Kamis, 10 April 2008

CINTA itu milik kita

Pasti dah ga asing lagi dengan satu kata ini, sebuah kt yang bisa membuat melambung si pendengar dan bisa membuat sang penutur bernafas lega setelah mengatakannya. “CINTA”, satu kata singkat yang sanggup membuat tangis jadi tawa, jua sanggup membuat mahligai bahagia jadi jurang sengsara. (uh..uh…uh sampai segitunya Mpok..!!) uppsst…!! Tapi aku ga mau berkomentar tentang cinta yang ini, cinta yang kata orang bisa merobek hati, cinta yang katanya bisa meremukkan asa, menciptakan derita. Tapi aku ingin bertutur sedikit tentang cinta yang ku nikmati saat ini, cinta yang di landasi karena ikatan akidah, cinta yang sering kurasakan dengan sahabat2ku seiman, cinta yang sering membuatku tersenyum dengan canda tawa, cinta yang terjalin indah dalam ikatan doa dan nasehat. Mungkin tak seindah ketika merasakan indahnya jatuh cinta pada pandangan pertama (Ehm..), pun tak seindah dua cinta muda-mudi yang memadu kasih, tapi cinta yang di ikat akidah ini tak pernah meninggalkan perih di hatiku tak pernah jua meniggalkan luka yang buatku merana, tak jua meneteskan airmata dan derita, tapi bisa merangkai tawa dan canda dalam untaian nasehat dalam nestapaku, dalam butiran kalung doa yang tersemat di setiap hati yang membimbingku.

Tidak sempurna iman seseorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri" (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Tak mudah tuk merealisasikan cinta di atas, yang sering terjadi adalah rasa egois diri, rasa ingin di mengerti tak luput jua ini ku alami dalam jalinan cintaku bersama mereka, tapi bukan berarti habis pupus asa persaudaraan dalam akidah ini karena kesempurnaan hanyalah milikNya usaha dan proses adalah jalur yang mestinya di tempuh hingga berhembus nafas cinta yang di setiap sesak kehidupan kan selalu ada hawa sejuk nasehat, dalam derai airmata penyesalan ada gelak tawa yang menghibur riang. Seandainya saja seutuhnya untaian hadist diatas bisa di realisasikan setidaknya hanya tuk menghindari dendam dan kebencian..Ach…tapi kita masih sering menyaksikan umat terpecah belah, masing- masing mengaku paling benar, bahkan tak jarang mereka bertengkar hanya untuk satu kata keangkuhan “harga diri”.

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah:111)

Seorang muslim sejatinya telah menggadaikan harga dirinya kepada Allah SWT, yang hanya akan di tebus dengan Ridha-Nya, yang akan di balas dengan syurga. Hingga seharusnya tak ada berang dan wajah garang ketika merasa di remehkan hingga seharusnya tak ada dendam kebencian ketika merasa diri di rendahkan. Tapi gejolak kemarahan itu timbul ketika Akidah di permainkan, ketika dien ini di hinakan dan ketika Rosulullah tercinta di tertawakan. Bukan tak boleh membela diri bahkan membiarkan orang berbuat dzalim juga tidak di benarkan dan hukum qishaspun di perbolehkan, namun kenyataan yang sering terjadi adalah, tidak proporsionalnya menyikapi suatu persoalan, hal yang sering kali tak sefaham atau sering kita anggap meremehkan diri kita, keluarga kita, desa kita atau suku kita. Seakan menjadi wabah yang terus menjalar dan kemudian merasuki jiwa-jiwa yang terbakar amarah, merongrong tubuh persaudaraan hingga dendam tak bisa di hindarkan sampai ikatan akidahpun sering kali di lumpuhkan. Yang ada saat itu adalah wajah berang dengan kata-kata ketus, wajah angkuh berdiri dengan telunjuk mengacung..” kau telah menghina sukuku, atau kau telah menghina ormasku, kau menghina partaiku..!!“.

"Perumpamaan kaum Muslim dalam urusan kasih sayang dan tolong menolong bagaikan satu tubuh. Jika satu anggota badan berasa sakit, maka akan menjalarlah penderitaan itu ke seluruh tubuh badan sehingga tidak dapat tidur (berjaga malam) dan berasa demam." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Hadist di atas Sangat familiar, jangankan di kalangan intelectual, dikalangan kelas bawah selevel akupun pasti pernah mendengarnya, tapi berapa banyak dari kita yang mampu mendalami maknanya?, berapa persen dari umat ini yang mampu merealisasikannya?. Kita bisa melihat kenyataan yang ada, betapa umat ini telah terkotak-kotak dalam ormas, partai, atau bahkan suku. Perbedaan adalah sunatullah yang akan selalu ada, tetapi menghormati perbedaan dalam nuansa dialog dan saling mengingatkan ini yang jarang sekali terjadi. Tak jarang di antara saudara seiman saling hujat, saling tuding, dan saling menjatuhkan. Apakah adab begini sejatinya yang di ajarkan?

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan, tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat sifat yang baik itu tidak akan dianugerahkan melainkan kepada orang orang yang mempunyai keberuntungan besar.”
(QS, Fushshilat :34)

“Tolong lah saudaramu ketika ia berbuat dzalim maupun di dzalimi, apa bila dia dzalim, cegahlah dengan perbuatannya, bila dia di dzalimi, upayakan agar dia menang.” (HR Al-Bukhari)

“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya.apabila melihat aib padanya dia segera memperbaikinya.” (HR.AL-Bukhari).

Betapa indah untaian kata-kata dalam firman Allah dan dalam hadist diatas, tak hanya sebatas kata seandainya diri kita mampu menyelami dan melaksanakannya hingga tak ada lagi perang antar suku, perang antar adat, perselihan antar ormas atau bentrok antar partai. Yang ada adalah satu perjaungan untuk dien yang Mulia ini Dienul Islam. Ga ada ikatan adat, ga ada ikatan suku ataupun ikatan ormas, pun ikatan partai yang ada adalah ikatan Akidah untuk menjadi umat yang satu yang Rahmatan lil ‘alamin.

Memang fikiran naïfku ini sungguh tak akan cukup mewakili segudang masalah dalam ranah perbedaan yang ada di umat ini. Pun pengetahuanku belum sampai akan kompleksitas perbedaan yang mungkin di anggap tak bisa diselesaikan dengan jalan ”damai” di tengah kancah kehidupan yang kian permissive dimana sikap Individualist kian banyak mendapat penopang. Tapi seharusnya, semangat bersaudara akan membuat penyelesaian masalah lebih baik,….seandainya saja rasa CINTA telah tertanam di hati kita, seandainya kasih sayang saling tercurah untuk saudara kita..Ach..alangkah indahnya.


Dalam diamku….,
Jakarta 140807
Alzrie

Tidak ada komentar: