Senin, 11 Agustus 2008

~ Read and Read..!! ~

Menulis bisa jadi saat ini menjadi sesuatu yang aku lirik, kalau tidak bisa ku katakan sebagai kegemaran, karena aku bisa menjalaninya masih depend on the mood yang sifatnya ups and down. walau pernah terfikir untuk bisa menjadikan menulis sebuah perofesionalisme, tetapi tentu saja itu bukan proses yang mudah, perlu usaha keras dan panjang. namun aku tetap menikmati ‘setengah’ kegemaranku menulis ini walau hanya untuk hal-hal kecil dan dengan mood yang fluktuative, tetapi berharap bermanfaat.

kegemaran ku menulis ini sebenernya sudah aku mulai dari SMA tetapi saat itu tulisanku hanya seputar Memoar yang merekam kejadian-kejadian tertentu dalam keseharianku dalam sebuah Diary. sewaktu SMA juga aku banyak terkesan dengan puisi-puisi buatan sahabat dekatku partinah namanya, yang sangat lihai memilih diksi untuk kemudian menjadi sebuah puisi abstrak, hal yang sampai saat ini masih sulit aku tiru.

saat ini merebak tanya dalam diriku, mengapa kegemaran menulisku, seperti mandek, tidak ada perkembangan berarti dalam kurun waktu yang cukup lama, bahkan hampir sepuluh tahun? dan aku temukan jawabanya adalah minim input dalam otakku, yang membuatku miskin ide dan miskin diksi. aku sangat percaya bahwa kemampuan menulis harus sangat di tunjang dengan kegemaran membaca, logikanya output selalu membutuhkan input, meski tak selalu berbanding lurus. saat itu menulis bukanlah kegiatan kesengajaan atau rutinitas terencana tetapi hanya kegiatan yang di incindental yang biasanya di picu oleh kejadian yang menarik untuk ku rekam.

dan masa sekolahku bukan masa yang glamour dengan buku, bahkan jauh dari akses buku, dan factor utama adalah lingkungan yang tidak mengkondisikan aku pada budaya membaca. walau di sekolah aku cukup berprestasi tetapi sebenernya aku sangat miskin wawasan saat itu, apa yang ku pelajari hanya apa yang di berikan sekolah padaku, terutama materi-materi yang mau di ujikan. hampir tidak pernah aku membaca buku di luar sekolah atau mencari input lain, selain budaya tadi juga kendala waktu dan biaya. juga konsep ‘ever searching’ itu tidak ditanamkan dalam budaya pendidikan di sekolah ku dulu. tugas sebagai pelajar juga bukan satu-satunya tugas para siswa bahkan bisa di bilang tugas sampingan di antara main duty lainya seperti membantu pekerjaan rumah.

sejatinya aku tidak ingin bernostalgi dengan kondisi masa lalu yang akan membuka ruang kesedihan atau penyesalanku, tetapi ini melahirkan pandangan subjectiveku bahwa membaca adalah salah satu modal utama untuk menjadi seorang yang kaya wawasan, cerdas, juga bisa mengantarkan pada posisi-posisi sukses.
sebagian besar mereka yang brilliant mulai dari ilmuan sampai penulis mempunyai kegemaran membaca, karena buku adalah sumber ilmu di mana pembaca bisa berinteraksi secara virtual dengan intelektualisme penulis. tentunya bukan sembarang buku, tetapi buku-buku yang bergizi yang akan memberikan nutrisi untuk menunjang perkembangan intelektualisme pembacanya. buku juga yang mempengaruhi cakrawala pola pandang (world view) seseorang akan segala sesuatu dalam kehidupannya.seperti kata Rene Decrates:

“… membaca buku yang baik itu bagaikan mengadakan percakapan dengan para cendekiawan yang paling cemerlang dari masa lampau—yakni para penulis buku itu. Ini semua bahkan merupakan percakapan berbobot lantaran dalam buku-buku itu mereka menuangkan gagasan-gagasan mereka yang terbaik semata-mata….”

atau seperti pengalaman Andrea Hirata, pengarang fenomenal yang cukup ‘genius’ di karya perdananya Tetralogi Laskar pelangi. di bawah ini adalah gambaran ‘kerakusan’ nya membaca yang mengantarkan dia menjadi seorang akademisi sukses –dengan beasiswa Sorbornenya – juga seorang penulis yang sangat di gemari saat ini:

“….Bahkan aku membaca sambil membaca. Dinding kamar kosku penuh dengan grafiti rumus-rumus kalkulus, GMAT, dan aturan-aturan tenses. Aku adalah pengunjung perpustakaan LIPI yang paling rajin dan shift sortir subuh yang dulu sangat kubenci, sekarang malah kuminta karena dengan demikian aku dapat pulang lebih awal untuk belajar di rumah. Jika beban pekerjaan demikian tinggi, aku membuat resume bacaanku dalam kertas-kertas kecil. Inilah teknik jembatan keledai yang dulu diajarkan Lintang kepadaku. Kertas-kertas kecil itu kubaca sambil menunggu ketua pos menurunkan kantong-kantong surat dari truk.” (Laskar Pelangi, hlm. 459)

atau penuturan dari Elizabeth Winthrop:
“Kalau Anda ingin menjadi penari profesional, tentu Anda harus berlatih setiap hari. Kalau Anda ingin bermain sepakbola di divisi utama, Anda pun harus latihan menendang dan menggiring bola ratusan kali. Menulis memerlukan hal yang sama. Anda perlu berlatih, artinya Anda harus terus menulis dan membaca.”

akhirnya aku cukup bahagia walau aku menemukan ‘amunisi’ ini setelah umurku lebih dari seperempat abad. mungkin aku tidak akan bisa menjadi penulis profesional, novelist, atau seorang ilmuan,tetapi kegemaran membaca setidaknya membuatku ‘out of the box’ and ‘go beyond’ wawasan sempitku selama ini.

dan di kantorku sekarang aku menemukan ‘syurga’ membaca, tempat ku bisa puas berkelana di antara karya-karya cerdas, atau informasi terkini. aku senang membaca karya yang mengandalkan analisa dan data ilmiah, atau karya-karya fiksi yang akrab dengan informasi teknologi dan pengetahuan ilmiah...dan aku bisa ‘berselancar’ dengan bebas di antara jam kantor ketika sedang ‘bebas’ tugas. mugkin inilah salah satu hikmah aku bekerja di sini.:). dan menurutku perlu break the border dalam hal literature bacaan, karena setiap literature bisa jadi menyediakan ‘asupan gizi’ yang berbeda dari lainnya.

Meski mungkin terlambat untuk diriku, tetapi ini bisa menjadi bekal untuk anak-anakku nanti. aku ingin menciptakan budaya membaca untuk anak-anakku sejak usia dini. semoga..semoga...

Tidak ada komentar: