Jumat, 11 April 2008

Pengakuan 'Dosa'


semalem pulang ngajar aku sempatkan membuka laptopku , buru2 aku cari flash disc yang aku simpan di tasku..Hm..taktahan tuk ngebaca sebuah Esai yang kini mejeng menjadi Esai paling keren di Masisir. Esai ini di buat dalam ajang lokakarya mahasiswa yang di adakan PPMI dan KBRI sebagai salah satu wahana penampung aspirasi mahasiswa dalam kancah pergelutan problematika akademik yang sedang merebak di kalangan Masisir. dan di hadapanku kini adalah karya yang terpilih sebagai karya terbaik, bagaimana mungkin aku tak penasaran tuk mebacanya?J

tak enggan ku ungkap rasa senang dah berkenalan dengan sang penulis sore tadi, Desi hanara, yah itulah namanya, sebenernya aku dah cukup lama mengamati blognya (hehe) dan sering terkesan dengan tulisan cerdasnya, tapi baru hari ini bisa berkenalan via YM melalui my Broth..:).

Ok lanjut ke pengembaraanku di belantara lembaran esai di monitor laptopku. Hm..aku cukup menikmati setiap diksi yang di pilih dengan baik klo tidak di bilang hati-hati. juga gaya bahasa yang lugas sebuah cirikhas tulisan yang aku suka. kutelusuri lembar demi lembar esai itu, hubungan yang harmonis antar paragraph juga si penulis dengan cermat mentautkan setiap isi paragraph menjadi satu kesatuan yang terstruktur, dengan accuracy data yang di suguhkan tak pelak membuatku berasumsi tentang kegigihan mengumpulkan data dari penulis yang mencerminkan kesungguhannya tuk menghasilkan sebuah karya yang reliable.

tapi lebih dari pengakuanku akan keistimewaan karya ini hingga menjadi terbaik adalah kesadaran diriku sendiri akan ‘dosa’ akademik yang aku tanggung saat ini. melalui tulisan itu aku harus memberi pembenaran dengan suatu realitas nyata ‘ketidaksetiaan’ akademik yang mengantarkan aku menjadi seorang yang miskin peran di ranah spesialisasiku.

jujur saja aku akui diriku belum cukup pede tuk membawa title ku sebagai seorang sarjana sastra dengan kapasitas yang aku miliki saat ini. kesalahan individu dan kolektif menjadi saham akan lahirnya ‘keterpurukan’ akademik ku ini. bagaimana tidak, ‘perselingkuhan’ akademik ini sudah aku mulai semenjak aku menjadi insan akademik. bermula dari sebuah ‘keterpaksaan’ dalam memilih spesialisasi yang mengharuskan ku mengorbankan idealisme mimpi karier ku. sebuah mimpi untuk bisa bergelut di bidang kedokteran, atau sebuah lembaga penelitian harus puas aku tebus dengan berkutat diantara karya John Steinbeck, Rudyard Kipling atau George Orwell, dengan sebuah ‘kesombongan’ akan bias idealisme yang membuatku acuh akan berbagai mata kuliah yang aku hadapi, tak ada semangat selain tuk bisa meraih nilai yang cukup baik agar bisa lulus.

kesalahan kolektif tercermin dari system, kurikulum yang aku hadapi dan kapasitas Pengajar saat itu juga belum cukup ‘mapan’ untuk pengembangan potensi sesuai spesialisasi, namun kelebihan dalam institusi juga tak akan berarti banyak selama aku tak mengharagai itu sebagai sebuah kebutuhan. inilah ‘dosa’ akademik yang aku sadari saat ini. apalagi bidang sastra terlalu luas untuk di jabarkan di antara ruang social politik, komunikasi, psikologi, atau sastra itu yang membutuhkan penelusuran secara khusus tentang kelanjutan spesialisasi ini. dan akibat ini baru kusadari sekarang ketika peran di lapangan menanti suatu expertise bertumburan dengan skill ku yang masih middle ini.

sebagai mahasiswa program ekstention peran organisasi kampus hampir tak aku rasakan, kesibukan bekerja, kuliah dengan waktu ‘tak layak’, malas eksplorasi, adalah sekian dari rentetan alas an yang ikut menyumbangkan peran dari ‘dosa’ akademik ku. tak bisa di salahkan realitas yang ada tetapi seandainya aku konsisten dengan pilihan yang sudah aku ambil harusnya aku bisa bersikap ‘setia’ dan komit dengan jurusanku meski itu bukan impian, dan mungkin hasilnya akan jauh lebih baik.

kesalahan individu yang di perparah oleh kesalahan kolektif termasuk sistem, kurikulum dan iklim akademik membuat keterpurukan ini kian nyata dengan lahirnya lulusan yang miskin peran, termasuk diriku. klimaksnya ketika aku harus menyingkir dari dunia akademik dengan gelar sarjana, hanya dengan senyum puas karena mengantongi gelar tetapi harus puas dengan hasil yang sangat pas-pasan.

seandainya saja kesalahan kolektif itu tidak aku awali dengan kesahalan individu mungkin tak separah ini hasilnya. andai aku setia pada peran akademikku, sebenernya aku bisa mengeksplore berbagai potensi, walaupun harus dengan bersikeras memperkaya khazanah ilmu sesuai spesialisasiku, dengan lebih intens ke pencarian spesifikasi di antara penjabaran ruang jurusanku, seperti psikologi, sospol, komunikasi, linguistics, translation atau ke ranah kesusastraan itu sendiri.

atau seandainya kesalahan individu tidak di dukung kesalahan kolektif mungkin ‘nasip’ ku sedikit terselamatkan karena setidaknya iklim akademik yang kondusif akan memberi banyak manfaat dalam mendorong lulusan2 yang potensial di bidangnya sehingga tidak miskin peran :(. tapi besyukur aku masih bisa menyadari, walau ‘taubat’ ku ini sudah cukup telat.

kesadaranku itu sedikit banyak membangkitkan ‘gelora’ ku untuk kembali menekuni background akademikku, mungkin aku harus berputar arah 90 derajat tuk kembali intens. selama ini aku sibuk di berbagai hal, namun belum focus dalam satu arah karena masih limbung dengan jalur yang akan aku ambil. tapi hari ini aku sadar bahwa aku bisa menempuh ‘jalan lain’ untuk mencapai tujuanku aku tak harus bersikeras untuk menekuni bidang lain yang harus ku rintis dari awal lagi walau ini jalan paling ‘menjanjikan’ tuk meraih tujuanku tapi aku bisa melanjutkan bidang yang walau sedikit sudah aku kuasai. karena di ranah apapun aku berkecimpung selama aku menekuni sepenuh hati hingga aku ‘expert’ di bidang itu, kesempatan tuk meraih tujuan akan terbuka lebar. So jadi semangat banget tuk melanjutkan study J

At Last, selamat buat Hanara..TOP BGT Dech J tetep semangat dan terus kan perjuangan, salut di umurmu yg masih relative muda dah banyak prestasi dan multi talent. jadikan semua itu untuk sarana ‘pengabdian’ mu pada sang Maha pemberi CINTA..ALLAH SWT.

Jakarta, 14 03 08
Alzrie

Tidak ada komentar: