Kamis, 07 Agustus 2008

~ Bercermin dari Tukang Bakso ~

sore itu sewaktu pulang kerja aku merasa lapar, sedang di rumah belum masak lauk yang ada hanya nasi, karena itu aku langsung turun dari lantai atas rumah kontrakanku untuk membeli bakso. aku segera menuju bapak penjual bakso yang sering mangkal di depan rumahku, hampir setiap sore hari dia mengais rezki dengan memikul ‘bakul’ baksonya, tidak seperti para penjual lain yang berjualan dengan menggunakan gerobak dorong bapak ini hanya menggunakan tempat semacam lemari kecil yang di pikulnya. walau tak begitu sering aku membeli baksonya tetapi aku seperti hafal dengan bapak ini, setiap hari dia memakai pakaian yang sama, sampai dalam hatiku pernah bertanya apakah ini ‘seragam resmi’ nya ketika bertugas, atau memang hanya itu yang di milikinya…ntahlah. baju kaos biru, celana cream, sandal jepit dan peci rajutan warna merah, itulah pakaian kebesarannya ketika berjualan.

jujur saja rasa baksonya biasa-biasa saja, bahkan bisa di bilang masih di bawah standar bakso yang lain, bahkan waktu itu temen ku Teh Umi sempet bilang kalau baksonya tidak enak karena terlalu banyak tepung sehingga tidak terasa dagingnya. waktu itu aku menjawab, “ ga papa lah walaupun kurang enak tapi aku lebih percaya sama bapak itu, kalau dagingnya bukan daging campuran, InsyaAllah di jamin halal”. memang paradigmaku tentang bakso masih sering di pengaruhi oleh berita di media beberapa waktu lalu tentang banyak nya kasus bakso yang di campur daging tikus. sehingga terkadang suka Ilfil sebelum beli bakso.

back to bapak penjual bakso. ada hal yang menarik dari bapak ini selain penampilannya yang selalu bersahaja,sering tersenyum ramah, satu yang membuat dia istimewa di antara tukang bakso yang pernah aku lihat adalah, konsistensinya dengan sholat. setiap magrib tiba beliau tinggalkan ‘lemari kecil’ baksonya ke masjid yang tak begitu jauh dari tempatnya mangkal. hampir setiap magrib aku lewat ketika pulang kantor aku melihat lemari bakso itu tidak ada penjaganya, beberapa saat kemudian baru aku melihat beliau keluar dari masjid.

subhanallah, hal ini membuat aku takjub, di jaman sekarang ini jarang sekali aku melihat realita ini. aku salut sama si Bapak ini dengan ketekunanya dan konsistensinya mengutamakan ibadah dari pada pekerjaannya, bahkan dia tidak khawatir sama sekali kalau nanti ada yang mengambil baksonya tanpa membayar. karena kepercayaannya kepada ALLAH yang menjanjikan rezkinya.

mungkin di balik kesederhana’annya, kebersahajaannya, senyum ramahnya, ada beban ekonomi keluarga, ada beban biaya sekolah anak-anaknya, ada beban membayar kontrakannya, atau beban-beban yang lain. tapi di balik semua kepolosannya dan beban nya itu bisa jadi dia adalah makhluk mulia di sisiNya. Wallahu’alam, yang pasti dia telah menunjukkan betapa keadaan, kesederhanaan, bahkan perjuangan keras hidupnya tidak menyurutkan langkah hatinya untuk selalu bersyukur padaNya dengan tepat memenuhi panggilanNya.

Tidak ada komentar: