Rabu, 10 September 2008

~Ayah, My Great Hero ~


Jika kau pernah merasa dunia terbalik, waktu berjalan demikian lambat, atau gaya gravitasi terasa berlipat ganda besarnya hingga hampir menarik tubuhmu ke dasar bumi, maka yakinlah kawan bahwa kau sedang patah hati.

biasanya akan di ikuti dengan irama melodi melankolis, ‘hidup segan mati tak mau’ kemudian berjalan tanpa tujuan, dan mengamati sesuatu tapi tidak melihat apapun, atau bahkan tiba-tiba menangis. sungguh dasyat yang di namakan patah hati ini.

sebagian orang menyangka bahwa patah hati hanya bisa di sebabkan oleh seorang kekasih yang sangat kita cintai yang kemudian pergi begitu saja, tanpa meninggalkan pesan atau malah menikah dengan orang lain, dalam kasus patah hati seperti ini kadang ada yang sampai bunuh diri, atau jadi setengah gila, atau trauma tidak mau kenal lagi yang namanya sosok laki-laki atau perempuan yang punya jenis kelamin yang sama dengan orang yang membuatnya patah hati.

aku tidak ingin bercerita tentang patah hati laiknya kebanyakan konotasi orang ;), tapi aku ingin bercerita tentang patah hati yang paling dasyat yang pernah aku alami dalam hidup aku, patah hati yang sempat membuat aku ‘mati’ beberapa bulan, patah hati yang sempat membuatku linglung tak mengenali diri, juga membuatku menangis berhari-hari.

hari itu adalah 11 september 2001, bersamaan dengan runtuhnya lambang keangkuhan negeri paman Sam. Saat wajah Bus garang penuh amarah dengan jargon “Join with us or against Us” dan manabuh genderang perang kepada yang dia tuduh sebagai “Teroris” . saat itu George W Bus tidak bisa menahan otak Amigdalanya yang mungkin memang tidak tebiasa untuk menahan emosi, langsung memuntahkan segala isi kemarahannya, maka saat itu juga bagian otak yang tersembunyi di balik system limbic – Amigdalaku - pun mengalahkan otak rasionalku bahkan sampai berbulan-bulan.

kau tau kenapa kawan? hari itu adalah awal bloody days bagiku karena hari itu aku kehilangan seorang yang sangat aku cintai seumur hidupku, seorang yang sangat berjasa bagi exsistensiku di bumi ini, seorang yang telah berkorban untukku hingga cucuran darah dan keringatnya, seorang yang tidak sekalipun pernah bersikap kasar padaku, seorang hero ku ketika aku dalam kesulitan. dialah ayahku. dan aku kehilangan bukan hanya untuk sehari-dua hari tapi untuk selama-lamanya.

berita itu begitu datang mengejutkan, aku sama sekali tidak di beri kesempatan merawat ayahku ketika beliau sakit bahkan aku tidak di beri kesempatan untuk melihatnya terakhir kali. kasih sayang kakakku yang tidak ingin membuatku sedih ketika ayah sakit sehingga tidak memberitahuku justru berbalik menjadi sesuatu yang sangat aku sesalkan saat itu.

***
aku terkulai lemas di samping gundukan tanah merah itu, aku hanya bisa menatap bunga-bunga yang mulai layu di atas makan itu, ku lihat Plumeria pun menari lesu. aku diam seribu bahasa, tak sanggup aku berkata. ingin sekali aku membongkar tanah merah itu,memeluknya dan mengajaknya pulang. setengah mati aku menahan agar airmata tidak tumpah, aku berhasil. tapi aku tahu saat itu bukan mataku yang menagis, tapi hatiku yang berdarah bahkan separuh jiwaku seakan terbang bersama hilangnya sosok sederhana yang amat kucinta itu. aku ingin sekali mengatakan kepadanya dengan bibirku “ayah aku mencintaimu”. tapi ribuan kalipun kata itu tak akan mendapat jawaban lagi, ayahku hanya bisa menatapku tetapi tidak akan bisa lagi berbincang denganku, ayahku tak bisa lagi aku peluk, atau ku cium tangannya.

tiga hari bloody days itu ku lewati di kampung halaman ku, tempat ayahku di makamkan, setelah itu aku kembali ke Jakarta, karena ijin kerja ku hanya 4 hari. dan di Jakarta ‘puncak’ Bloody days itu aku lalui di tengah kesendirianku dan hiruk pikuk kota, saat itulah aku merasa jauh lebih sedih dari ketika aku masih di kampung halamanku. aku kehilangan semangat hidupku, aku kehilangan arti duniaku, aku bagaikan mayat hidup yang berjalan tanpa perasaan, yang menatap tanpa arti yang berkata tanpa makna. aku bertarung dengan rasa sedih dan bersalah yang sangat besar dalam hatiku, ditengah kesedirianku aku tidak perduli lagi dengan diriku.

untung saja kondisi parah ini hanya berlangsung sekitar 5 bulan, karena sahabat2 ku, juga dukungan keluarga akhirnya aku mulai ‘hidup’ kembali. tapi tahukah kawan inilah pengalaman paling dasyat yang penah ku alami dalam hidupku. pengalaman patah hati ku

***
kawan, kawan, tahu kah kenapa aku sangat terpukul dengan kepergian ayahku. Ayah meninggal saat aku tidak menjenguknya selama satu tahun. saat itu umurku 20 tahun, aku adalah jiwa keras yang penuh dengan mimpi-mimpi. aku adalah jiwa petualang yang sarat dendam sebagai korban broken home, namun aku juga gadis mandiri, yang penuh semangat dengan segala ambisiku. untuk itulah aku di Jakarta. aku berpisah dengan ayahku. perasaan sedih yang sangat dalam itu karena rasa bersalah di hatiku karena belum bisa berbakti padanya, bahkan banyak kesalahan yang belum sempat aku meminta maaf padanya.

aku tidak ingin memperpanjang cerita ini Karena hanya kan mengalirkan anak sungai di telaga mataku, kenapa aku baru tergerak menuliskan sekarang? semalam di sebuah station radio,di sebuah acara ada seorang pendengar yang menceritakan kisah yang hampir sama persis dengan ceritaku, hingga aku jadi teringat kisah ini dan ingin menuliskan hikmah kejadian ini hari ini.

karena yang terpenting dari sebuah kejadian adalah menarik hikmah, ibrah atau pelajaran dari nya:

hikmah yang pertama: percayalah bahwa hidup dan mati sungguh di luar dugaan kita, sama sekali kita tidak bisa memprediksinya, hingga setiap saat siapkan diri tuk menghadapi kematian juga siapkan diri menerima kematian orang-orang yang kita kasihi, ayahku meninggal di usia yang relative muda, ayahku juga sangat jarang sakit. bahkan meninggal ketika baru kedua kalinya beliau mengalami sakit serius, itulah kenapa aku sangat Syok karena aku tidak pernah mempersiapkan diri untuk ini disamping itu aku di hantam kejadian ini dengan kondisi keimananku yang masih ‘seadanya’

hikmah kedua: jangan sampai sia-siakan atau menyakiti orang tua kita, ketika dia masih ada sebisa mungkin luangkan waktu khusus untuk mengunjunginya atau paling tidak tetap berkomunikasi dengannya,seberapapun jauhnya kita darinya. karena kita baru akan sangat menyesal ketika tidak bisa lagi mengunjunginya, mendengar suaranya, menatap wajahnya atau mencium tangannya

hikmah ketiga: semangat adalah hal yang paling penting dalam hidup ini, ketika aku ‘patah hati’ selama bebrapa bulan, aku seperti tidak punya kehidupan, aku tak ingin melakukan apa saja, dan semua terasa tak berarti dalam hidupku. namun seorang sahabat mengingatkan aku akan cita-citaku, dan memberiku semangat hingga aku bertekad sejak itu aku harus bangkit demi ayahku.

terakhir aku ingin menuliskan bait lagu ini, untuk Almarhum Ayahku tercinta, semoga Ayah damai disisi-Nya,dan semoga kelak Allah mempertemukan aku dengannya si syurga-Nya. Amiin


untuk ayah tercinta
aku ingin bernyanyi
walau airmata dipipiku

Ayah..dengarkanlah
aku ingin berjumpa
walau hanya dalam
Mimpi…

Tidak ada komentar: