Selasa, 09 Desember 2008

~ Franz Fanon, Black Skin White Mask ~

Black Skin White Mask adalah adalah sebuah buku yang di tulis oleh Frantz Fanon pertama kali di terbitkan dalam bahasa prancis Peau noire, masques blancs tahun 1952. dalam buku ini Frans Seorang Psikiatris Menggunakan teori Psikoalanilis untuk menjelaskan efek spikologi yang di alami kulit hitam di tengah dominasi kulit putih. Selain sebagai seorang psikiater Franz berbicara sebagai secara Subyektif sebagai ’obyek penderita’.

sejarah peradaban dunia yang di dominasi satu golongan atas golongan lain - kolonialisme dan imperialisme bahkan slavery - bagaimanapun meniscayakan sebuah efek yang tidak bisa di hindari.

spesifik dalam sejarah barat, bangsa kulit hitam adalah the dominee (dalam bahasa Marx) sedang bangsa kulit putih sebagai the dominator. di ranah ini tumbuh subur hubungan kesenjangan antara inferior dan superior, bagaimanapun kedua kubu ini [dalam prespective Marx] tidak akan pernah menemukan benang merah atau titik temu, duduk sebangku bersebrangan, berdiri sejajar atau mempunyai hak yang sama.

tidak seperti Marx yang menguraikan teori dan solusi dari sebuah penindasan yang berakhir pada epistemologi revolusi, dalam aplikasi sosialisme - kesetaraaan, penghapusan individual rights, dbs - Franz Fanon seorang tokoh Psikologi dalam buku ini menitik pusatkan penelitiannya pada ’aspek kiri’ dari sebuah kolonialisme.

dalam kamus Franz, kolonialisme kulit putih telah memberi dampak Inferiority complex pada kulit hitam sebagai obyek dari kolonialisasi. inferiority complex adalah perasaan dependend dan tidak percaya diri, menganggap orang lain lebih baik, pintar, tangguh dsb. efek dari inferiority complex sudah barang tentu adalah kemunduran kepribadian, reduksi karakter dan lost of identity (kehilangan identitas).

An inferiority complex, in the fields of psychology and psychoanalysis, is a feeling that one is inferior to others in some way. Such feelings can arise from an imagined or actual inferiority in the afflicted person. It is often subconscious, and is thought to drive afflicted individuals to overcompensate, resulting either in spectacular achievement or extreme antisocial behavior, or both. Unlike a normal feeling of inferiority, which can act as an incentive for achievement, an inferiority complex is an advanced state of discouragement, often resulting in a retreat from difficulties. (www. wikipedia.com)

selain itu kolonialisme itu juga membentuk karakter kecenderungan meniru (imitate) aktor pelaku kolonilisme itu sendiri, dalam bahasan sempit adalah kulit putih. Franz menyebutnya dengan istilah ”Black Skin White Mask” .

keberadaan kulit hitam di bawah dominasi kulit putih telah melahirkan complexion yang berujung pada upaya meniru - Black Skin White Mask - subyek pendominasi (kulit putih). proyek Imitating ini tidak hanya dari kontek fisik tetapi juga non-fisik seperti pola pikir bahkan ideologi.

dalam prespective Fanon perbedaan ras dan Etnisitas bukan sekedar perbedaan yang bersifat alamiah dan terkait dengan faktor-faktor yang askiptif seperti yang di asumsikan oleh teori-teori ras dan etnisitas dalam pendekatan kultural-biologis.

Namun, Pendapat Fanon ini lebih dekat dengan pendekatan Neo-Marxist dalam Sosiologi Etnisitas seperti Oliver Cox, Edna Bonacich, Michael Hecter, Robert Mile, Antonio Gramsci, dan Stuart Hall. Oliver Cox mengatakan bahwa pertentangan antar kelompok etnik dan ras adalah tidak universal namun terjadi dalam konteks sejarah tertentu, dan tarkait dengan asal-usul dan kebutuhan ekonomi politik kapitalis (Milosevic 2004: 32)

Teori Fanon ini tampak relevan dengan apa yang terjadi saat ini, dalam konteks neo- kolonialisme, yang sebagian besar dialami oleh Third World Countries. indonesia sebagai salah satu contoh nyata. kecenderungan negara dunia ketiga untuk keniru ’the colonolizer’ sangat besar, hal ini bisa di lihat dari berbagai adopsi baik dari budaya, sistem, pemikiran, gaya hidup maupun ideologi. ada kecenderungan yang sangat masiv dari masyarakat dunia ketiga untuk merasa bangga dengan berbagai produk yang di hasilkan oleh ’the colonizer’ tersebut. kecenderungan ini menurut prespective Fanon di picu oleh rasa inferiority complex sehingga ada keinginan untuk ’meleburkan diri’.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

hai.....Zrie

saya sangat apresiatif tulisan kamu tentang Frans Fanon ini....

kebutulan saya juga ingin menggarap skripsi mengenai tokok Frans fano...
saya minta bantuan, mungkin di tempat kmu ada bukunya.....
klo ada info ke saya ya,,,,ke alamata fabbianno_nggt@yahoo.com

sebelumnya saya ucapkan trima kasih...

Fabiano....

fabiano mengatakan...

hai.....Zrie

saya sangat apresiatif tulisan kamu tentang Frans Fanon ini....

kebutulan saya juga ingin menggarap skripsi mengenai tokok Frans fano...
saya minta bantuan, mungkin di tempat kmu ada bukunya.....
klo ada info ke saya ya,,,,ke alamata fabbianno_nggt@yahoo.com

sebelumnya saya ucapkan trima kasih...

Fabiano....

Syaifullah Al Ayyuby mengatakan...

Bang kenalkan saya Ayub mahasiswa ilmu politik Univ.Airlangga
Salut sama tulisan anta bank
salam kenal yeee

semoga bermanfaat ni tulisan