabarkan dalam misi di sebuah lembar putih di balik otakku yang kian buram termakan usia ini (hiks).

“hidup lah untuk sebanyak-banyaknya memberi bukan sebanyak-banyaknya meminta”

sebuah kalimat yang sanggup menampar habis kemalasanku pagi ini, sebuah kalimat yang menorehkan motivasi tersendiri dalam hatiku, mengingatkan aku akan visi hidupku, bahwa aku harus bermanfaat bagi orang lain. aku terngiang sebuah mimpi yang kami (aku dan suami) dendangkan bersama si saat awal kebersamaan kami, aku ingat bertumpuk tugas menanti untuk masa depanku, aku ingat project besar masa depanku....dan pagi ini aku ingin kembali melantangkan kata semangat untuk menabuh genderang perjuanganku….bahwa hidup bukan melankolik, bukan kemanjaan,..tapi hidup adalah perjuangan…yah…hidup adalah perjuangan..perjuangan untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Sang pemberi hidup.

…STIR YOUR STUMP..itulah judul blogku ini…Frase yang seharusnya setiap saat memberiku semangat dan bangkit dari kemalasan.

***
sesampai di kantor,seperti biasa aku switch on computer, cek email, ada beberapa tugas menantiku dan segera ku kerjakan, sembari ku dengarkan nasyidnya Raihan ‘sesungguhnya’. rasa rindu menggelayut indah di kalbuku. lagu Raihan membangkitkan rinduku, mengingatkan aku, menuntut hatiku..untuk kembali ‘menapak tilas’ tujuan hidupku yang sebenarnya.

“…Ya Robb Seandainya bukan Engkau yang selalu jadi tujuan dalam setiap langkah hidup ini, maka kebosanaan, kejenuhan, akan selalu menghantui langkah ini”.
tiba-tiba aku Rindu..Rindu pada Robbku…

Kamis, 07 Agustus 2008

~ My Great Mother ~

Jam di ruang tamu sudah menunjukkan jam 7, waktu yang mengharuskan aku pergi ke kantor setiap pagi, aku baru saja menyelesaikan sarapan pagi yang disediakan ibu. ”kamu tadi ga sahur, semalam juga makan sedikit, ga puasa sunah dulu saja, nanti kamu sakit” bujuknya ketika aku mendampinginya menonton acara berita pagi di depan TV sebelum berangkat. akhirnya tak rela aku biarkan wajah penuh kerut dan bersahaja itu melenguh kecewa, aku pun makan dengan di dampinginya.

selesai makan aku beranjak ke kantor aku temui ibu di dapur yang sedang sibuk membuat makanan untuk hari ini ”bu aku pergi dulu ya” kataku sambil ku kecup tangannya dengan lembut. namun ku urungkan langkah kaki yang hampir beranjak ketika ku melihat mendung menyelimuti wajah yang mulai senja itu ”ada apa bu?” tanyaku sedikit bingung. ”sebenernya ibu tidak tega melihat kamu seperti ini” ga tega kenapa Bu?” aku seperti bingung, karena aku merasa tidak ada masalah apapun yang sedang melandaku, meski sedang berpisah sementara dengan suami tapi toh itu bukan alasan untuk berduka cita, karena perpisahan ini adalah bukti awal perjuangan kami dan demi cita-cita kami.

aku masih menunggu kata-kata terucap dari ibuku ”setiap hari kamu harus pergi pagi pulang sore, sedang ibu tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantumu” aku hanya tersenyum bahkan hampir tertawa dengan pernyataan ibuku, bagaimana tidak? pekerjaan bagi ku adalah kehidupanku, bukan karena alasan materi saja tetapi aku tidak akan bisa tinggal diam di rumah tanpa melakukan kegiatan berarti, aku memang terbiasa bekerja dari lulus SMA dulu juga terbiasa dengan banyak kegiatan, bahkan sering bosan jika harus sering menganggur. dan aku juga tak merasa terbebani dengan bekerja meski kini aku telah mejadi Ibu rumah tangga, dan hal ini telah lebih dulu aku minta dari suamiku sebelum kami menikah.

”Bu..kerjaku itu tidak berat, aku hanya duduk di depan komputer, ngetik, kirim email, yah pokoknya ga berat lah Bu, ibu ga usah khawatir, aku ga ngerasa capek koq” ”Iya nduk tapi ntah kenapa ibu kasihan ngelihat kamu, karena dari kuliah dulu kamu selalu berjuang seperti ini” ku lihat air mata mulai mengalir dari sudut mata yang tampak mulai keriput, aku peluk ibu-ku, dan sebisaku memintanya untuk tidak menangis.

***
aku berjalan menyusuri jalan raya pondok jaya untuk sampai ke jalan raya mampang menuju kantorku, sepanjang perjalanan terbayang wajah ibuku, aku ingat wajah yang selalu ingin melihatku tersenyum, wajah yang selalu mengkhawatirkan ku, wajah yang selalu cemas ketika aku sakit walau hanya sakit flu. ibu juga rela tidak makan asal aku kenyang, rela tidak tidur demi menunggui ku ketika aku sakit.

sepanjang perjalanan di kopajapun aku masih ingat ibu, terbentang semua kenangan masa kecilku, sebuah siluet indah bersama ibu dan keluargaku. aku masih ingat ketika setiap hari ibu harus bangun jam 2 pagi untuk menjajakan dagangannya ke pasar, aku masih ingat bagaimana ibu begitu senang mengajak kami anak-anaknya belanja ke pasar ketika ada sedikit saja uang berlebih, aku juga masih ingat ketika ibu harus mencari daun pisang di kebun kami untuk di jual demi mencari isi perut kami, aku juga masih ingat ketika menjelang lebaran kami belum punya baju baru, ibu dan bapakku harus bersusah payah memetik kelapa yang masih muda untuk di tukar baju baru kami. aku juga masih ingat bagaimana ibu menjemputku ke sekolah ketika hujan turun, dengan payung dan kain jarik ibu menggendongku pulang. belum lagi masa kecilku yang tak bisa ku ingat dan yang pasti sangat sering menyusahkannya dengan tangis kenakalanku.

rasa bersalah tiba-tiba menyeruak di dinding hatiku, selama ini aku justru sering merasa kekhawatiran ibu padaku berlebihan, hingga kadang menyimpan kesal di hati, aku sering mengaggap enteng kata-katanya, perhatiannya. aku juga sering tidak mendampinginya ketika beliau sakit di kampung karena harus berkutik dengan pekerjaanku di jakarta, bahkan mungkin sering tanpa aku sadari ada kata-kata yang melukainya. Ya Allah..betapa aku tidak tahu diri. betapa kasih sayangnya tak sanggup aku balas dengan apapun. maafkan aku ya Robb..

dengan perjuangan keras yang telah di laluinya untuk kami anak-anaknya ibu masih merasa tidak rela membiarkan aku sedikit saja ’susah’, ibu tidak rela membiarkan kami sedikit saja meneladani ’penderitaan’nya. ibu ingin semua penderitaan di tanggungnya, semua beban di pikulnya sehingga kami anak-anaknya bahagia, itu yang sering di ungkapkannya pada kami anak-anaknya. tak sedikitpun aku sanggup menolak ungkapan yang mengatakan bahwa kasih ibu sepanjang masa..sungguh...!!

Ibu....
terima kasih tak terhingga atas semua kasih sayangmu, sepanjang hidupku..
semoga kelak aku bisa menjadi anak yang salihah seperti harapanmu
semoga kelak Allah membalas jasamu dengan memuliakanmu di syurganya..Amiin

Ibu..I love You..
walau sulit sekali aku katakan padamu
walau sulit sekali aku buktikan dengan tindakanku
Maafkan aku Bu..
semoga Allah memberiku kesempatan
untuk bisa membalas jasamu meski sedikit..

Tips Keluarga SAMARA

Oleh: Abdullah Gymnastiar


Bagaimana agar pernikahan mendatangkan ridha Allah? Semakin lama usia pernikahan akan semakin terasa sakinah mawaddah wa rahmah? Ada tiga rumus dalam QS Al-Ashr. Setiap bertambah hari, bertambah umur, kita itu merugi kecuali tiga golongan kelompok yang beruntung. Nah buat sahabat-sahabat yang merencanakan segera menikah silahkan simak tausiyah dari AaGym berikut ini. Semoga bermanfaat, amin…


Pertama adalah rumahtangga yang selalu berpikir keras bagaimana keyakinan kepada Allah terus meningkat. Semua kebahagiaan dan kemuliaan itu berbanding lurus dengan tingkat keyakinan kepada Allah. Tidak ada orang ikhlas kecuali yakin kepada Allah. Tidak ada sabar kecuali kenal kepada Allah. Tidak ada orang zuhud kecuali orang yang tahu kekayaan Allah. Tidak ada orang tawadhu kecuali orang yang tahu kehebatan Allah. Makin akrab dan kenal dengan Allah semua dipandang kecil. Setiap hari dalam hidup kita seharusnya dipikirkan bagaimana kita dekat dengan Allah. Kalau Allah sudah mencintai mahluk segala urusan akan beres.


Karena itu, apa pun yang ada dirumah harus menjadi jalan mendekat kepada Allah. Beli barang apa pun harus barang yang disukai Allah. Supaya rumah kita menjadi rumah yang disukai Allah. Boleh punya barang yang bagus tanpa diwarnai dengan takabur. Bukan perkara mahal atau murah, bagus atau tidak tetapi apakah bisa dipertanggungjawabkan disisi Allah atau tidak. Bahkan dalam mendengar lagu yang disukai Allah siapa tahu kita dipanggil Allah ketika mendengar lagu. Rumah kita harus Allah oriented. Kaligrafi dengan tulisan Allah. Kita senang melihat rumah mewah dan islami. Jadikan semua harta jadi dakwah mulai mobil sampai rumah.


Apa yang kita pikirkan Allah sudah mengetahui apa yang kita pikirkan. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana dekat dengan Allah, selanjutnya Allah yang akan mengurus. Kalau hubungan kita dengan Allah bagus semua akan beres. Barangsiapa yang dekat dengan Allah, akan diberi jalan keluar setiap urusannya. Dan dijamin dengan rezeki dari tempat yang tidak diduga-duga. Dan barang siapa hatinya yakin Allah yang punya segalanya, akan dicukupkan segala kebutuhannya. Jadi bukan dunia ini yang menjadi masalah tetapi hubungan kita dengan Allah-lah masalahnya.


Kedua adalah rumahtangga yang paling produktif dalam kebaikan. Uang paling berkah adalah uang yang paling tinggi produktifitasnya. Kaya boleh asal produktif. Boleh mempunyai rumah banyak asal diniatkan agar berkah demi Allah itu akan beruntung. Karena itu, teruslah mencari uang. Bukan untuk memperkaya diri untuk mendistribusikannya untuk umat. Sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita kecuali bertambah. Jadi pikiran kita bukan akan mendapat apa kita? Tapi apa yang bisa kita perbuat? Orang beruntung setiap waktu pikirannya produktif mengenai kebaikan. Selagi hidup lakukan yang terbaik, sesudah mati kita tidak akan bisa. Kalau sudah berbuat nanti Allah yang akan memberi, itulah namanya rezeki. Orang yang beruntung adalah orang yang paling produktif kebaikannya.


Ketiga adalah rumahtangga yang dihiasi saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Kata-kata terbaik yang kita katakan adalah meminta saran dan nasihat. Ayah meminta nasihat anak atau istri, niscaya tidak akan kehilangan wibawa. Dan kita tidak bisa menjadi penasihat yang baik sebelum ia menjadi orang yang bisa dinasihati. Tidak akan bisa kita memberi nasihat jika kita tidak bisa menerima nasihat. Nikmatilah nasihat sebagai rezeki dan bukti kesuksesan hidup. Sayang hidup hanya sekali dan sebentar hanya untuk menipu diri. Wallaahu a’lam.(kit/republika)

Kata Terurai jadi Laku…

Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya tua. Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekatnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya, “Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri.” Tapi lelaki itu malah menjawab, “Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu. Aku takkan menikah lagi.”

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka kemudian dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini kepadanya. Lelaki itu menjawab enteng, “Aku memutuskan untuk mencintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik.”

Begitulah cinta ketika ia terurai jadi laku. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati…terkembang dalam kata….terurai dalam laku… Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai kepalsuan dan tidak nyata… Kalau cinta sudah terurai jadi laku, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam laku. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakn kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pencinta sejati disini adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dihasilkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti. Cinta yang tidak terurai jadi laku adalah jawaban atas angka-angka perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita.

Tidak mudah memang menemukan cinta yang ini. Tapi harus begitulah cinta, seperti kata Imam Syafii,
Kalau sudah pasti ada cinta di sisimu
Semua kan jadi enteng
Dan semua yang ada di atas tanah
Hanyalah tanah jua.
Oleh : Anis Mata

Melankolik

Kemanjaan. Itu sifat yang natural yang banyak ditemukan dalam kehidupan pribadi pahlawan mukmin sejati. Tapi itu berbeda dengan sifat melankolik, semacam kelemahan emosional yang membuat seorang pahlawan terkalahkan oleh dorongan-dorongan emosinya, seperti cinta dan benci, yang setiap saat dapat mengalihkan arah hidupnya. Di sini cinta itu tidak menjadi sumber energi jiwa, tapi berubah menjadi beban yang boleh jadi dapat mencabut karunia kepahlawanan yang telah disiapkan untuknya.


Tampaknya inilah rahasia besar di balik peringatan Allah swt dalam Al-Qur’an, bahwa istri, anak-anak, orang tua, atau siapa saja yang kita cintai, setiap saat dapat menjadi musuh bagi kita. Mungkin dalam bentuk permusuhan langsung, tapi bisa juga dalam bentuk cinta yang berlebihan, yang berkembang sedemikian rupa menjadi ketergantungan jiwa.


Cinta seperti itu pasti tidak akan menjadi sumber energi dan kekuatan jiwa. Ia akan menjadi sumber kecemasan dan ketakutan. Kecantikan sang istri akan berubah menjadi ancaman yang membuat kita ngeri membayangkan perpisahan. Tidak akan pernah ada karya besar yang lahir dari jiwa yang tergantung pada emosi-emosinya sendiri, yang takluk pada perasaan-perasaannya sendiri, walaupun itu bernama cinta.


Itulah sebabnya Abu Bakar pernah menyuruh anaknya, Abdullah, menceraikan istrinya. Itu karena beliau melihat bahwa anaknya terlalu mencintai istrinya, dan cintanya telah berubah menjadi semacam ketergantungan. Ketergantungan itu membuatnya takut berpisah dengan istrinya, bahkan kadang untuk sekadar melakukan shalat jamaah di masjid. Umar Bin Khattab juga pernah menyuruh anaknya, Abdullah Bin Umar, yang notabene merupakan satu dari tujuh ulama besar di kalangan sahabat, untuk menceraikan istrinya, dalam kasus yang sama.
Cinta adalah sumber kekuatan jiwa yang dahsyat. Tapi ketergantungan adalah kelemahan jiwa yang fatal, yang dalam banyak hal merupakan sumber kehancuran. Ada banyak pahlawan yang kehilangan momentum kepahlawanannya karena kelemahan jiwa ini.


Maka para pahlawan mukmin sejati selalu menanamkan sebuah tradisi dalam dirinya: “Jagalah jarak tertentu terhadap siapapun yang engkau cintai. Sebab kita tidak akan selalu bersamanya setiap saat. Takdir mungkin memisahkan kita dengan orang-orang yang kita cintai setiap saat. Tapi perjalanan menuju kepahlawanan tidak boleh berhenti.”


Tradisi itu yang membuat para pahlawan mukmin sejati selalu mengontrol pergerakan emosinya secara ketat. Mereka harus dapat mendeteksi secara dini kapan saatnya cinta menjelma menjadi ketergantungan yang fatal. Suatu saat Imam Syahid Hasan Al-Banna meninggalkan anaknya yang sedang sakit parah, atau mungkin sekarat, untuk sebuah acara da’wah. Istrinya telah mendesaknya untuk meninggalkan acara tersebut demi anaknya. Tapi ia tetap pergi, sembari berkata: “Saya tidak akan pernah sanggup menyelamatkan anak ini, walaupun saya tetap berada di sisinya.” Toh anak itu masih tetap hidup hingga kini.


Mungkin ini bukan kasus yang dapat digeneralisasi. Tapi para pahlawan mukmin sejati selalu dapat menangkap jenak-jenak yang rumit ketika ia akan mengukir legenda kepahlawanannya.


M Anis ಮತ್ತ

~ Bercermin dari Tukang Bakso ~

sore itu sewaktu pulang kerja aku merasa lapar, sedang di rumah belum masak lauk yang ada hanya nasi, karena itu aku langsung turun dari lantai atas rumah kontrakanku untuk membeli bakso. aku segera menuju bapak penjual bakso yang sering mangkal di depan rumahku, hampir setiap sore hari dia mengais rezki dengan memikul ‘bakul’ baksonya, tidak seperti para penjual lain yang berjualan dengan menggunakan gerobak dorong bapak ini hanya menggunakan tempat semacam lemari kecil yang di pikulnya. walau tak begitu sering aku membeli baksonya tetapi aku seperti hafal dengan bapak ini, setiap hari dia memakai pakaian yang sama, sampai dalam hatiku pernah bertanya apakah ini ‘seragam resmi’ nya ketika bertugas, atau memang hanya itu yang di milikinya…ntahlah. baju kaos biru, celana cream, sandal jepit dan peci rajutan warna merah, itulah pakaian kebesarannya ketika berjualan.

jujur saja rasa baksonya biasa-biasa saja, bahkan bisa di bilang masih di bawah standar bakso yang lain, bahkan waktu itu temen ku Teh Umi sempet bilang kalau baksonya tidak enak karena terlalu banyak tepung sehingga tidak terasa dagingnya. waktu itu aku menjawab, “ ga papa lah walaupun kurang enak tapi aku lebih percaya sama bapak itu, kalau dagingnya bukan daging campuran, InsyaAllah di jamin halal”. memang paradigmaku tentang bakso masih sering di pengaruhi oleh berita di media beberapa waktu lalu tentang banyak nya kasus bakso yang di campur daging tikus. sehingga terkadang suka Ilfil sebelum beli bakso.

back to bapak penjual bakso. ada hal yang menarik dari bapak ini selain penampilannya yang selalu bersahaja,sering tersenyum ramah, satu yang membuat dia istimewa di antara tukang bakso yang pernah aku lihat adalah, konsistensinya dengan sholat. setiap magrib tiba beliau tinggalkan ‘lemari kecil’ baksonya ke masjid yang tak begitu jauh dari tempatnya mangkal. hampir setiap magrib aku lewat ketika pulang kantor aku melihat lemari bakso itu tidak ada penjaganya, beberapa saat kemudian baru aku melihat beliau keluar dari masjid.

subhanallah, hal ini membuat aku takjub, di jaman sekarang ini jarang sekali aku melihat realita ini. aku salut sama si Bapak ini dengan ketekunanya dan konsistensinya mengutamakan ibadah dari pada pekerjaannya, bahkan dia tidak khawatir sama sekali kalau nanti ada yang mengambil baksonya tanpa membayar. karena kepercayaannya kepada ALLAH yang menjanjikan rezkinya.

mungkin di balik kesederhana’annya, kebersahajaannya, senyum ramahnya, ada beban ekonomi keluarga, ada beban biaya sekolah anak-anaknya, ada beban membayar kontrakannya, atau beban-beban yang lain. tapi di balik semua kepolosannya dan beban nya itu bisa jadi dia adalah makhluk mulia di sisiNya. Wallahu’alam, yang pasti dia telah menunjukkan betapa keadaan, kesederhanaan, bahkan perjuangan keras hidupnya tidak menyurutkan langkah hatinya untuk selalu bersyukur padaNya dengan tepat memenuhi panggilanNya.

Rabu, 06 Agustus 2008

~ CAIRO - JAKARTA ~

Di antara Buaian mimpi panjang dan gemulai tarian bayu
gemerisik cerita dedauan, dan gulita malam
ada galau menjelma
namun penuh senyum diri menyapa

diantara tawa panjang di bibir yang merekah
dan untaian lembut kata menawan
slalu ada rindu menyayat
di sela butiran gerimis embun pagi

Pagi ku menjelang, bersama mimpi indah
terukir di palung hati
aku di sini...
penuh setia dan airmata
kerinduan ini sungguh menyiksa...

~ Konsep Emansipasi ku ~

aku baru saja menyelesaikan membaca buku karya ibu Marwah Daud Ibrahim yang judulnya: “Teknologi Emansipasi dan transedensi. sebenernya buku ini sudah terbit lama dan juga berisi kumpulan Makalah-makalah, artikel ataupun catatan dari Ibu marwad yang diedit oleh Bapak Yudi Latif.

sebenernya aku ga telalu tau banyak tentang sosok wanita kelahiran Sopeng 8 November 1956 ini, selain pengetahuanku bahwa beliau adalah seorang Anggota DPR, dan seorang Doktor di bidang komunikasi Internasional American University. dan setelah searching di Internet akhirnya aku baru mengetahui bahwa beliau adalah salah satu sosok wanita ‘perkasa’ di negeri ini. dari sejarah hidupnya yang bergelimang perjuangan dan prestasi, pernah terpilih menjadi siswa teladan se-sulawesi selatan tahun 1974 dan juga terpilih menjadi mahasiswa teladan se-sulsel semasa di UNHAS, prestasi ini yang mengantarkannya mendapat Beasiswa dari American University, Washington DC untuk program master komunikasi internasional, dan mendapat biasiswa dr PRof. Dr. BJ. Habibie di Universitas yang sama untuk program Doktornya. dan pernah dinobatkan sebagai Ibu Favorite Indonesia 2007 Versi Women Radio

selain berotak Briliant beliau juga aktivis salah satu lembaga yang di gelutinya adalah ICMI, dan yang menarik lagi dari sekian prestasinya adalah kepedulian nya akan perkembangan perempuan khususnya di negeri ini. tidak seperti mereka yang menobatkan dirinya pembela kaum wanita dengan menyandang gelar kaum feminist yang sering kali radical dalam tututan pembelaannya, Ibu Marwah cukup ‘anggun’ dalam sepak terjangnya di dunia ‘patriotisme’ untuk kaum perempuan.

dari berbagai artikel dan makalah dalam buku yang aku baca ada sebagian besar pembahasan tentang masalah perempuan,termasuk emansipasi dan feminisme. dan aku mengaminkan pandangan emansipasinya yang lebih logical-sentris. bahwa emansipasi bukan lah harus menuntut segala sesuatu yang sama dari kodrat yang berbeda, namun bukan pula memandang bahwa emansipasi adalah sesuatu yang tabu demi sebuah kerelaan peran wanita yang di asumsikan banyak orang hanya cukup di ranah domestik sphere saja. namun emansipasi dalam konteks kekinian memang sering di salah artikan dan sering berlebihan kadarnya.

beliau menganalogikan hubungan lelaki dan perempuan ibarat sepasang sepatu, yang keduanya sejajar dan sama pentingnya. adalah suatu hal yang aneh ketika kita harus menanyakan bagus mana sepatu sebelah kanan-atau kiri? atau penting mana sepatu sebelah kanan-atau sebelah kiri? karena keduanya memegang peran masing-masing yang sama pentingnya. tentu saja sepatu sebelah kiri ataupun kanan tidak akan ada artinya seberapapun bagusnya ketika tidak ada pasangannya. begitu juga hubungan antara laki-laki dan perempuan. laki-laki dan perempuan adalah patner abadi yang di ciptakan oleh sang Khalik untuk saling melengkapi dengan tanggung jawab yang sama yaitu sebagai khalifah di muka bumi ini. walau harus dengan beberapa perbedaan peran yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.

adalah mustahil untuk mengharapkan persamaan mutlak antara laki-laki dan perempuan karena pada hakikatnya mereka berbeda, secara kodrati. persamaan mutlak justru akan menjadi beban bagi perempuan karena by nature wanita dan laki-laki berbeda dari sisi Fisik ataupun Psikologis. laki-laki dan perempuan sama-sama di beri jiwa feminim dan maskulin, Cuma kadarnya berbeda. jika laki2 dominan dengan jiwa maskulinnya, maka perempuan di berikan kelebihan dengan sifat feminim yang dominan. kaduanya di ciptakan agar saling melengkapi kekurangan masing-masing.

perbedaan dua kutub lelaki dan perempuan sudah menjadi perdebatan sejak berabad-abad lalu. dan sejauh ini, sejarah peradaban wanita di hadapkan pada dua realitas yang sangat kontras. realitas pertama adalah keterasingan perempuan dari pentas existensinya yang paling parah adalah di masa jahiliyah, dimana perempuan tidak punya hak sama sekali, baik hak suara, hak waris bahkan hak untuk hidup, dan di masa ini lelakilah penguasa mutlak. sedang realitas kedua adalah realitas permisif (serba boleh) dan kebebasan yang seluas-luasnya. isu utamanya adalah gerakan feminisme yang menuntut persamaan hak dan kedudukan dengan kaum lelaki baik dalam pendidikan, kedudukan, kehormatan dan pekerjaan. extremnya ada bahkan yang menolak peran biologisnya (femisisme radical) sebagai perempuan yang harus melahirkan, menyusui dan mengurus anak.

aku sefaham bahwa sampai sekarangpun masih banyak wanita yang terjajah bukan hanya secara intelektual tetapi juga secara kultural. sebagian besar wanita indonesia khususnya, masih sulit untuk memperoleh pendidikan, bukan hanya karena faktor ekonomi tetapi jg konstruk sosial yang masih melekat di masyarakat bahwa wanita adalah makhluk domestik yang tak lepas dari tugas 3UR nya (dapUR, sumURr, kasUR) sehingga pendidikan di anggap tidak begitu penting bagi wanita. dan struktur sosial kita yang sudah Given, menumbuh suburkan konstruksi sosial bahwa wanita sebagai inferior, subordinate ataupun sekunder.

kondisi inipun yang kemudian memunculkan bias opini baru yang berkembang di masyarakat. satu opini ‘extrem’ yang menganggap wanita yang bekerja di rumah adalah inferior, sekunder dan marginal sehingga ‘mewajibkan’ wanita untuk berperan aktive si public sphere, sebagai salah satu saham lahirnya konsep emansipasi kekinian yang melampaui batas.

sepertinya permasalahan tentang wanita masih akan menjadi sejarah panjang selama masih ada pihak yang merasa ‘the domninee” dan ada yang merasa sebagai ‘the dominator’. namun saya hanya akan merefrensikan beberapa hal berkenaan dengan penghargaan exsistensi perempuan dan mengeliminir stigma ataupun bias stigma ‘inferior’ pada perempuan:

1. Self awarness
penghargaan pada perempuan harus di mulai dari kesadaran pada diri perempuan itu sendiri, hal ini harus di mulai dari kesadaran perempuan akan pentingnya eksitensi dirinya, bahwa keberadaan perempuan adalah organ yang vital dalam sirkulasi kehidupan di bumi ini. karena dari rahim perempuan lahir tokoh2 pembangun dunia, juga dari rahim perempuan bisa lahir tokoh penghancur dunia, perempuan adalah makhluk yang menempati posisi paling stategis dalam pembentukan generasi di bumi ini. dengan kesadaran ini maka perempuan akan merasa sangat berarti keberadaannya terlepas dari peran apapun yang di jalaninya. disini juga perlu konstruksi pemahaman peran, bahwa peran alami yang di berikan kepada wanita sebagai ibu rumah tangga bukan lah peran yang inferior tapi justru peran yang significant.


2. self empowerment
pemberdayaan ini pertama2 harus di sentuh dari segi pendidikan. setelah menyadari keberadaannya maka perempuan mulai menyadari tugasnya dan mulai menyusun strategi untuk melaksanakan tugas tsb. karena itu menurutku pendidikan perempuan sangat lah penting bukan dalam rangka ingin ‘merebut’ posisi laki-laki di berbagai bidang tapi justru untuk memantapkan peran strategisnya yang utama sebagai seorang generation creator, first educator, sampai menjadi pillar of Nation. dengan pendidikan juga akan menaikkan posisi tawar (bargaining power) perempuan dalam rangka mendekonstruksi stigma ‘ketidak berdayaan’ perempuan. dalam hal pendidikan formal memang ini harus melibatkan lembaga dan sistem baik dari keluarga sampai ke negara, tetapi pendidikan tidak melulu harus duduk di kelas atau ruang kuliah, membaca koran yang tercecer di jalanpun bisa termasuk mencari pendidikan, karena kita bisa belajar atau di didik oleh siapa saja yang kita temui, apa saja yang kita baca. intinya adalah bagaimana perempuan bisa membuka cakrawala fikirnya tentang keberadaannya juga mampu ‘sejajar’ dengan perkembangan dunia di sekitarnya.

3. self appreciaton
hal ini penting, karena sering kali perempuan justru mendekonstruksi kediriannya dengan caranya menghargai dirinya. saat ini ketika bicara tentang perempuan, tidak akan pernah jauh dari hal2 yang bersifat kebenda’an, seperti penampian fisik, kecantikan, etc. lihat saja majalah, koran, atau media, hampir setiap detik setiap waktu akan di hiasi oleh wajah cantik perempuan dengan berbagai style yang sebagian besar berhubungan dengan entairtainment, atau advertisement yang mengagungkan fisik atau kebendaan. di media jarang sekali perempuan di tampilkan karena prestasinya, karena kepandaiannya, atau kecerdasaannya, kalaupun ada porsinya masih sangat kecil. memang ini sumbangsih konstruksi sosial tadi yang melahirkan exploitasi perempuan secara samar. tetapi hal ini juga berawal dari sisi si perempuan sendiri yang senang jika di hargai karena faktor fisiknya, bukan karena potensinya. di sinilah perlu di tanamkan self appreciation, atau penghargaan pada diri sendiri, bahwa wanita di ciptakan bukan sebagai ‘magnet pemikat’ yang suka di ekpolitasi bagian2 fisiknya tetapi wanita juga harus menghargai dirinya sebagai aset berharga bagi peradaban dunia ini dengan kemampuannya potensinya dan prestasinya.

dan emansipasi harus di maknai sebagai usaha untuk memaksimalkan potensi perempuan yang merupakan bagian dari khalifah di bumi ini seperti halnya laki-laki. perempuan haruslah cerdas jika tidak mau menjadi idle karena di manapun perempuan berkiprah di situlah ranah strategis untuk menyemai benih ‘eksistensinya’, perempuan bisa ‘berprestasi’ di bidang apapun yang di geluti baik sebagai ibu rumah tangga maupun peran-peran publik lainnya.

perempuan bisa jadi peneliti, politisi, akademisi, tanpa harus melepas tanggung jawab kediriannya sebagai ‘perempuan’, seperti menjadi ibu rumah tangga atau pendamping setia untuk perkembangan anak-anaknya. jika ini di anggap sebagai double burden maka perlu di pertanyakan seperti apa perempuan ingin di akui eksistensinya? apakah harus bertukar posisi, lelaki yang mengandung dan melahirkan? tentu mustahil. artinya perempuan juga harus konsisten dan bertanggung jawab dengan pilihannya. seperti halnya lelaki yang tidak bisa menuntut cuti haid dan cuti hamil perempuanpun tak bisa menuntut laki-laki untuk mengandung dan melahirkan (hehe)

~ just an opinion ~

Jumat, 01 Agustus 2008

~ one Side of Cyber Face~

Diary,

Beberapa hari lalu, tepatnya hari kamis 24 Juli lalu ketemu sama temen cyberku Desi Hanara. Alhamdulillah banget, akhirnya bisa juga ketemu di dunia nyata. kadang aku merasa kalau dunia ini begitu sempit dan kadang bisa di lipat dalam sesaat :)

Hanara ini awalnya aku kenal melalui blognya yang sering aku kunjungi karena aku suka karakter tulisannya. Tapi kemudian bisa kenal karena dikenalkan sama suami yang ternyata kenal juga sama dia karena satu kampus.

Dan ga nyangka klo ternyata dia masih muda bahkan masih terkesan seperti anak mama (hehe) padahal klo melihat tulisannya Hmm...ide-idenya cukup mengesankan. Dan senengnya lagi dia sempet menginap di rumah hingga kami bisa langsung akrab, seperti ada ikatan batin klo aku sudah lama kenal sama dia, atau seperti ketemu seorang adek yang dah lama berpisah..hehe..

Kami sempat sharing tentang pribadi masing-masing..pokoknya seneng banget deh..dan saat ini dia lagi ikut program internship di Deplu selama satu bulan. So,masih banyak kesempatan untuk bertemu kembali


Alhamdulillah…Thanks Allah

~ MOTIVASI ~

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu mereka yang khusyuk dalam sembahyangnya dan mereka yang menjauhkan diri daripada perbuatan dan perkataan yang sia-sia
( Al-Mu’minun :1-3 )

Demi kejayaan rebutlah lima masa;Mudamu sebelum tua,Sihatmu sebelum sakit,Kayamu sebelum fakir,Lapangmu sebelum sibuk,Hidupmu sebelum mati
(Hadis Nabi Riwayat AL-Bukhari 194 – 256 H)

“ Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Ia melihat hati dan amal kalian.”
(HR.Muslim dari Abu Hurairah ra)

Penawar yang paling mujarab ialah rajin
(Iman Ghazali 1058 - 1111)

Tiap-tiap bertambah ilmuku akan bertambah pula keinsafan bahawa terlalu banyak yang aku tidak tahu
(Iman Syafi’i 767 – 820 m )

Fikiran hanya tumbuh kalau dipergunakan dan surut kalau dibiarkan menganggur
(Iman Syafie 767 – 820 M)
Gantunglah cita-citamu setinggi bintang di langit
(Soekarno 1901 – 1970)

Tanpa disiplin yang tinggi seseorang itu terdedah kepada penyimpangan matlamat
(Tun Hussein Onn 1922 – 1990 )

Rahsia kejayaan ialah ketekalan tujuan
(Benjamin Disraeli 1804 – 1881)

Take a moment now to dream and to think what you really want for your life
(Anthony Robbins 1986 - )

Tidak ada yang mustahil bagi yang berani mencoba
(Iskandar Zulkarnain 356 – 323 sm)

Jika matlamat anda jelas anda boleh mencapainya dengan mudah
(Lao Tzu 604 – 531 sm)

Belajar tanpa berfikir adalah sia-sia ; berfikir tanpa belajar adalah berbahaya
(Confucius 551-479 sm)

Tidak cukup mempunyai minda yang baik yang penting menggunakannya dengan baik
(Rene Descartes 1596 – 1650)

Tiada hari yang terlalu panjang bagi mereka yang suka bekerja
( Seneca Pujangga Rom )

Reading to the mind what exercise is to the body
(Sir Richard Steele 1672 – 1729)

Jangan biarkan ayam di kepuk mati kelaparan itik di air mati kehausan
( Aminuddin Baki )

Lebih besar kesulitan yang kita alami lebih besarlah kejayaan yang akan kita capai
(Marcus Tullius Cicero 106 – 42 sm)

Setiap kerja yang besar itu pada mulanya adalah mustahil
(Thomas Carlyle)

Sesiapa yang membaca dan mengamalkan apa yang dibaca akan memerintah dunia
(Napoleon Bonaparte 1769 – 1821)

Minda yang kerdil umpama pokok yang kerdil tidak boleh berbuah dan berbunga
(Prof Diraja Ungku Aziz 1992 )

Lebih baik mencucuh sebatang lilin daripada mengutuk kegelapan
(Peribahasa Cina)

Kejayaan tidak boleh diukur dengan kedudukan yang dicapai seseorang tetapi melalui halangan-halangan yang ditempuhi semasa mendaki tangga kejayaan
(Brooker T. Washington 1856 – 1915)

Kita tidak boleh berjaya sekiranya kita mengatakan kita akan gagal
(Dr Mahathir Mohamad 1925 - )

Memulakan sesuatu itu adalah hebat tetapi menyelesaikannya adalah lebih hebat
(H.W. Longfellow 1807 – 1882 )

Akar pendidikan memang pahit tetapi buahnya manis
(Aristotle 384 – 322 sm)