Rabu, 01 April 2009

“Exsistensi Perempuan”

Berita KOMPAS kemarin menurunkan salah satu berita tentang laporan hasil pemantaun Komnas Anti kekerasan terhadap perempuan tentang masih besarnya tingkat diskriminasi terhadap perempuan dalam kebijakan daerah [Perda].

***
Sampai detik ini term “diskriminasi” tampaknya masih menjadi term paling popular dalam isu kesetaraan gender. sejatinya perbedaan dua kutub lelaki dan perempuan sudah menjadi perdebatan sejak berabad-abad lalu. dan selama ini, sejarah peradaban perempuan memang dihadapkan pada dua realitas yang sangat kontras. realitas pertama adalah keterasingan perempuan dari pentas existensinya yang dapat kita lihat dalam sejarah di berbagai belahan bumi dan yang terparah adalah di zaman Jahiliah, dimana perempuan tidak punya hak sama sekali, baik hak suara, hak waris bahkan hak untuk hidup, sedang realitas kedua adalah realitas liberal dan permisif (serba boleh) dimana perempuan diberi kebebasan sebebas-bebasnya.

memang fakta bahwa sampai sekarangpun masih banyak perempuan yang terjajah secara intelektual dan secara kultural. sebagian besar perempuan indonesia khususnya, masih sulit untuk memperoleh pendidikan, bukan hanya karena faktor ekonomi tetapi juga konstruk sosial yang masih melekat di masyarakat bahwa perempuan adalah makhluk domestik yang tak lepas dari tugas DSP (Dapur, Sumur, Kasur) sehingga pendidikan di anggap tidak begitu penting bagi perempuan.

kondisi ini juga yang kemudian memunculkan opini baru yang berkembang di masyarakat. satu opini ‘extrem’ tentang emansipasi yang menganggap perempuan yang bekerja di rumah adalah inferior, sekunder dan marginal sehingga ‘mewajibkan’ perempuan untuk berperan aktive di public sphere. menurut saya ini adalah konsep ‘emansipasi’ yang berlebihan.
dan sepertinya permasalahan tentang eksistensi perempuan masih akan menjadi sejarah panjang selama masih ada pihak yang merasa ‘the domninee” dan ada yang merasa sebagai ‘the dominator’. namun saya hanya akan merefrensikan beberapa hal berkenaan dengan penghargaan exsistensi perempuan dan mengeliminir stigma ataupun bias stigma ‘inferior’ pada perempuan:

1. Self awareness
penghargaan pada perempuan harus di mulai dari kesadaran pada diri perempuan itu sendiri, hal ini harus di mulai dari kesadaran perempuan akan pentingnya eksitensi dirinya, bahwa keberadaan perempuan adalah organ yang vital dalam sirkulasi kehidupan di bumi ini. karena dari rahim perempuan lahir tokoh2 pembangun dunia, juga dari rahim perempuan bisa lahir tokoh penghancur dunia, perempuan adalah makhluk yang menempati posisi paling stategis dalam pembentukan generasi di bumi ini. dengan kesadaran ini maka perempuan akan merasa sangat berarti keberadaannya terlepas dari peran apapun yang di jalaninya. disini juga perlu konstruksi pemahaman peran, bahwa peran alami yang di berikan kepada perempuan sebagai ibu rumah tangga bukan lah peran yang inferior tapi justru peran yang signifikan.

2. Self empowerment
pemberdayaan ini pertama2 harus di sentuh dari segi pendidikan (dalam konteks pendidikan yang tidak dikotomis). setelah menyadari keberadaannya maka perempuan mulai menyadari tugasnya dan mulai menyusun strategi untuk melaksanakan tugas tsb. karena itu menurutku pendidikan perempuan sangat lah penting bukan dalam rangka ingin ‘merebut’ posisi laki-laki di berbagai bidang tapi justru untuk memantapkan peran strategisnya yang utama sebagai seorang generation creator, first educator, sampai menjadi pillar of Nation. dengan pendidikan juga akan menaikkan posisi tawar (bargaining power) perempuan dalam rangka mendekonstruksi stigma ‘ketidak berdayaan’ perempuan.

3. Self Appreciaton
hal ini penting, karena sering kali perempuan justru mendekonstruksi kediriannya dengan caranya menghargai dirinya. saat ini ketika bicara tentang perempuan, tidak akan pernah jauh dari hal2 yang bersifat kebenda’an, seperti penampian fisik, kecantikan, etc. lihat saja majalah, koran, atau media elektronik, hampir setiap detik setiap waktu akan di hiasi oleh wajah cantik perempuan dengan berbagai style yang sebagian besar berhubungan dengan entairtainment, atau advertisement yang mengagungkan fisik perempuan. di media jarang sekali perempuan di tampilkan karena prestasinya, karena kepandaiannya, atau kecerdasaannya, kalaupun ada porsinya masih sangat kecil. memang ini sumbangsih konstruksi sosial tadi yang melahirkan exploitasi perempuan secara samar. tetapi hal ini juga berawal dari sisi si perempuan sendiri yang senang jika di hargai karena faktor fisiknya, bukan karena potensinya. di sinilah perlu di tanamkan self appreciation, atau penghargaan pada diri sendiri, bahwa perempuan di ciptakan bukan sebagai ‘magnet pemikat’ yang suka di ekpolitasi bagian2 fisiknya tetapi perempuan juga harus menghargai dirinya sebagai aset berharga bagi peradaban dunia ini dengan kemampuannya potensinya dan prestasinya.

4. Rekonstruksi makna “Emansipasi”
emansipasi saat ini telah menjadi term favorit bagi perempuan. bahkan segala hal yang terkesan ‘nyeleneh’ yang di lakukan kaum perempuan hanya cukup di jawab dengan kata emansipasi, seperti “ini emansipasi Loh..!!” sehingga term ini seakan menjadi benteng bagi kebebasan perempuan dalam menisbatkan segala tuntutan kesetaraan yang sering kali berlebihan. term ini sudah lama merasuk jiwa perempuan yang merasa dirinya terbelenggu dalam keterbatasan, sehingga tidak mungkin untuk di hilangkan. namun makna ini perlu di ‘rekonstruksi’.
emansipasi harus di maknai sebagai usaha untuk memaksimalkan potensi perempuan yang merupakan bagian dari khalifah di bumi ini seperti halnya laki-laki tanpa harus menanggalkan fitrah yang telah di berikan Allah kepadanya.

perempuan bisa jadi peneliti, politisi, akademisi, tanpa harus melepas tanggung jawab kediriannya sebagai ‘perempuan’, seperti menjadi ibu rumah tangga atau pendamping setia untuk perkembangan anak-anaknya. jika ini di anggap sebagai double burden maka perlu di pertanyakan seperti apa perempuan ingin di akui eksistensinya, apakah harus bertukar posisi, lelaki yang mengandung dan melahirkan? tentu mustahil. artinya perempuan juga harus proporsional, konsisten dan bertanggung jawab dengan pilihannya.

di muat di www.warnaislam.com

“Antara Caleg dan Cover Boy”

Caleg dan Cover boy. Sekilas dua istilah ini tampak hampir tidak ada hubungannya, caleg berhubungan dengan dunia politik dan cover boy berhubungan dengan dunia entertain. tapi jangan salah jika saat ini dua jabatan ini bisa berhubungan erat, tidak hanya karena banyak mantan cover boy/ girl yang kini ‘banting stir’ mencalonkan diri jadi caleg tetapi ternyata para caleg pun sekarang ini meniru gaya kampanyenya cover boy/girl. ;)

Lihat saja di sepanjang jalan khususnya ibukota Jakarta tercinta ini yang penuh sesak dengan poster2 atau gambar2 caleg yang mengiklankan dirinya dari mulai pamflet sampai baliho yang super besarpun tak ragu-ragu lagi di pasang demi ‘menjual’ nama si caleg.

Hal ini tampaknya mirip dengan kampanye pemilihan cover boy/girl yang memang mengutamakan sisi physical performance – jadi wajar klo kampanye mereka pasti majang foto super bagus. bedanya kalau poster Caleg hanya di tambah dengan kata-kata ‘rayuan’ di bawah atau di samping foto caleg tersebut seperti: jujur, amanah, peduli, memperjuangkan rakyat dsb.

Padahal rakyat memilih caleg tentu bukan karena tampangnya. mau ganteng, cantik, tampan atau biasa saja bukan masalah asalkan bisa membawa aspirasi rakyat. maka jika di analogikan dalam dunia marketing, strategi marketing para Caleg ini bisa di bilang kurang tepat. karena produk yang di butuhkan dan iklan yang di pajang tidak Matching. Tidak seperti ajang pemilihan Cover boy dimana titik berat penilaian adalah penampilan fisik, dalam ajang pemilihan caleg yang di butuhkan masyarakat sesungguhnya adalah program konkrit mereka bukan tampang dan kata-kata manis yang sering kali hanya lip service saja.

Memang ada juga ajang promosi melalui debat caleg yang di selenggarakan beberapa media masa seperti TV dan radio namun jumlah caleg yang berpartisipasi dalam acara itu tidak seberapa bahkan mungkin tidak sampai 20% nya. Dan beberapa kali saya mengikuti acara tersebut ternyata banyak caleg yang masih dalam tataran ‘klise’ dalam menjawab pertanyaan panelis tentang program-program yang di agendakan jika mereka terpilih. tidak tahu apakah hal ini karena caleg tersebut mengalami stage fever atau memang belum merumuskan secara pasti agenda program jika terpilih nanti.

Rasanya rakyat sudah bosan dengan berbagai janji-janji yang selalu di berikan oleh para caleg ataupun partai politik tiap kali kampanye menjelang pemilihan. Tak bijak jika ‘pembodohan publik’ ini di biarkan terlalu lama berlangsung dan sudah saatnya di akhiri dengan ‘pencerdasan publik’ dalam kampanye.

Kita memerlukan konsep kampanye yang ‘cerdas’, misalnya dengan memasarkan agenda program aplikatif para caleg secara singkat [disamping nama dan gambar seperlunya] sehingga rakyat bisa menilai dan memilih sesuai dengan program yang di agendakan bukan dari tampang yang di paparkan. Karena banyak dari rakyat yang sama sekali tidak tahu siapa mereka (caleg), tapi setidaknya rakyat butuh gambaran ‘tindakan’ yang akan mereka lakukan jika terpilih. dan sekali lagi rakyat tidak sedang memilih calon-calon cover boy/girl yang hanya bisa kami dinilai dari tampilan fisiknya.

di muat di http://www.warnaislam.com/

Jumat, 20 Maret 2009

“Ex - Activist”

Selama beberapa bulan ini aku merasa telah jauh dari berbagai aktivitas yang dulu aku geluti. belajar, berorganisasi, menjadi mentor. hanya sedikit saja dari kegiatan itu yang masih rutin aku jalani. dan hari ini aku merasa begitu merindukan berbagai aktivitas itu. aktivitas yang memberiku gelar seorang ‘aktivis’ namun saat ini harus bertambah satu kata di depannya “mantan” hingga menjadi ‘Mantan aktivis’ :)

***
Menikah, menjadi seorang istri telah memberikan aku tugas mulia baru yaitu mengurus Rumah Tangga. banyak struktur manajemen pribadi yang harus berubah di masa transisi dari single menjadi married women itu dan itulah salah satu ‘resiko’ menikah. selain berbagai keindahan menggoda, di sana banyak tanggung jawab yang tidak bisa di abaikan karena bagaimanapun Keluarga adalah the first priority, tentu banyak orang setuju dengan hal ini.

kembali kepada pribadiku sebelum dengan sesudah menikah, mau tidak mau harus ada yang berubah bukan hanya dari gelar Ms. menjadi Mrs, tetapi lebih jauh dari itu berbagai manajemen pribadi, mulai dari schedule, aktivitas, karakter dan habitpun tampaknya harus menyesuaikan dengan penghuni baru yang masuk dalam kehidupanku. dalam bahasa jawa suami-istri si sebut garwo [sigaraning nyowo] atau dalam bahasa kerennya soulmate – belahan jiwa. sehingga belahan jiwa yang satu harus mengimbangi belahan yang lain agar terjadi balancing atau keseimbangan. inilah pelajaran terpenting dalam pernikahan yaitu Tanggung Jawab, salah satunya adalah tanggung jawab menjaga keseimbangan tadi.

pernikahan juga ternyata sekolah yang menerapkan ujian terberat dalam mata pelajaran ‘pengertian’. dalam mata pelajaran pengertian ini yang di nilai adalah ujian praktikum “bagaimana memenej egoisme pribadi’. Dalam rumah tangga kita tidak bisa seenaknya bilang “ini mau gue’, terserah mau loe” seperti ketika kita masih sendiri semua keputusan atau tindakan dalam rumah bisa “semau gue” maka dalam RT segala hal harus mendapat agreement dari pasangan masing-masing agar kelak tidak terjadi konflik. maka “memahami” adalah pelajaran kedua setelah mengerti.

sering kali aku bertanya-tanya ketika suami melakukan hal yang tidak cocok dalam pandanganku, atau tindakan yang menurutku tidak ideal sehingga dalam hati aku mengkritisi, mengapa dia begini, mengapa dia begitu, dsb dan diam, kecewa ternyata tidak bisa menjadi solusi dalam hal ini. jalan keluarnya adalah menemukan jawaban“mengapa dia begini?”. jawabannya hanya akan aku dapat dari komunikasi. dan jawaban inilah yang akan menjadi premis-premis yang aku susun untuk menjadi sebuah rumus dalam pelajaran selanjutnya - “memahami”.

dari komunikasi hal-hal yang tampaknya rancu dalam pandanganku jadi terjawab yang akhirnya aku harus berkata “oh begitu toh” atau “oh memang dia begitu” atau “that’s part of him”.

Kawan banyak hal baru yang aku temui dan aku pelajari dalam ‘sekolah’ baruku – pernikahan - ini, begitu indah, menggoda, namun juga penuh tantangan. satu hal yang pasti adalah di butuhkan pengorbanan. pengorbanan pertama ku tentu menyerah dengan gelar “mantan aktivis” tadi. karena ini konsekwensi dari sebuah pilihan. terkadang aku juga merasa begitu kehilangan dengan aktivitas2 ku tapi di sisi lain aku begitu bahagia dan menikmati peran baruku.

Dan ternyata pelajaran terpenting lainnya bahwa dalam Rumah Tangga tidak bisa aku menerapkan sikap otoriterku “pokoknya aku harus begini”, atau “aku mau kamu begini”- yang selama ini sering menjadi Pattern idealisme ku. inilah pengorbanan kedua ku ‘negoisasi idealisme’.

dan Kawan pilihan2 di atas bukan semata-mata kediktaroran suamiku, tetapi keputusan sesadar-sadarnya dari dalam diriku sendiri. suamiku tidak pernah melarang aku untuk tetap active di berbagai aktivitasku bahkan kadang ia rela menggantikan tugasku. tetapi tentu saja aku harus bersikap adil dan proporsional dengan tugas dan tanggung jawabku.

dan aku bersyukur suamiku cukup memahami jiwaku yang “liar” ini, sehingga beliau tetap memberikan aku ‘kebebasan’ untuk memilih. dan menjadi ‘mantan aktivis’ adalah keputusanku untuk lebih maksimal dalam masa transisi ini.

InsyaAllah ada saatnya nanti aku akan kembali berkiprah di dunia“keaktivisanku” . ;)

“Stage Fever”

Dua minggu yang lalu Diskusi mingguan Britzone di pandu oleh Mbak Yuke, salah seorang manager program dari ANTV. beliau membawakan tema “Be a good reporter”. seperti biasa dalam klub bahwa aspek Speaking practice yang di utamakan, maka tema ini menjadi sangat menarik dan berkali mendapat pujian dari peserta juga Mr. Arief – Independent Observer of BZ. teknisnya, acara ini menampilkan partisipan dalam format couple – interviewer dan interviewee – dengan memberikan beberapa opsi tema mulai dari politik, sosial, kesehatan dan entertain, juga peserta di beri opsi-opsi tokoh yang bisa di pilih untuk di perankan atau di interview.

di acara itu Mbak Yuke memberikan beberapa tips untuk menjadi seorang reporter yang baik diantaranya adalah menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang orang yang akan di interview [the interviewee], bersikap netral, tidak memojokkan, dan tidak menghakimi dan tentunya tetap kritis tetapi santun. acara ini juga di sambut dengan berbagai pertanyaan dari peserta, pertanyaan mayoritas adalah bagaimana jika dalam interview kita di hacking down atau di pojokkan, Mbak Yuke mengatakan bahwa kita [the interviewee] berhak untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut dengan mengatakan ‘no comment” atau “this’s privacy’ dsb.

akupun sangat exciting dengan acara ini, karena mengingatkan aku dengan mata kuliah Broadcasting yang pernah aku pelajari waktu kuliah D3 dulu. dosenku pak Daulat Pane adalah penyiar Voice of Indonesia [VOI] di RRI. aku sangat suka gaya mengajar pak pane yang creative juga ‘pronounciation’ nya yang bagus sehingga sangat enak di dengar, ternyata itulah modal utama menjadi seorang English newscaster kawan. di mata kuliah broad casting aku pernah belajar menjadi reporter, moderator talk show, MC, English newscaster juga teknik-tehnik penulisan berita, sayangnya aku tak menghayati mata kuliah ini dan terasa hanya sepintas lalu, padahal ini sangat menarik bukan? ;).

menjadi moderator dalam talk show hanya satu yang bisa sukses aku kerjakan. sedangkan tugas lain seperti newscaster, reporter selalu tidak bisa aku kerjakan dengan baik karena aspek nervousnessku yang membuatku sering mengalami Slipped tongue ketika berhadapan langsung dengan banyak audience, inilah satu sisi lagi kekuranganku kawan.

dan dari acara2 di BZ aku jadi menyadari bahwa ternyata penyakit “Stage Fever”ku ini belum juga sembuh, penyakit ini sering membuat ku Getting Blank atau mengalami kesalahan2 dalam pronunciations saat sedang berbicara. padalah aspek ini sangat penting dalam English public speaking .

ternyata memang benar kata Ali Obama, banyak orang bisa berbicara dengan lancar tetapi hanya sedikit yang bisa berbicara dengan lancar di depan umum atau di depan orang banyak karena itulah perlu latihan atau pembiasaan. Alhamdulillah saat ini Britzone sedang mengalami banyak kemajuan dalam hal metode diskusi yang memang lebih di fokuskan ke Speaking Skill, termasuk Public Speaking, semoga dengan belajar di BZ aku bisa menyembuhkan penyakit ‘Stage Fever” ku. 

“Negoisasi Idealisme”

“cobalah melihat sesuatu dari sisi lain dek, jangan hanya melihat sesuatu dengan kaca mata kita sendiri” itulah nasehat suami saya suatu ketika dalam sebuah diskusi . sesaat sifat ‘ngeyel’ saya masih tidak terima dengan statement itu, dan saya masih ngotot mempertahankan pendapat saya bahwa pandangan saya benar, bahwa metode saya benar, bahwa teori saya benar, bahkan jika di uji dengan metode Bacon (hehe J)

tetapi berselang waktu, kata itu sering terngiang di di telinga saya, mungkin sudah sering saya mendengar kalimat ini dengan redaksi yang berbeda, tetapi baru kali ini saya merasa bahwa kalimat ini cukup make sense untuk diri saya yang idealist hingga cenderung egois - melihat sesuatu hanya dari cara saya memandang – dalam menghakimi sesuatu.

saya tipe orang yang idealist, yang ingin melihat sesuatu ‘sempurna’ seperti yang saya inginkan, meski sering kali akhirnya saya menyerah juga dengan ‘takdir’ tetapi kekecewaan kerap mewarnai sebelum saya sampai ketitik pasrah.

begitu juga dalam hal pendapat, saya sering menganggap orang lain mempunyai cara pandang yang sama dengan saya, sehingga sering kali tanpa sadar dalam hati saya menghakimi, pendapat dia salah – hanya karena tidak sesuai dengan pendapat saya

hal ini mulai saya banyak sadari setelah saya menikah, sedikit banyak suami saya mengingatkan hal ini. saya sering berdiskusi tentang berbagai hal dengan suami, dari diskusi itulah sering suami saya men-track Idealisme ‘tidak sehat‘saya dalam berdiskusi.

awalnya saya cukup kesal ketika diingatkan tetapi lama-lama saya mulai menyadari bahwa suami saya benar dan saya perlu ‘negoisasi idealisme’ dalam sebuah dialektika, baik itu dalam Rumah Tangga atau lebih besarnya dalam konteks hubungan interpersonal dalam masyarakat.

Negoisasi Idealisme ini [ini istilah saya sendiri] bukan berarti saya harus Inferior atau ikut-ikutan dengan pendapat orang lain, tetapi Negoisasi disini lebih saya artikan untuk berusaha memahami dan mengerti pendapat lawan bicara saya secara obyektive dalam berdiskusi atau berdialog. sehingga akan tercipta diskusi yang lebih sehat dan menghindari diskusi yang berakhir dengan debat kusir.

dari “negoisasi idealisme’ itu saya mulai menemukan benang merah dalam perbedaan pandangan saya dan suami saya, sehingga pertengkaran bisa kami hindari. dan saya juga lebih bisa belajar bagaimana memandang sesuatu masalah dari cara pandang orang lain, sehingga saya tidak terjebak dalam sifat subyektif berlebihan dalam menilai sesuatu masalah juga saya lebih bisa menghargai pendapat orang lain.

Stephen R Covey dalam buku termasyurnya “Seven Habits Of Highly Effective People merekomendasikan sebuah teori untuk mengedepankan to Understand dari pada to be understood. artinya kita harus dulu memahami orang lain jika ingin di fahami. tentu saja ini cukup relevant untuk mendukung teori baru saya “negoisasi Idelalisme” dalam berdiskusi. :)


dimuat di
www.warnaislam.com

Jumat, 13 Maret 2009

“First Sharing in March”

Suatu hari belum lama ini aku seperti merasa menjadi orang yang paling tak bersyukur. tiba-tiba saja hati terasa sedih, merana dengan mata berkaca-kaca persis seperti acting seorang aktris di film India yang sedang patah hati. :)

kau tahu apa sebabnya kawan? saat itu aku chating dengan salah satu temanku. teman ini bisa di bilang selalu di ikuti Dewi Fortuna setidaknya itulah pandangan ku, meski tentu dia juga punya cara pandang berbeda, mungkin juga pernah merasa orang lain lebih beruntung dari dia.

temanku ini anak orang yang cukup berada, dia bisa kuliah S1 di luar negeri, dan S2 di universitas ternama di jakarta. baru beberapa bulan kuliah dia ingin mengisi waktu luang mencari pekerjaan sampingan dan langsung dapat di institusi ternama juga.

sekilas realita yang aku alami seperti kebalikan dari dia. untuk selesai S1 saja aku harus tunggang langgang berjuang mencari biaya, itupun aku tetap tak mampu kuliah di universitas yang punya ‘nama’, juga di jurusan pilihanku. dan untuk mencari pekerjaan dari awal aku bekerja semua perlu perjuangan ‘berat’ untuk mendapatkannya.

sesaat aku masih terjebak dengan rasa ‘iri’ itu. rasa ingin mendapatkan seperti orang lain dapatkan.

detik yang lain aku ingin mengutuki diriku, dengan apa yang ku rasakan sebelumnya. mungkin benar bahwa temanku itu mendapat banyak kemudahan, tetapi bukan berarti dia tidak pernah mempunyai kesulitan. mungkin aku masih bisa ngeyel kesulitan dia tak seberapa di banding aku. argument yang tak lebih dari sebuah ‘aksioma’. argumenku juga mengesampingkan factor yang “maha pengatur” di jagat raya ini. bahwa sesuatu di berikan di berikan terukur dengan kemampuan kita. bahwa semua kejadian adalah ‘smart design’ yang telah di atur dengan sedemikian detil.

aku ingat sebuah nasihat bahwa setiap manusia di ciptakan dengan jalan dan rezki yang berbeda-beda. meski dengan begitu bukan berarti Tuhan dzalim dengan mambiarkan seorang dengan ‘enak’ nya dan seorang lain dengan kesusahan berketerusannya. bagaimanapun kita tetap di beri pilihan, pilihan untuk bahagia atau menderita. pilihan untuk survive atau putus asa. itulah pilihan hakiki dalam hidup kita yang harus kita pilih. dan harta, kekuasaan , jabatan tidak selalu identik dengan kebahagiaan, demikian juga sebaliknya kekurangan harta juga tidak selalu identik dengan penderitaan. meski keduanya tampak sebagai ‘sarana’ untuk bahagia atau menderita, tetapi sejatinya diri kitalah yang lebih menentukan. presepsi, cara pandang dan sikap kita menghadapi realita itulah yang menentukan bagaimana kita menikmati hidup.

detik berikutnya aku tampar sendiri wajahku dengan bayangan realita yang sering aku saksikan setiap hari. betapa banyak anak-anak kecil bertelanjang kaki yang menyususri jalanan ibu kota untuk sesuap nasi. melompat dari bus satu ke bus yang lain, berdiri dari mobil yang satu ke mobil yang lain menawarkan jasa untuk membersihkan kaca mobil atau sekedar menunggu uang receh. betapa banyak anak-anak yang harus membiayai sekolahnya dengan mengabdikan diri sebagai pemulung, dan berapa banyak mereka yang harus tidur di kolong jembatan dan..dan…dan banyak lagi

beberapa hari berikutnya aku melihat Film ”Children of Heaven” di salah satu station TV swasta. kau pasti tahu kawan bagaimana menyentuh kisah di film ini. sebuah renungan tentang ketulusan, kesabaran dan pengorbanan di tengah himpitan kemiskinan yang di ajarkan oleh dua bocah kecil sebagai pemeran utama di film ini. aku tak kuasa menahan air mataku.

Di bawah sana masih banyak sekali orang-orang yang ‘kurang beruntung’ tetapi masih sangat pandai mensyukuri apa yang di milikinya…
Ach betapa tak bersyukurnya aku :(

Jumat, 27 Februari 2009

Missing the Point

Hari sabtu lalu, aku datang ke BZ setelah minggu lalu aku absent. akhir2 ini agaknya aku mulai banyak alasan untuk Absen ke komunitas englishku ini. sebenernya bukan karena kemalasan tapi karena komitmen yang lebih utama. Kawan, I am a house wife ;)

dan aku sungguh merasa lost dalam ajang diskusi BZ kemarin, hal ini aku rasakan juga 2 minggu yang lalu saat acara kami di liput ANTV. saat itu aku sempat curhat sama Tari temenku, hari ini aku missing the point Ri... dan Tari pun memberikan pandangan bahwa keaktivan kita sangat berpengaruh dalam mengupgrade kemampuan dan kepercayaan diri kita dalam speaking. aku memang sempat beberapa kali absent semenjak tahun baru di tambah libur kecelakaan itu, dan minggu lalu aku harus absent demi meluangkan waktuku for My beloved-one ;)

aku mengaminkan kata-kata Aristotle, we are what we repeatedly do, therefore excellent is not an act but a habit’. hal ini tentu saja sangat relevant dalam mempelajari bahasa, bahwa to be active adalah harga mati untuk bisa tetep eksis dengan bahasa yang kita kuasai. to be active yang terus di bangun untuk menjadi habit adalah salah satu kunci sukses to be good foreign Language speaker. karena bahasa sejatinya tak terlalu membutuhkan teori namun lebih memerlukan Praktik.

sebenernya BZ adalah satu-satunya komunitas English yang aku miliki semenjak aku lulus kuliah. sebagai Mahasiswa lulusan sastra Inggris, komunitas ini sangat perlu untuk memaintain apa yang telah aku dapatkan – My English - bahkan mengupdate dan mengupgradeilmu yang pernah aku dapat meski porsinya hanya di tataran ‘communicative aspect’, tetapi kehadiran BZ sangat membantuku untuk mulai mencintai almamaterku dan mempertemukan aku dengan temen2 yang warm and smart.

ketidak hadiranku di BZ juga sepertinya semakin beralasan karena aku telah resign sebagai salah satu pengurusnya. sebenernya aku ingin sekali masih bisa komit sebagai pengurus tetapi aku harus punya sekala prioritas, di samping itu aku tidak boleh egois sehingga malah menelantarkan amanah yang ada. meski suamiku tidak melarang aku untuk tetap aktif tetapi ada tanggung jawab moral yang harus aku kedepankan. tentu saja banyak urusan keluarga yang mungkin tak terduga nantinya yang mengharuskan aku tidak bisa hadir atau tidak bisa menyumbangkan hal-hal bermanfaat untuk BZ. untuk sederetan alasan itulah aku memutuskan untuk Resign – setelah suamiku pulang - dan memilih Tari sebagai penggantiku. ada sedikit rasa kehilangan saat Ali mengumumkan hal ini di milis BZ, juga ada rasa berat saat Kikim sedikit menyayangkan keputusanku.

tetapi meski aku tidak menjadi pengurus di BZ, aku masih ingin tetap menjadi active participant di komunitas ini. komunitas yang sering menyeretku ke nostalgia dunia akademik, juga terkadang mengundangku kembali menyadari ‘dosa’ ku karena menelantarkannya.

Rabu, 18 Februari 2009

It’s Over

Lama sekali rasanya aku tidak menuliskan kisah hari-hariku. rasa kangen di hati saat melihat blogku..ga ada update tulisan.

seminggu yang lalu teman kantorku kena Gejala Typus dan harus bed rest jadinya aku kebanjiran order dan kerjaan, makanya aku tak sempat menulis sepatah-dua patah kata untuk kuceritakan padamu Kawan..(Ge-eer neh ada yg baca hehe)

Hm..ada kisah bahagia yang harus aku bagi denganmu kawan, hampir dua minggu ini aku sudah tidak kesepian lagi karena suamiku sudah kembali dari Mesir, jadi selain kesibukan di Kantor sebenernya aku juga sedang sibuk menikmati bulan madu kedua neh (haha). ternyata indah juga perpisahan ya, indahnya klo sudah ketemu, ga percaya?? coba aja …!!

***
tanggal 27 Januari lalu, pulang kerja aku langsung ke Blok M karena janjian sama Richan, teman suamiku di Plaza Blok M, sebenernya males banget ke Blok m karena capek pingin besok-besok aja aku ambil titipannya itu tapi karena suamiku kirim pesan untuk menemui temannya hari itu juga, ya akhirnya aku mengalah ;)

di jalan aku sms Richan, minta maaf karena terlambat datang sekalian menanyakan dimana ketemu nya, dia bilang dia nunggu di Solaria plaza Blok M. sampai di blok M hampir jam 6, sudah hampir magrib sehingga aku putuskan tuk telp Richan agar menemuiku di Lobby Mall, karena aku mengejar waktu magrib. tetapi Richan menolak dengan alasan sedang makan dan memintaku menemui di Solaria. karena aku yang butuh maka aku harus mengalah, jadilah aku naik ke lantai 6 Plaza, tetapi aku tetap tidak mau menemui nya di Solaria, karena pikirku ga enak aja ketemu di sana, lagian aku ga mau lama-lama.

aku sms dia dan bilang aku tunggu di depan toko kaset ga jauh dari Solaria. beberapa menit aku menunggu sambil mengetik sms tuk suamiku mau laporan klo aku dah menemui temannya. ketika aku sedang asyik mengetik sms tiba2 di sebelahku ada seseorang yang duduk dengan seenaknya dengan gaya sok akrab banget. aku kaget sekali, dalam hati aku menggerutu kurang ajar sekali orang ini dan baru saja aku akan bereaksi memuntahkan kekesalanku, tiba-tiba bola mataku menangkap sosok yang begitu aku kenal. dia sedang cengar-cengir melihatku kebingungan. bersaman dengan itu Richan menyapaku, “mbak sri ya..ini titipannya”, sambil nunjuk ke suamiku. Gubrag…!!! tak pelak lagi pukulan ‘maut’ku mendarat di punggung suamiku, ingin sekali aku memeluknya saat itu tapi malu karena banyak orang (hehe). dan mukaku jadi merah padam bak udang rebus seketika, antara senang, malu, kesal, bercampur jadi satu.

Asli bener-bener surprise, suamiku pulang hari itu karena seperti rencana yang dia ceritakan sebelumnya dia akan pulang tanggal 9 Februari dan tiketnya tidak bisa di percepat. juga beberapa menit sebelumnya dia masih sms aku pakai nomer mesir. akhirnya aku baru sadar klo aku bener-bener DI KERJAIN..hiks…

dan tak usah kuceritakan bagaimana kisah selanjutnya (haha). sekarang penantianku dah berakhir kawan;). dan InsyaAllah kami masih akan tetap tinggal di Jakarta sebelum meneruskan perjalanan hidup kami selanjutnya :). Well come to the next Challenges..!!!

Ach.. ternyata suamiku romantis juga ;)

Rabu, 11 Februari 2009

Rindu

Gelap terasa lorong masa
Menyesak kalbu yang mulai menjauh
Pendar cahaya semakin meredup
Mengusung perih sesak di sekeping jiwa

Gulita mengemban kesunyian
Tetes bening membuncah
Menyentak kerling-kerling hati
Mengejar surya yang terabaikan

Terapung dalam kesunyian
begitu keras menyapu kegalauan
Angkuh menjulang mencekam
Menepis dalam rasa bersemayam

Ach… sepi mengerayap
Sepi dari seruan suciMu
Sunyi dari belaian pahit nyataku
Yang menyungkurkan aku
Kembali dalam kehambaanku

Aku rindu…
Menapak hampa dunia
dengan buncah ceritaku padaMu
Menyapa luka
dengan getaran cinta di setiap sujudku
Aku rindu….
Rindu berbagi dengan MU

Jakarta, 6 November’08
Di atas tempat tidur, 23.17

Head Injury

hari kamis 22 Januari lalu, atas anjuran keluarga dan teman2 ku akhirnya aku terprovokasi juga untuk datang ke RS Jakarta memeriksakan lebih lanjut luka di kepalaku akibat kecelakaan 2 minggu sebelumnya.

tadinya aku menganggap bahwa urusan kecelakaan itu sudah selesai, walaupun aku masih sering pusing, aku fikir itu wajar karena pusing itu kemungkinana akibat benturan yang sifatnya hanya temporary injury. tetapi karena berbagai cerita mengerikan dari temen-temenku juga demi sebuah kepastian akhirnya aku mendatangi Dokter ahli saraf di RS Jakarta, dekat kantorku.

setelah menceritakan kejadian kecelakaan itu dan menceritakan keluhan-keluhan sakitku., dokter itu memeriksa tekanan darah, detak jantung, dan test saraf motorik. alhamdulillah ketika aku tanya hasilnya baik. tetapi Dokter menyarankan aku mengambil tes EEG Electroencephalogram test, yaitu test untuk mengetahui aktivitas elektrik otak atau semacam Brain Mapping yang berfungsi untuk melihat kerja dan fungsi otak dan jantung, sehingga seandainya ada kelainan akibat kecelakaan akan terdeteksi dari tes ini.

hari selasa, 27 January aku mengambil hasil tes EEG ini. dari hasilnya Dokter menjelaskan bahwa sementara tidak ada hal-hal yang mencurigakan hanya ada temporary injury di kepala bagian kiri yang menyebabkan pusing, tetapi dokter menyarankan aku untuk memantau perkembangannya selama 3 bulan. kalau intensitas pusingku selama 3 bulan nanti tinggi maka aku hasrus cek up lagi.

untuk sementara…aku merasa lega sekali setelah menerima hasil EEG itu apalagi ketika dokter mengatakan aku belum perlu test CT Scan, girang sekali aku. bukan hanya karena CT Scan itu mahal, tetapi CT Scan cukup beresiko karena menggunakan x Ray dengan radiasi sangat tinggi. juga berbagai kekhawatiran akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan di kepalaku, telah ku tepis jauh-jauh seperti saran dokter, bahwa sugesti bisa sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi kesehatan.

jujur saja meski aku bandel dan enggan periksa ke Dokter sebenernya aku cukup was-was, karena meski bukan orang kedokteran tentu aku tahu bahwa kepala adalah organ sentral yang tanpanya tentu aku tidak akan mampu bernafas lagi (hehe) atau jika terjadi kerusakan pada salah satu sarafku aja, hidupku bisa kacau beliau ;).

pesanku untuk ceritaku ini, kesehatan itu harta yang sangat berharga kawan dan sangat mahal harganya. dan kau tahu motto di negeri kita tercinta ini? “Orang miskin di larang sakit..!!!”. jadi jaga kesehatan dengan baik dan ga usah kebut-kebutan atau sok jagoan kalau naik motor ya..;). aku dah merasakan nyium aspal itu ga enak, meski harga aspal cukup mahal (haha)

Kamis, 15 Januari 2009

Unconditional Love

Jika ada cinta ‘vertikal‘ yang tak terbatas, dan tanpa pamrih di dunia ini maka itulah cinta Ibu, jika ada pengorbanan tak menuntut balas di dunia ini, maka jawab pertama adalah pengorbanan ibu. meski dari premis umum ini tentu ada pengecualian, dalam dunia ilmiah ada faktor x yang bisa menyebabkan sebuah ’anomali’ dalam penelitian. begitu juga realitasnya bahwa ada juga ibu yang dengan tega meninggalkan anak-anaknya atu malah membunuh mereka, tetapi ini tentu saja hanya kasus-kasus tertentu yang jumlahnya tentu tidak akan mampu menepis anggapan ’kasih ibu sepanjang masa’ yang selama ini kita yakii dan kita rasakan.

jika ada seorang laki-laki yang berkata pada kekasihnya ”cintaku padamu sebesar dunia dan seisinya” atau juga sering dengan rayuan gombal ”aku mencintaimu dengan seluruh jiwa ragaku” namun setelah sekejap saja di tinggal pergi kekasih nya maka kata itu pun akan terucap untuk wanita lainnya J.jadi jangan percaya bahwa cinta pasangan anda itu sepanjang masa (hehe provokator).

tetapi lihatlah ibu kita pernahkah beliau mengatakan kata-kata itu pada kita? bahkan sangat jarang ada seorang ibu yang dengan secara langsung mengucapkan “aku mencintaimu anakku”. kalaupun seandainya ada rasanya mirip-mirip dunia telenovela. tetapi lihatlah tindakannya tak perlu diumbar dengan segudang kata-kata romantis namun bukti dari tindakannya melebihi kata-kata sastrawan super romantis sedunia – Shakespeare - sekalipun.

Ibu adalah orang yang sanggup menyerahkan nyawanya untuk kita, saat melahirkan dia tidak pikirkan bagaimana resiko yang akan di ambilnya, dia juga tidak perduli dengan sakit tiada tara yang dirasakannya yang ia tutupi dengan senyuman terkembang melihat wajah mungil kita saat lahir kedunia.

selama dalam asuhan kita tidak pernah berhenti menyusahkannya. di tengah malam ketika semua orang larut tertidur Ibu akan dengan sabar mengganti popok kita, menyususi kita, bahkan membujuk kita yang menangis karena popok basah atau cuaca yang kurang nyaman. ketika siang hari saat orang lain lahap makan maka Ibu masih sibuk menyuapi kita. saat orang lain bisa tidur siang maka Ibu juga sibuk membersihkan popok atau menceboki kita.

beranjak besar kita masih terus merepotkannya. saat kita nakal, maka Ibu adalah sasaran utama kita, tak jarang kita lihat seorang anak memukul-mukul ibunya karena kemarahannya pada sesuatu. saat kita nakal dengan anak tetangga maka tak jarang Ibu kita yang kena damprat tetangga.

belum lagi jika kehidupan di himpit kesulitan ekonomi, maka Ibu rela tidak makan asal anak-anaknya kenyang. ibu rela menghutang kesana-kemari meski harus menahan malu bahkan kadang menelan omelan tetangga demi isi perut kita.

beranjak dewasa lulus sekolah, sudah bisa kerja kitapun akan di jemput atau menjemput pasangan kita. kita hidup terpisah atau meninggalkannya karena sudah punya keluarga sendiri. tak jarang kita jadi ‘lupa’ dengan ibu kita, karena sibuk dengan keluraga baru kita. sering kita jadi lupa menjenguknya yang sudah mulai renta. ketika kita mulai punya momongan kadang kita masih merepotkannya lagi, menyuruhnya mengasuh anak kita. menggantikan peran kita.

tetapi itulah kawan, kemuliaan dan kasih sayang seorang Ibu. Ia melakukan semua itu dengan tulus dan tak berharap imbalan dari kita. dia lakukan itu tak perduli apakah kita akan membalasnya dengan kebaikan atau justru sebaliknya. dia tidak akan minta imbalan uang atau emas permata, namun kebahagiaan kita yang ia harapkan, meski kadang ia tidak mengecap kebahagiaan itu, tetapi cukup bahagia jika melihat kita bahagia.

maka jika ada Unconditional love - cinta tanpa syarat - di dunia ini, maka itu hanyalah cinta Ibu kepada anaknya….

***
Malam itu aku tidur di samping ibu yang masih memelukku. aku tak bisa memejamkan mata. hatiku resah, gelisah karena esok aku akan berangkat ke Jakarta lagi meninggalkan ibu. aku tatap wajah ibuku yang sedang lelap tertidur. aku belai pipinya yang mulai keriput. aku tatap dengan seksama wajah orang yang selama ini menyayangiku setulus hati itu. seminggu ini selama aku sakit, ibu yang merawat dan menyiapkan semua untukku. ibu yang mengobati lukaku, memijit seluruh badanku, menyiapkan obatku, menghangatkan air untuk aku mandi, menyiapkan makan bahkan menyuapiku.

kini aku sudah 28 tahun kawan, tetapi perlakuan ibu tidak berubah seperti ketika aku sakit 20 tahun lalu, hanya saja kalau dulu Ibu masih menggendongku maka sekarang tidak mungkin lagi.

tak terasa airmata meleleh di ujung mataku, entah apa yang sudah aku lakukan untuk membalas semua kebaikannya. aku ingat-ingat dan sepertinya tak satupun hal yang telah kulakukan yang membanggakan hatinya. aku belum bisa memberi apa-apa untuk ibuku. tidak prestasi, tidak harta, apalagi emas permata. air mataku semakin deras mengingat semua kebaikan dan pengorbanannya, ingin ku mendekapnya erat dan tak kan pernah meninggalkannya, tetapi keadaan yang belum memungkinkan.

aku hanya bisa berbisik dalam hati, bisik do’a setulus yang ku bisa “ya Robb, ampuni dosa Ibuku, berilah beliau hidayahMu sampai akhir hayatnya, wafatkanlah kelak beliau Khusnul khotimah, dan berikanlah aku kesempatan untuk membahagiakannya”

We Will Not Go Down


WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)
(Composed by Michael Heart)


A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they're dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who's wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Selasa, 13 Januari 2009

Back to Jakarta

Hari ini aku kembali menekuni rutonitas kantorku setelah seminggu yang lalu aku tinggalkan. rasa rindu untuk kembali berkutat dengan berbagai tugas kantor, bercengkrama dengan layar komputer dan berselancar dengan dunia mayaku terasa menggelegak sejak seminggu aku di solo. demikian juga hiruk pikuk kesibukan kota Jakarta ternyata sanggup menyihirku dalam ‘kesepian’ panjang kala aku menghabiskan waktu jauh darinya. ah..selalu saja kebersamaan terasa berarti ketika telah jauh..

jauh di lubuk di hatiku harus ku akui bahwa ternyata aku mencintai Jakarta dengan segaja ‘kejalangan’ nya, dengan segala ‘kekejaman’ nya, dan dengan segala seringai tantangannya.

seminggu lamanya aku harus absent dari kantor dan otomatis harus absent juga berkomunikasi dengan dunia mayaku. tak ada email, tak ada blogging tak ada browsing apalagi surfing..:). itulah tak enaknya tinggal di pelosok desa kawan. aku pulang ke Solo tanggal 2 Januari lalu karena ingin menjenguk Ibuku dan berencana hanya satu hari di sana. tetapi malang tak dapat di tolak dan takdir mengatakan lain aku harus stay satu minggu di kampung halamanku dengan kondisi badan yang cukup mengenaskan - bengkak dan luka memar di wajah tangan dan kakiku.;)

kisah ini berawal saat aku di jemput oleh Bapakku hari sabtu pagi dari terminal Solo. aku sampai terminal jam 2 pagi, setelah istirahat sembari sholat di Masjid belakang terminal Bapak datang tepat jam 3 pagi. aku pun langsung ikut naik motor jemputannya. setengah jam perjalanan, tepatnya di pintu Jembatan Jurug motor yang aku tumpangi menabrak trotoar jembatan. spontan saja tubuhku jatuh tersungkur dengan wajah dan kepala membentur trotoar dan terseret beberapa meter karena gas motor masih dalam keadaan aktif. tak dapat aku ceritakan bagaimana perasaanku saat itu antara syok, takut, dan sakit di sekujur tubuh. beberapa menit setelah kecelakaan itu aku meraba bagian tubuhku terutama mata ku dan aku bersyukur semua anggota tubuhku masih lengkap artinya lukaku tidak terlalu parah. hanya luka di wajah dan benturan di kepala yang membuat ku pusing. sementara bapak luka di bagian dengkul.

suasana jalan masih sepi hanya satu truk yang tak acuh dengan kondisiku. sampai kira-kira 15 menit baru sebuah becak lewat dan aku memanggilnya. tukang becak inilah yang mengantarkan aku ke rumah sakit terdekat yaitu RS. DR. Moewardi Solo. jarak jembatan jurug – RS cukup jauh sekitar 2 km, sehingga cukup lama aku menahan darah yang terus mengalir dari hidung, kening, dan di atas bibirku sembari menahan pening, dan syok yang membuat badanku gemetaran. sampai di RS lukaku di bersihkan dengan cairan alcohol dan betadine yang perihnya ga ketulungan. dan alhamdulillah lukaku ga sampai harus di jahit.

kepalaku sempat pusing berat tetapi masih untung karena aku tidak muntah setelah kecelakaan, dan itu artinya aku selamat dari gejala Gegar otak. tetapi dokter menyarankan aku di oksigen beberapa jam sambil menunggu reaksi kalau-kalau benturan di kepalaku menyebabkan luka yang berbahaya. tetapi dua jam kemudian aku minta pulang karena ingin segera bertemu ibuku. aku pulang naik bus dari solo ke Karang Pandan dan di jemput Wit keponakanku di terminal Karang Pandan.

Saat sampai di rumah Ibuku dah menyambutku dengan tangis, melihatnya berdearai airmata membuat akupun tak sanggup untuk tidak menangis saat di peluknya. aku langsung istirahat dan dalam hitungan menit rumah Ibuku sudah ramai di kunjungi tetangga yang menengok ku.

dan ternyata memang selalu saja ada hikmah di balik kejadian. seminggu di kampung halaman seakan menuai kembali kenangan indah lama bersama ibuku. ibuku tetaplah seperti dulu, yang selalu saja sedih dan panic ketika aku sakit, yang yang selalu memelukku, mengobati lukaku dan menemaniku setiap saat. mungkin hanya dengan cara seperti ini aku bisa tinggal sedikit lebih lama dengan beliau. aku bahagia kawan, sungguh meski harus aku tebus dengan luka-luka di tubuhku aku bahagia bisa kembali melihatnya dan memeluknya.

tujuan aku pulang sebenernya adalah menjenguk Ibuku yang sedang sakit dan berencana mengantar beliau untuk Rongsen, tetapi alih-alih merawat ibuku justru aku yang akhirnya merepotkannya.

tanggal 9 januari aku harus pulang ke Jakarta, terasa berat kakiku melangkah saat akan beranjak pergi meninggalkan Ibuku. tetapi aku memamng harus kembali melanjutkan perjuanganku di kota Jakarta, menantang nasip, melawan waktu. Ach..ibu andai aku bisa ingin setiap saat aku bersamamu…hiks.

Airmata Palestina

Sabtu, 27/12 dunia terhenyak dengan berita ‘kebiadaban’ zionis Israel ke Palestina untuk kesekian kalinya, dan serangan Israel kali ini adalah yang terburuk pada dua puluh tahun terakhir penjajahan Israel atas Palestina. sampai hari ini korban jatuh lebih dari 900 orang dan lebih dari 3.000 korban luka-luka yang kebanyakan korban adalah rakyat sipil – wanita dan anak-anak.

serangan Israel yang membombardir jalur Gaza ini awalnya beralasan untuk membalas serangan roket HAMAS sebelumnya yang menciderai perjanjian gencatan senjata. namun sebenarnya ini hanya alasan yang di buat untuk membenarkan tindakan mereka karena Israel lah yang lebih dulu melanggar gencatan senjata itu. tidak hanya pejuang HAMAS, rakyat sipil, petugas medis dan wartawanpun menjadi sasaran roket dan peluru Israel. sebuah tindakan yang sangat keji dan telah melanggar hukum internasional dan konvensi jenewa yang seharusnya bisa menyeretnya ke pengadilan internasional sebagai penjahat perang.

namun seperti biasa dunia tak mampu berbuat apa-apa dengan aksi brutal Israel. dan PBB sebagai badan tertinggi dunia hanya bisa menghasilkan resolusi yang sama sekali tidak berarti untuk rakyat Palestina karena tidak ada sangsi yang nyata jika Israel menolak resolusi itu. jadi semakin jelas bahwa PBB hanyalah alat AS dan sekutunya untuk melanggengkan kekuasaannya.

dan yang sangat menyedihkan adalah reaksi dari Negara-negara Isalm di timur tengah, yang tak lebih dari mengecam, tanpa tindakan kongkrit. bahkan Mesir sangat terlihat lebih memihak Israel dengan dalih keamaan dalam negeri untuk menutup perbatasan Gaza. padahal Negara2 besar arab itu bisa menghentikan kebiadaban Israel ini dengan sangsi yang tegas, misalnya dengan membatasi penjualan minyak ke Israel dan pendukungnya atau bahkan mengembargo pasokan minyak. meskipun hal ini tentu saja beresiko untuk ‘kenyamanan’ dalam negeri mereka tetapi betapa tega membiarkan Isael membantai saudara2 kita?

dan satu hal yang lagi-lagi memang harus di sadari adalah kelemahan umat ini, saat ini jelas terlihat umat muslim yang jumlahnya milliaran ini tidak di anggap sama sekali oleh yahudi yang jumlahnya jauh di bawahnya. kenapa? karena kita memang hanya menang di kuantitas tetapi kalah dalam hal kualitas. dan kelemahan inilah yang mengakibatkan kita di tindas.

stigma bahwa Islam identik dengan kemunduran, kebodohan, semakin sulit untuk di tepis dengan realita-realita yang ada. rasa marah, kesal, benci bercampur aduk dengan rasa tak berdaya dalam diri bersimpuh luruh dalam jiwa-jiwa tak kuasa kita, melawan kezaliman dan kekejian yang tak terkira. namun apa di kata, kita harus akui bahwa kita tidak punya apa-apa. kita lemah, kita miskin dan kita bodoh..!!!. kita memang harus akui ini, mudah-mudahan hal ini akan membuat kita sadar sebagai acuan bahwa kita harus bangkit dan bersatu.